x

Indonesiana - Bonus Demografi dan Peran Perempuan

Iklan

Kadir Ruslan

Civil Servant. Area of expertise: statistics and econometrics. Interested in socio-economic issues. kadirsst@gmail.com.
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bonus Demografi dan Peran Perempuan

Partisipasi perempuan dalam pasar kerja harus didorong. Secara faktual, tingkat partisipasi angkata kerja perempuan di pasar kerja masih relatif rendah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Nampaknya, hingga saat ini, sangat sedikit masyarakat Indonesia yang mengetahui bahwa negeri ini sedang mengalami periode yang sangat krusial, yang oleh para ahli ekonomi kependudukan disebut sebagai “bonus demografi”.

Periode bonus demografi yang sedang dialami negeri ini menjadi krusial  karena dua hal. Pertama, periode tersebut merupakan momentum yang terjadi hanya sekali seumur hidup bangsa Indonesia. Kedua, jika gagal dimanfaatkan, bonus demografi berpotensi bakal menjadi “beban demografi”, bahkan tidak menutup kemungkinan “bencana demografi”.

Secara sederhana, bonus demografi merupakan kondisi ketika struktur penduduk didominasi  kelompok usia produktif (15-64 tahun). Kondisi ini terjadi karena penurunan tingkat kelahiran secara konsisten, dan pada saat yang sama angka harapan hidup penduduk terus meningkat.

Struktur penduduk yang didominasi kelompok usia produktif atau usia kerja menjadikan angka rasio ketergantungan  (dependency ratio) mengecil. Itu artinya, beban tanggungan penduduk usia produktif menjadi berkurang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut Prof. Toening, Guru Besar Ekonomi Kependudukan Universitas Indonesia (UI), negeri ini sebetulnya  telah mengalami bonus demografi sejak akhir 1980an, yang ditandai dengan penurunan angka rasio ketergantungan. Sementara itu, hasil proyeksi penduduk tahun 2010-2035 yang diluncurkan BPS dan Bappenas pada tahun lalu memperlihatkan bahwa periode bonus demografi akan berlangsung hingga dua dekade mendatang.

Pada tahun 2015, angka rasio ketergantungan sebesar 48,6. Itu artinya, setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung 49 orang penduduk usia tidak produktif (< 15 tahun dan ≥ 65 tahun). Tren penurunan angka rasio ketergantungan diproyeksikan bakal terus berlangsung hingga puncak bonus demografi terjadi pada tahun 2028-2031.

Periode singkat ini disebut puncak bonus demografi karena pada saat itu angka beban tanggungan mencapai titik terendah, yakni sebesar 47. Periode singkat ini juga disebut “jendela peluang” (window of opportunity), yang jika bisa dimanfaatkan secara optimal bakal berkontribusi secara signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Setelah puncak bonus demografi berlalu, Indonesia akan memasuki periode “utang demografi”. Angka rasio ketergantungan akan kembali naik akibat peningkatan persentase penduduk usia tua (ageing population), dan secara perlahan struktur penduduk bakal didominasi kelompok lansia.

Peran perempuan

Sebetulnya, “bonus” yang dimaksud ketika berbicara tentang bonus demografi adalah berkurangnya biaya atau porsi pendapatan yang dialokasikan untuk investasi tumbuh kembang anak. Dengan demikian, dana tersebut bisa dialihkan untuk memupuk tabungan masyarakat dan investasi yang lebih produktif.

Dengan kata lain, jika bisa dimanfaatkan secara optimal, bonus demografi berpotensi menjadi mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam dua dekade mendatang. Dan hal tersebut telah dibuktikan oleh sejumlah negera, seperti Tiongkok dan Korea Selatan.

Namun demikian, bonus tersebut tidak terjadi secara otomatis. Sedikitnya, ada empat prasyarat yang harus dipenuhi agar bonus demografi benar-benar mendatangkan bonus, bukan malah sebaliknya: beban dan bencana. Pertama, penduduk usia produktif harus berkualitas, khususnya dari segi pendidikan dan kesehatan. Jumlah penduduk usia produktif yang besar tak bakal berguna jika kualitasnya rendah dan tidak produktif.

Kedua, partisipasi perempuan dalam pasar kerja harus didorong. Secara faktual, tingkat partisipasi angkata kerja perempuan di pasar kerja masih relatif rendah. Padahal, lebih dari separuh penduduk usia produktif merupakan kaum perempuan.

Hal ini tentu saja merupakan potensi yang hilang (potential loss). Pasalnya, partisipasi kaum perempuan di pasar kerja sangat penting untuk  meningkatkan pendapatan keluarga dan memupuk tabungan masyarakat, yang pada akhirnya dapat digunakan untuk investasi produktif.

Selama ini, salah satu persoalan utama yang dialami kaum perempuan ketika akan berpartisipasi di pasar kerja adalah adanya barrier to entry. Sejumlah hasil penelitian memperlihatkan bahwa menikah dan meliharkan menjadikan kaum perempuan berpeluang besar untuk keluar dari pasar kerja. Celakanya, untuk kasus Indonesia, perempuan yang berhenti bekerja karena menikah dan melahirkan bakal sulit untuk kembali masuk  ke pasar kerja. Hal ini banyak terjadi di sektor swasta. Karena itu, intervensi dari pemerintah amat dibutuhkan untuk melindungi kaum perempuan dari kehilangan pekerjaan dan kesempatan kerja.

Ketiga, pemerintah harus menciptakan sebanyak mungkin lapangan kerja untuk mengimbangi ledakan jumlah penduduk usia produktif. Bila tidak, tingkat pengangguran terbuka dipastikan bakal melonjak. Tentu saja, lapangan pekerjaan tersebut harus berkualitas. Pasalnya, angka pengangguran yang rendah dan tingkat partisipasi angkatan kerja yang tinggi tidak akan banyak memberi manfaat bila sebagian besar angkatan kerja menggantungkan hidup pada sektor informal, seperti yang terjadi saat ini.

Secara faktual, hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) menunjukkan, meskipun tingkat pengangguran terbuka hanya sebesar 5,94 persen pada Agustus 2014, lebih dari 60 persen penduduk bekerja “mengais nasi” di sektor informal. Padahal, sektor informal identik dengan pendapatan yang rendah dan ketiadaan jaminan sosial. Karena itu, intervensi pemerintah melalui instrumen kebijakan yang mendorong iklim investasi untuk menciptakan sebanyak mungkin lapangan kerja di sektor formal merupakan sebuah keniscayaan.

Keempat, tingkat kelahiran harus dikendalikan. Terkait hal ini, kesuksesan program Keluarga Berencana (KB), yang selama ini seoalah mati suri, memainkan peran yang sangat krusial. Dan lagi-lagi, peran kaum perempuan sangat menentukan.

Terwujudnya keempat prasyarat tersebut merupakan faktor penentu keberhasilan Indonesia dalam memanfaatkan bonus demografi. Dan hal itu tidak melalu menjadi tanggung jawab pemerintah. Secara makro, intervensi kebijakan dari pemerintah memang sangat dibutuhkan, tapi itu semua tidak cukup. Dukungan dan partisipasi kita semua—utamanya kaum perempuan—juga sangat dibutuhkan. (*)

Ikuti tulisan menarik Kadir Ruslan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB