x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Sepenggal Kisah Pahlawan Einstein

Einstein menghormati Newton, Faraday, dan Maxwell yang menemukan dan merumuskan teori-teori fisika yang membuka jalan bagi lahirnya teori relativitas. Mereka berkomunikasi dengan Einstein melalui bahasa matematika.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“All the mathematical sciences are founded on relations between physical laws and laws of numbers, so that the aim of exact science is to reduce the problems of nature to the determination of quantities by operations with numbers.”
--James Clark Maxwell (1831-1879)

 

 

Suatu ketika, pada 1846, Edinburgh Royal Society menerbitkan hasil kajian matematis pertama yang dikerjakan anak berusia 15 tahun. Bernama James Clark Maxwell, anak jenius ini menggunakan matematika untuk menyingkapkan rahasia elektromagnetis dan watak fundamental cahaya. Lebih penting daripada itu, Maxwell sanggup memprediksi keberadaan sesuatu yang tidak terbayangkan waktu itu, yakni gelombang radio. Untuk pertama kali, matematika semata (tanpa eksperimen) digunakan untuk menyingkap fenomena fisik; dan Maxell-lah yang melakukannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di masa itu, ikhtiar Maxwell untuk membangun teori fisika dari bahasa matematika semata, dan bukan dari hasil observasi langsung dunia fisik, sukar diterima oleh para ilmuwan. Namun Maxwell berjalan terus dan ikhtiarnya mengilhami ilmuwan besar yang lahir pada tahun kematiannya, yakni Albert Einstein. Kekaguman membuat Einstein memajang foto Maxwell di dinding ruang belajarnya, bersebelahan dengan foto Michael Faraday dan Isaac Newton. Ketiga orang inilah ‘pahlawan’ Einstein.

Dalam bukunya, Einstein’s Heroes: Imagining the World through the Language of Mathematics, Robyn Arianrhod menyingkapkan misteri matematika sebagai bahasa. Arian menyoroti bagaimana Maxwell, yang menggunakan bahasa matematika dalam cara yang baru dan radikal, mampu memecahkan perselisihan di antara gagasan Faraday dan Newton, yang kelihatannya tak dapat dipecahkan.

Einstein menghormati Newton, Faraday, dan Maxwell yang menemukan dan merumuskan teori-teori fisika yang membuka jalan bagi lahirnya teori relativitas. Mereka berkomunikasi dengan Einstein melalui bahasa matematika, meski ‘dialek’-nya mungkin berbeda. Newton ‘menemukan’ gravitasi dengan sarana geometri analitis, Faraday ‘menemukan’ medan listrik dengan mempelajari perilaku besi yang diberi magnet, dan Maxwell melakukan ‘flipping’ terhadap metoda Newton (dari kalkulus integral ke kalkulus diferensial) untuk menggambarkan medan Faraday.

Penemuan Maxwell atas gelombang radio menjadi bukti bahwa matematika bukan hanya sarana untuk mendeskripsikan secara akurat realitas yang diketahui, tapi juga mampu menemukan realitas yang masih belum tersingkapkan (gelombang radio). Arianrhod menunjukkan kekuatan matematika sebagai bahasa kreatif untuk mengekspresikan konsep-konsep yang semula tampak mustahil. Arianrhod menghadirkan sains seperti yang disebut oleh fisikawan Margaret Wertheim sebagai ‘pengejaran (kebenaran) yang menyatu secara kultural, bukan aktivitas terisolasi yang jauh dari masyarakatnya’.

Dalam upaya meraih tujuan diskriptifnya, Arianrhod dengan leluasa beralih dari cerita perihal matematika Yunani kuno, India, Islam, dan China ke dunia modern. Sebagai bahasa, matematika dilihat oleh Arianrhod sebagai ‘perayaan spirit manusia’. Ia menunjukkan bagaimana Maxwell menemukan bahasa matematis sebagai medium sempurna untuk mengeksplorasi keindahan semesta.

Teori fisika adalah karya imajinasi yang memanfaatkan bahasa matematika secara cerdas dan elegan. Einstein’s Heroes telah menunjukkan kebenaran hal itu. (foto: maxwell muda, sbr foto: clerkmaxwellfoundation.org) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler