x

Iklan

Abdul Manan

Jurnalis yang tertarik mengamati isu jurnalisme, pertahanan, dan intelijen. Blog: abdulmanan.net, email abdulmanan1974@gmail.com
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mossad, CIA, dan Plot Pembunuhan Komandan Hizbullah Imad Mughniyeh

Pemerintah Israel dan Amerika Serikat memiliki 'daftar dosa' Imad Mughniyeh yang membuat komandan militer Hizbullah itu diburu Mossad dan CIA.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Komandan militer Hizbullah, Lebanon, Imad Mughniyeh, tewas akibat sebuah ledakan bom pada suatu malam, 12 Februari 2008, di Damaskus, Suriah. Hizbullah menuding dinas rahasia Israel, Mossad, sebagai pelakunya. Pemerintah Israel, seperti biasa, tak pernah mengakui secara terbuka bahwa pihaknya berada di balik 'aksi balas dendam' mematikan itu.

Soal kematian Imad kembali muncul ke permukaan setelah dua media Amerika Serikat, Washington Post dan Newsweek, menulis cerita soal itu dan menyebut peran penting dinas rahasia AS, Central Intelligence Agency (CIA) dalam pembunuhan itu. Dalam artikel berjudul How the CIA Took Down Hezbollah's Top Terrorist, Imad Mugniyah, CIA disebut berperan aktif dalam perburuannya.

Menurut Dan Raviv, koesponden CBS News dan juga penulis buku Spies Against Armageddon: Inside Israel's Secret Wars (2012), setelah berita Washington Post dan Newsweek itu keluar, sejumlah pejabat intelijen di Israel menyampaikan versinya yang mengcounter berita itu karena khawatir AS mengambil banyak keuntungan dari publikasi cerita itu. Kepada sejumlah diplomat negara Barat, Israel mengatakan AS berpartisipasi dalam pembahasan, pengumpulan informasi intelijen, pengintaian, dan beberapa logistik dari pembunuhan. Tapi pembunuhan itu sendiri adalah hasil operasi Israel.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

***

Imad lahir tahun 1962 di desa Syiah di Lebanon, Tayr Dibba, dari keluarga tak mampu yang bekerja sebagai pemanen zaitun dan lemon. Dia pindah ke Beirut saat masih kanak-kanak. Meskipun afiliasi keagamaannya ke Syiah, ia aktif dalam gerakan Palestina, al-Fatah, yang didominasi Sunni.

Ia disebut berpartisipasi dalam unit pengawal yang melindungi tokoh yang kemudian menjadi kepala Palestinian Liberation Organization (PLO), Yasser Arafat. Tapi, setelah pemimpin PLO dan pasukannya terpaksa meninggalkan Lebanon setelah invasi Israel tahun 1982, Imad bergabung dengan Hizbullah, "Partai Allah."

Imad segera melibatkan diri dalam beberapa serangan yang dilakukan Hizbullah, membuktikan loyalitas dan keterampilannya. Ia dilatih oleh tangan dingin dan terampil Korps Pengawal Revolusi Iran. Dalam periode dua tahun berdarah -antara November 1982 dan September 1984 - ia disebut sebagai pemain kunci dalam beberapa serangan bom mobil terhadap sasaran-sasaran Israel, Amerika, dan Perancis di Lebanon.

Aksi itu termasuk dua serangan terhadap markas militer Israel di selatan Kota Tyre, yang menewaskan 150 orang Israel dan Lebanon. Imad juga ditengarai mengatur pemboman bunuh diri di barak Marinir AS dan bangunan militer Perancis di Beirut, yang menewaskan 241 prajurit AS, 58 pasukan terjun payung Perancis, dan enam warga sipil Lebanon. Dia juga diduga menjadi aktor utama dalam pemboman tahun 1984 di Kedutaan Besar AS di Beirut, yang menewaskan 63 orang.

Pada tahun 1985, Imad berpartisipasi dalam pembajakan pesawat TWA. Setelah memaksa pesawat mendarat di Beirut, seorang penyelam Angkatan Laut AS yang berada di antara penumpang, Robert Stethem, disiksa dan dibunuh. Gambar pertama Imad, saat itu berusia 22 tahun, pertama kali terlihat di halaman-halaman pers Barat saat difoto melambaikan pistolnya dekat kepala pilot TWA di kokpit. Foto itu kemudian menjadi bukti kunci yang digunakan oleh aparat penegak hukum AS untuk mendakwanya dengan pasal pembunuhan dalam insiden itu.

Imad juga disebut sebagai arsitek dari pemboman Kedutaan Besar Israel di Buenos Aires, Argentina, tahun 1992, yang menewaskan 29 orang - termasuk tujuh warga Israel, satu di antaranya agen Mossad. Ini adalah balas dendam Imad atas serangan helikopter Israel yang menewaskan pemimpin tertinggi Hizbullah, Abbas Moussawi. Dua tahun kemudian, ia bersama kolega Iran-nya disebut mendalangi pemboman pusat komunitas Yahudi di ibukota Argentina, yang menghancurkan gedung dan menyebabkan 85 orang tewas.

Sejak saat itu, Israel menggunakan setiap kesempatan untuk menyingkirkan Imad. Banyak rencana disusun, tetapi hanya tiga kesempatan yang sebenarnya sangat mungkin membuahkan hasil.

***

Pada tahun 1994, Mossad menyiapkan plot untuk melenyapkannya. Agen di Lebanon yang bekerja untuk Mossad memasang sebuah bom mobil saat acara pemakaman kakak Imad, Fuad. Mengantisipasi bahwa Imad akan menghadiri pemakaman saudaranya, Israel merencanakan untuk melakukan pembunuhan di sana. Imad tidak muncul di pemakaman itu.

Beberapa bulan setelah kematian Fuad, intelijen Israel berhasil mendapatkan informasi pasti bahwa Imad dijadwalkan naik pesawat dari Damaskus ke Teheran dengan memakai nama samaran. Mossad memberitahu CIA soal ini. AS lantas merencanakan sebuah pengalihan penerbangan ke Kuwait dan akan mengirimkan sebuah pesawat militer dari Arab Saudi untuk membawa Imad ke AS untuk diadili.

Namun CIA dianggap membuat kesalahan fatal karena memberitahu pemerintah Kuwait soal identitas orang yang mereka incar. Khawatir ada pembalasan dari Hizbullah karena menyetujui permintaan AS, Kuwait menolak untuk memerintahkan penumpang pesawat untuk turun. Pemerintah Kuwait lantas mengizinkan pesawat itu lepas landas menuju Teheran.

Kesempatan ketiga juga terlewatkan, dan kali ini benar-benar kesalahan Israel. Setelah penarikan mundur Israel dari Lebanon pada tahun 2000, sejumlah pejabat senior Hizbullah berarak di sepanjang perbatasan Israel dalam patroli kemenangan. Imad berada di antara mereka.

Para pengintai Israel memfoto lima orang itu dan mengirimkan gambarnya ke markas intelijen militer Israel, Aman, di Tel Aviv. Mereka berhasil mengidentifikasi bahwa orang itu adalah Imad, dan rencana serangan pun disiapkan. Pesawat tanpa awak (drone) yang bisa menembakkan rudal, juga sudah diluncurkan.

Sumber-sumber intelijen Barat mengatakan, mereka diberitahu oleh Israel beberapa waktu kemudian bahwa itu adalah "kesempatan langka untuk menghancurkan kepemimpinan Hizbullah." Masalahnya, perintah untuk melancarkan serangan tidak pernah datang. Perdana Menteri Ehud Barak, yang bangga karena berhasil memerintahkan penarikan mundur Israel dari Lebanon selatan setelah 18 tahun masa pendudukan, takut bahwa situasi yang relatif tenang itu akan terganggu jika pemimpin tertinggi Hibzullah dihabisi.

Para perwira senior di Mossad marah. Sebab, tahun-tahun upaya pengumpulan informasi untuk memburu Imad, terbuang percuma. Tapi mereka tidak punya pilihan selain menerima keputusan pemimpin politik mereka dan harus menunggu kesempatan berikutnya.

***

Imad, seperti tahun-tahun sebelumnya, menjadi lebih berhati-hati. Intelijen Israel mengetahui bahwa ia pergi ke dokter bedah plastik untuk mengubah penampilannya. Dia juga pindah ke tempat yang aman di Teheran, di mana ia meningkatkan hubungan profesional dan pribadinya dengan komandan Garda Revolusi, terutama dengan tokoh karismatik Jenderal Qassem Soleimani, yang mengepalai pasukan elit Al-Quds.

Setelah kembali ke markasnya di Beirut, Imad terus sering bepergian antara segitiga ibukota Lebanon-Suriah-Iran. Tim pemburu dari Mossad, yang ahli dalam memahami kelemahan manusia dan mengetahui bahwa tidak ada yang kebal terhadap kesalahan, menunggu dengan sabar tapi dengan perasaan putus asa.

Tapi, Imad juga manusia dan bisa membuat kesalahan. Merasa terlalu aman di ibukota Suriah, ia kerap pergi ke Damaskus untuk 'bisnis' dan bersenang-senang. Ia kerap bertemu dengan Jenderal Soleimani di sana untuk berkoordinasi dan membuat strategi. Yang sering bergabung dengan mereka berdua adalah Jenderal Muhammad Suleiman, penasihat keamanan Presiden Suriah Bashar al-Assad dan orang yang bertanggung jawab atas reaktor nuklir Suriah dan bertanggungjawab dalam hubungan militer khusus dengan Iran dan Hizbullah.

Setelah 'jam kerja', Imad dilaporkan menikmati kesenangan yang ditawarkan Damaskus: makanan yang enak, alkohol, dan wanita -yang sebagian besar tak akan bisa dinikmatinya di lingkungan Syiahnya di Beirut.

Mossad mengetahui bahwa Imad memiliki sebuah apartemen di lingkungan mewah Kafr Sousa, kawasan bagi pengusaha paling kaya Suriah dan kroni militer dan intelijen Bashar Assad. Merasa terlindungi dan aman karena penampilannya sudah berubah dan sudah bertahun-tahun bisa menghindari upaya pembunuhan, Imad kerap melakukan perjalanan dengan mobil SUV-nya dari Beirut ke Damaskus tanpa pengawal. Sering ia pergi hanya dengan sopir pribadinya, tapi kadang-kadang malah sendirian saja.

Tanpa disadari oleh Imadpara ahli dan mata-mata di Mossad dan badan intelijen militer Israel (Aman) secara perlahan mulai kian dekat dengan keberadaannya. Pada saat itu intelijen Israel mengaku terkejut saat mengetahui dari pembicaraan dengan rekan-rekan mereka di Washington bahwa hanya sebagian dari orang Amerika yang ingin menyingkirkannya, meski sejumlah kasus menunjukkan bahwa Imad berlumuran darah tangan orang Amerika.

***

Sejak tahun 1975, CIA dilarang Kongres AS untuk melaksanakan pembunuhan, bahkan bagi musuh terburuk Amerika. Tapi, kebijakan itu berubah setelah peristiwa serangan 11 September 2001 yang menewaskan sekitar 3.000 orang. Setelah peristiwa yang kemudian dikenal dengan 9/11 itu, Presiden George W. Bush lantas memerintahkan pembunuhan yang ditargetkan menggunakan pesawat drone.

Tapi, di mata pemerintahan Bush, ada perbedaan besar antara mengirim pembunuh dan membunuh target dari langit dengan menggunakan pesawat tanpa awak. Pada suatu waktu, dalam sebuah pertemuan konsultasi, Direktur Mossad Meir Dagan mengusulkan kepada kolega CIA-nya, Jenderal Michael Hayden, untuk melakukan operasi gabungan untuk melenyapkan Imad.

Hayden setuju, tapi ia mensyaratkan dua hal: Pertama, tidak ada orang tak berdosa yang akan terluka dalam serangan itu. Amerika sangat was-was dengan dekatnya apartemen Imad dengan sekolah khusus perempuan. Kedua, hanya Imad yang akan menjadi sasaran, dan tidak boleh ada yang lain, entah itu dari Suriah atau Iran. Amerika Serikat sepertinya enggan untuk membangkitkan konflik kekerasan dengan negara-negara itu.

Menurut intelijen Israel kepada para pejabat Barat, Mossad tidak memerlukan CIA untuk manajemen aktif operasi itu. Mereka telah mengumpulkan semua rincian yang diperlukan tentang rutinitas sehari-hari Imad dan tempat persembunyiannya di Damaskus. CIA ada di sana, kata mereka, untuk mengisi informasi intelijen yang masih kurang dan memberikan 'mata tambahan' bagi mereka di Damaskus.

Mossad memiliki tim ahli sendiri, Unit Kidon (Bayonet). Ini adalah unit operasi khusus yang tugasnya adalah membunuh teroris yang membahayakan Israel. Namun, Israel merasa lebih nyaman jika CIA ambil bagian -meski perannya kecil. Sebagaimana telah disetujui oleh Dagan dan Hayden, seorang pejabat senior CIA dari Direktorat Operasi CIA ditugaskan untuk bekerja di tim Mossad dalam proyek itu. Pusat komando operasi ini berada di Tel Aviv.

Agen dari Unit Kidon, bersama dengan Satuan Intelijen Sinyal Aman, Unit 8200, memantau Imad hampir sepanjang waktu, mengawasi 'rumah amannya' dan juga parkir di dekatnya. Diputuskan bahwa senjata yang akan dipakai adalah sebuah bom yang nantinya akan ditanam atau dipasang di dalam sebuah mobil yang diparkir di dekat apartemenn Imad.

Pada kurun waktu ini, CIA mulai mengulangi kekhawatirannya bahwa penggunaan bom itu, meskipun sudah ada jaminan dari Israel, akan melukai anak-anak sekolah perempuan di dekatnya. Mossad menyesalkan karena CIA akhirnya keluar dari operasi itu, tapi mereka memutuskan tetap melanjutkan persiapan. Namun Perdana Menteri Israel Ehud Olmert memerintahkan Mossad untuk memastikan bahwa "zona pembunuhan" dari bom sangat sempit, sehingga hanya Imad yang akan disentuh.

Mossad dan unit teknologi Aman, mulai merancang, merakit dan menguji bom. Itu adalah prosedur melelahkan, membutuhkan puluhan tes, sampai hasil yang memuaskan dan cocok dengan pedoman yang ditetapkan oleh Olmert. Prosesnya difilmkan, diulang, dan diulang lagi. Keterangan pihak Israel ini bertentangan dengan laporan baru-baru ini di media Amerika yang mengatakan bahwa pengembangan bom dilakukan di AS.

Setelah yakin bom itu sangat akurat, Olmert membawa video klip ujicoba bom itu ke Washington. Dia menunjukkan kepada Presiden Bush dan sekaligus meminta CIA agar kembali bergabung dalam operasi itu. Video itu jelas menunjukkan bahwa diameter "zona pembunuhan" adalah tidak lebih dari 10 meter. Presiden Bush dilaporkan terkesan dengan presentasi itu.

Keesokan harinya, saat ia masih di AS, Olmert menerima telepon dari Direktur Mossad Meir Dagan yang memberitahu bahwa CIA sudah bergabung kembali dalam operasi itu.

Bom itu lantas diselundupkan ke Suriah melalui Yordania, yang badan intelijennya memiliki hubungan dekat dengan CIA dan Mossad selama beberapa dekade. Keterlibatan CIA memberikan Yordania rasa aman untuk bekerja sama, terutama jika nanti ada pembalasan dari Hizbullah.

***

Michael Bar-Zohar dan Nissim Mihal dalam buku Mossad: The Greatest Missions of The Israeli Secret Service (2014) memberi detail tambahan soal perburuan Mossad terhadap Imad. Mossad diberitahu agennya d Lebanon bahwa sang komandan Hizbullah itu melakukan operasi wajah di Eropa. Tantangan bagi Mossad adalah, bagaimana menemukan lokasi tempatnya melakukan operasi wajah agar ia bisa mengenali penampilan terbarunya.

Terobosan datang dari Berlin. Mengutip penulis intelijen Gordon Thomas, penulis Gideon's Spies: The Secret History of the Mossad, keduanya menyebut bahwa agen Mossad di Berlin mendapat informasi dari informannya bahwa baru-baru ini Imad memang melakukan operasi plastik yang membuat wajahnya berubah total. Operasi itu dilakukan di klinik milik Stasi, dinas rahasia eks Jerman Timur. Melalui negosiasi rumit, agen Mossad itu setuju membayar sejumlah uang kepada informan Jerman itu untuk 34 foto terbaru Imad. Foto itulah yang kemudian dipakai untuk mengenalinya.

***

Ada dua hambatan utama dalam melaksanakan operasi melenyapkan Imad. Pertama, kunjungan Imad ke apartemennya di Damaskus itu acak dan tidak bisa ditentukan oleh tim pengintai. Kedua, sulit bagi tim untuk memastikan bahwa mereka mampu mengamankan tempat mobil yang mereka pasangi bom harus diparkir dekat dengan popsisi Imad atau kendaraannya. Masalah ini akhirnya terpecahkan. Mereka menemukan solusi operasional yang akan memberi mereka cukup waktu peringatan menjelang kedatangan Imad untuk mempersiapkan perangkap.

Lalu, hari pembunuhan itu akhirnya tiba. Pada malam tanggal 12 Februari 2008, mobil Imad terlihat masuk ke tempat parkir. Perencana Mossad menarik napas lega. Sekolah di dekatnya sudah ditutup, karena sudah malam. Hanya saja, ketika pintu mobil dibuka, Imad ternyata tak sendirian: ada Jenderal Soleimani dan Jenderal Muhammad Suleiman bersama dia. Dari pusat komando di Tel Aviv, datang perintah: Tahan!.

Ketiga orang itu lantas masuk ke apartemen Imad. Di Tel Aviv, manajer proyek Mossad dan perwira penghubung CIA menunggu, gugup, dan merasa di ambang kehilangan harapan. Beberapa jam kemudian, informasi tiba bahwa Soleimani dan Suleiman meninggalkan apartemen dan telah dijemput oleh sebuah mobil. Para perencana masih berdoa agar Imad tidak akan berada di apartemen itu semalaman.

Sekitar setengah jam kemudian, kabar baik itu datang bagi Mossad dan CIA. Tim pengawas melaporkan bahwa Imad telah memasuki tempat parkir dan mendekati mobilnya. Saat itulah dari Tel Aviv terdengar perintah: "Pe'al!" Itu adalah bahas Ibrani dari kata "Laksanakan." Lalu terdengar bunyi ledakan... Buummmm! Pecahan material yang dibawa oleh ledakan itu membuat Imad tewas seketika.

***

Majalah al-akhbar.com melakukan investigasi atas pembunuhan itu, yang hasilnya diterbitkan dalam artikel berjudul Exclusive: The Final Hours of Imad Mughniyeh, 19 Februari 2013. Hasil penyelidikan mengungkapkan bahwa Mossad, yang berada di bawah kepemimpinan Meir Dagan, bertanggung jawab untuk operasi itu, dari A sampai Z. Perencanaan langsung di dalam dan di luar Suriah memakan waktu hampir satu bulan, setelah periode lebih lama dari persiapan tidak langsung.

Mossad menugaskan beberapa agen lokal untuk mengambil gambar Kfar Sousa, merinci setiap informasi jalan dan terutama fokus pada blok yang akan jadi lokasi pembunuhan. Salah satu informasi kunci yang didapatkan adalah bagaimana mereka akan mencapai daerah berbentuk persegi panjang itu dan di mana rute keluarnya. Hal lainnya adalah, di daerah itu tidak ada pengamanan, tak penghalang, atau kamera pengintai.

Untuk operasi ini, Mossad merekrut seorang ekspatriat Suriah yang sering mengunjungi negaranya, dan memintanya untuk pindah ke Damaskus untuk menyediakan logistik untuk operasi ini. Agen itu menyediakan villa untuk menyembunyikan kendaraan dan memasanginya dengan bahan peledak, selain akomodasi untuk kelompok yang akan melakukan operasi pembunuhan.

Dia menyewa villa di pinggiran kota kelas atas Damaskus ("Assad Villages"), yang terletak di sebelah barat laut dari Kfar Sousa. Beberapa saat kemudian, agen itu membeli Mitsubishi Pajero 4x4, setelah mengetahui bahwa itu adalah merek kendaraan yang sering dipakai Imad. Tapi, tim eksekusi menggunakan model yang berbeda, Mitsubishi Lancer, karena sangat umum dipakai di Suriah. Pajero itu lantas diparkir di vila, dipasangi bahan peledak di gagang pintunya.

Pada sore hari 12 Februari 2008, salah satu eksekutor lantas melaju dengan Pajero, yang sudah dilengkapi dengan bahan peledak itu, dan diparkir di luar gedung yang akan dikunjungi Imad. Saat senja, giliran tim yang terdiri dari empat orang yang datang membawa Mistusbishi Lancer. Mereka tiba di lokasi itu setelah pekerja konstruksi di bangunan sebelah gedung yang dikunjungi Imad tak lagi bekerja. Tiga dari mereka naik ke atas untuk mengamati tempat parkir, mengawasi target dan kendaraan dengan bahan peledak itu.

Para eksekutor memilih apartemen di lantai enam sebagai tempat kendali operasi. Salah satu eksekutor ditugasi mensurvey kawasan itu dengan teropong, yang lain ditugaskan untuk bersiaga untuk memicu bahan peledak, dan orang ketiga bertugas memberikan perlindungan. Sedangkan orang keempat menunggu di mobil yang diparkir di belakang bangunan.

Tepat sebelum 22:20 malam, Imad keluar dari gedung. Setelah ia berada dalam jarak sembilan meter dari Pajero yang disiapkan Mossad itu, bom meledak dan menewaskan Imad. Para eksekutor lantas meninggalkan gedung itu menuju ke arah mobil yang sudah menunggu. Mereka langsung meluncur ke arah jalan raya Mazzeh, di mana mereka memarkir mobil di pinggir jalan. Para eksekutor diketahui menghadapi masalah saat melarikan diri, yang menyebabkan mereka meninggalkan mobilnya dan menggunakan kendaran lain untuk kabur ke lokasi yang tidak diketahui. @

Ikuti tulisan menarik Abdul Manan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB