x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kota Cerdas Seperti Apa?

Umumnya para ahli memahami kota cerdas sebagai kota yang memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan warga serta mengurangi biaya dan konsumsi sumberdaya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Akhir-akhir ini, konsep kota cerdas (smart city) semakin gencar dibicarakan. Banyak kota didorong agar menjadi kota cerdas. Beberapa kota malah sudah menyatakan tengah bergerak menuju kota cerdas. Sebagai warga, bolehlah kami bertanya: kota cerdas seperti apa yang dimaksud para walikota dan bupati?

Dalam satu kesempatan, Walikota Bandung Ridwan Kamil mengatakan apabila seluruh urusan di Bandung dapat diselesaikan lewat Internet, maka tujuan Kota Bandung menjadi kota cerdas akan terwujud. Setiap urusan ada aplikasi untuk menanganinya sehingga memudahkan pelayanan publik.

Cukupkah itu? Dan urusan apa saja? Jika pemanfaatan teknologi digital itu mampu mempercepat keluarnya perizinan, pembuatan KTP, dan penanganan bencana karena informasi diterima oleh aparat dalam waktu singkat, rasa-rasanya masih harus dikembangkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meski belum ada kesepakatan tuntas mengenai konsep kota cerdas, tapi umumnya para ahli memahaminya sebagai kota yang memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan warga, mengurangi biaya-biaya, dan konsumsi sumberdaya, serta melibatkan warga secara lebih efektif dan aktif.

Teknologi digital, seperti media sosial, CCTV, sensor-sensor, adalah sarana. Yang tidak boleh dilupakan ialah manajemen kota agar aspek transportasi, penggunaan energi, perawatan kesehatan, pemakaian air, penataan ruang kota, penngendalian jumlah penduduk, maupun penanganan sampah dan limbah berlangsung efektif-efisien. Jangan sampai kota cerdas hanya menjadi ajang pencitraan pemakaian teknologi digital, tetapi penanganan masalah perkotaannya tidak semakin baik.

Teknologi digital adalah sarana agar pemakaian energi lebih efisien, transportasi kota semakin baik, nyaman, dan lancar, ruang-ruang kota semakin tertata—tidak sumpek, tersedia ruang terbuka hijau yang memadai, dst; serta sampah dan limbah dikelola dengan baik untuk menekan potensi banjir dan penurunan kualitas kesehatan warga, maupun peningkatan kegiatan ekonomi yang lebih berbasis pengetahuan. Begitu pula, warga (smart citizens) dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan tindakan terkait kota/kabupaten tempat tinggal mereka. Tata kelola pemerintahan menjadi makin transparan dan akuntabel.

Jika manfaat pemakaian teknologi digital tersebut tercapai, barulah sebuah kota layak disebut kota cerdas. Jadi, bukan sekedar memasang peranti berteknologi modern namun perbaikan kinerja pelayanan publiknya tidak terlihat.

Dalam konteks inilah, data digital yang dihimpun dari berbagai peranti seperti media sosial, sensor-sensor, kamera pantau, dsb dapat diambil value-nya melalui aktivitas analitik. Wawasan (insights) yang didapat bisa menjadi bahan pertimbangan bagi aparat untuk mengambil keputusan. Namun, jika tidak ditindaklanjuti dengan tindakan, ya mubazir saja. Artinya, banjir tetap ada, sampah tetap menumpuk, jalanan tetap macet, pemakaian listrik tetap boros, serta kualitas lingkungan makin menurun.

Pertanyaan sederhananya: apa yang akan dilakukan Pemkot/Pemkab jika sudah berhasil mengumpulkan data dan informasi dari berbagai peranti dan saluran digital mengenai, umpamanya banjir di sebuah wilayah? Jika keputusan dan tindakan yang diambil masih saja serupa dengan sebelumnya, berarti peranti teknologi digital yang dipasang tidak memberi pengaruh positif.

Jika setelah itu tidak ada keputusan dan tindakan cepat dan tepat yang diambil untuk mengatasi masalah, rasanya ya belum layak disebut kota cerdas. Pendeknya, kecerdasan sebuah kota bukan ditunjukkan oleh sudah terpasangnya berbagai peranti teknologi digital secara terkoneksi, melainkan pada keputusan dan tindakan apa yang ditempuh secara cepat dan tepat agar suatu persoalan segera teratasi. Dan dalam jangka panjang, keberhasilan kota cerdas ditunjukkan lewat perbaikan kualitas hidup warga di kota itu.

Untuk kota-kota Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, atau Semarang, bolehlah kecerdasan kota ini diperlihatkan mulai dari kelancaran lalu-lintasnya lebih dulu sehingga mobilitas warga jauh lebih baik dan nyaman. Bukankah data dapat dihimpun: pada jam berapa lalu lintas macet, di jalan-jalan mana, berapa tingkat kepadatan kendaraannya, dst. Bila harus dengan lebih tegas mendisiplinkan warganya dalam berkendaraan, kenapa tidak? (sbr ilustrasi: lowcarbonfutures.org) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB