x

Iklan

matatita suluhpratita

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Cokelat, Buah Tangan Sepanjang Jaman

Cokelat hampir selalu ada dalam daftar oleh-oleh yang wajib dibeli selagi pelesiran di luar negeri. Apalagi jika ke Belgia dan Swiss, wajib mencicip cokelatnya. Indonesia adalah penghasil biji cokelat kakao terbesar ketiga di dunia, mestinya juga berpelua

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Buah tangan apa yang biasa Anda bawa sepulang dari pelesiran ke luar negeri? Gantungan kunci, magnet kulkas, t-shirt, dan...cokelat! Ya, cokelat hampir selalu ada dalam daftar oleh-oleh yang wajib dibeli. Selain praktis dan mudah mendapatkannya, bahkan kalau kepepet bisa dibeli di bandara, cokelat juga disukai semua kalangan. Dari bocah balita hingga manula, dijamin bakalan suka mendapat oleh-oleh cokelat.

Apalagi cokelat asli Belgia dan Swiss, hhmmm...! Dua negeri ini merupakan produsen cokelat terkemuka di dunia. Kelezatan cokelat sudah dinikmati orang Eropa sejak ribuan tahun lalu. Konon, orang Spanyol diyakini sebagai pembawa biji cokelat (kakao) dari habitat asalnya di hutan tropis Amerika Selatan. Kenikmatan biji cokelat itu kemudian menyebar ke kawasan Eropa lainnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pelopor produsen cokelat pun bermunculan di Eropa. Ada cokelat Cadbury di London, Van Houten di Belanda, Neuhaus di Belgia, Lindt di Swiss, dan lain sebagainya. Dari sekian banyak cokelat yang diproduksi di Eropa dan belahan dunia lainnya, jawaranya adalah cokelat Belgia dan cokelat Swis.

Konon, kelezatan racikan cokelat Belgia pertama kali dikenal bangsa lain bermula dari sebuah perjamuan makan yang diselenggarakan di Grand Palace, Brussel, pada tahun 1697. Perjamuan itu dihadiri Henri Escher, walikota Zurich, Swiss, yang kemudian terkesan dengan kelezatan secangkir cokelat hangat yang dihidangkan. Ia pun membawa pulang biji cokelat dari Belgia untuk dikembangkan di negeri Swiss. Usaha Escher tak sia-sia, karena akhirnya Swiss bisa menjadi negeri produsen cokelat terkemuka selain Belgia.

Nah, negeri kita tercinta Indonesia, adalah penghasil biji cokelat kakao terbesar ketiga di dunia, setelah Pantai Gading dan Ghana. Hebat ya. Sebagai negara penghasil biji kakao, saya jadi berangan-angan, mestinya kita punya peluang untuk menjadi produsen cokelat ternikmat ketiga setelah Belgia dan Swiss. Jadi, saat turis Eropa berlibur ke Indoneia pada musim panas bulan Juni - Agustus, mereka akan pulang ke negerinya membawa oleh-oleh cokelat Indonesia yang tak kalah nikmatnya dengan cokelat Belgia dan Swiss.

Beberapa tahun belakangan ini, sudah mulai bermunculan produsen cokelat lokal di berbagai daerah di Indonesia. Di Garut, Jawa Barat, ada Chocodot. Ide cokelat ini merupakan penggabungan antara Dodol Garut, makanan tradisional yang sudah populer, dengan citarasa cokelat internasional. Lahirlah Chocodot pada tahun 2009, dodol yang berbaur dengan kenikmatan cokelat.

Saya pernah membeli Chocodot di Bandara Soekarno Hatta. Secara nggak sengaja, menemukan cokelat dengan kemasan yang menggoda rasa penasaran. Saya membeli dua batang untuk mencicipi sekalian mengoleh-olehi suami. “Lihat nih, sekarang ada dodol cokelat,” ujar saya setiba di rumah. Kami mencicipinya sama-sama, sembari angan melayang ke masa silam. Dulu, jika ada keluarga yang berkunjung dari Jawa Barat, biasanya membawa sekotak oleh-oleh Dodol Garut Picnic. Rasanya sudah puluhan tahun nggak makan dodol, tiba-tiba sekarang sudah ada cokelat dodol dengan rasa yang unik.

Di Yogyakarta, ada Cokelat nDalem yang mulai dipasarkan sejak tahun 2013. Cokelat ini mengusung citasara Jawa dan Jogja. Kemasanya bergambar motif batik, parjurit keraton, dan wayang orang yang ditampilkan seperti gambar kartun yang colorfull. Sedangkan citarasanya, cokelat nDalem memproduksi cokelat dengan rasa-rasa unik khas kuliner Jawa. Ada cokelat rempah (sereh, cengkih, kayumanis), cokelat wedangan (wedang ronde, wedang bajigur, wedang uwuh), juga ada cokelat rasa bumbu pedas (cabe, jahe, dan mint).

Dilihat dari kemasan dan varian coklatnya, juga tagline yang ditulisnya “Tandahati dari Yogjakarta” Cokelat nDalem secara serius memposisikan bisnisnya sebagai salah satu oleh-oleh kuliner alternatif dari Yogyakarta. Jadi, sepulang liburan dari Jogja nggak selalu membawa oleh-oleh bakpia, tapi juga bisa cokelat, begitu kira-kira.

Selain Cokelat nDalem, produsen cokelat Yogyakarta yang lebih senior adalah cokelat Monggo yang mulai beredar di pasaran sejak tahun 2005. Inilah cokelat Belgia rasa Jogja yang sesungguhnya. Penggagas cokelat Monggo adalah Thierry Detournay orang Belgia yang bertualang ke Yogyakarta pada tahun 2001 dan akhirnya malah menjadi pengusaha cokelat.

Cokelat Monggo tampil dengan kemasan klasik warna coklat natural yang minimalis. Ada kemasan edisi suvenir yang bernuansa Jawa klasik, seperti Becak, Borobudur, Wayang, dan Punokawan (Semar, Gareng, Petruk, Bagong). Berbeda dengan Cokelat nDalem yang menampilkan wayang ala gambar kartun colorfull, cokelat Monggo tampil lebih klasik. Mungkin karena ingin menyasar segmen turis asing yang lebih suka citra klasi budaya Jawa.

Varian cokelat yang diproduksi monggo juga lebih Belgian meskipun ada beberapa varian rasa lokal Jawa yang diolahnya. Ada dark chocolate dengan prosentase yang berbeda, Dark 58% dan Dark 69%, Milk 41%. Racikan cokelat seperti ini mungkin kurang familiar di Indonesia ya. Terus terang saya sendiri tidak bisa membedakan rasa cokelat Dark yang 58% dengan Dark 69%. Namun mungkin lidah Belgia bisa membedakannya.

Suatu ketika, saya pernah membawa sekotak cokelat Monggo dalam kemasan Punokawan ke Belgia sebagai buah tangan untuk seorang kawan yang sudah bertahun-tahun tinggal di sana. Sudah lama ia tak mudik ke Jawa, sehingga kurang update dengan tren cokelat suvenir yang mulai bermunculan di Indonesia. Karena itu sengaja saya membawa cokelat tersebut saat menemuinya di Brussels, saya pengin tahu komentarnya tentang cokelat buatan Jogja ini. “Rasa kakaonya kental, ini Belgia banget,” serunya girang. Ia bahkan menambahkan, baru kali ini menemukan cokelat rasa Belgia beneran yang diproduksi di Indonesia. Cokelat bikinin Indonesia umumnya cenderung manis gula dan minim rasa kakao.

Saya jadi ikutan berbangga. Artinya cokelat made in Kotagede, Jogja, sudah layak bersisian dengan cokelat Belgia seperti Godiva dan Leonidas yang lezat itu. Semoga.

 

Ikuti tulisan menarik matatita suluhpratita lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB