x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Sumberdaya Kerumunan: Ketika Aneka Keahlian Bertemu

Banyak hal bisa membuahkan hasil yang jauh lebih bagus manakala melibatkan banyak sumberdaya dengan beragam keahlian. Kerumunan semut telah memberikan contoh bagaimana menghimpun berbagai sumberdaya demi kemaslahatan bersama.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kerumunan orang tidak selalu bermakna kekacauan. Tiap-tiap orang dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi sesuatu. Ibarat kerumunan semut, dari penglihatan sepintas mereka tampak bergerak ke sana kemari tanpa tujuan. Namun para ahli yang mengamati kehidupan mereka akhirnya kagum bahwa komunitas semut bukanlah kerumunan (crowds) yang tanpa arah. Masing-masing semut memiliki peran dan kontribusi bagi terkumpulnya makanan bagi komunitas.

Wikipedia adalah contoh yang hingga kini mengundang decak kagum. Orang-orang dari berbagai latar belakang profesi, berpengetahuan yang beraneka, keturunan dari bermacam etnis, tinggal di belahan dunia yang tersebar, sanggup berhimpun demi kemanusiaan. Masing-masing kontributor menyumbangkan pengetahuan yang dimilikinya, layaknya semut-semut mengusung sebutir nasi. Ini adalah contoh crowdsourcing nirlaba, karena kontributor dan pengelolanya percaya bahwa pengetahuan manusia adalah milik bersama.

Pelibatan konsumen dan kolaborasi menjadi tema yang banyak diperbincangkan di pertengahan 2000an. Banyak pemikir dan penulis yang mengembangkan teori-teori yang dipengaruhi oleh gagasan “co-creation”-nya C.K. Prahalad. Di antara yang penting adalah konsep crowdsourcing yang “ditemukan” oleh Jeff Howe dan dipublikasikan dalam artikel ‘The Rise of Crowdsourcing’ majalah Wired  edisi Juni 2006 serta inovasi terbuka yang dipromosikan oleh Henry Chresbrough, guru besar dan direktur eksekutif Center for Open Innovation di Berkeley.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di ranah bisnis, crowdsourcing juga menjadi pilihan untuk mewujudkan suatu produk. FastPencil, penerbit buku-buku digital, tergolong yang terdepan dalam merintis pola semacam itu untuk produksi buku. Perusahaan ini tak ubahnya fasilitator bagi penulis yang bermaksud menerbitkan naskahnya. FastPencil menjadi sejenis hub yang menghubungkan berbagai sumberdaya untuk mendukung kerja penulis, misalnya ilustrator, desainer sampul, layoutter buku, dan editor.

Masing-masing profesional boleh memajang portofolionya di situs FastPencil, dan siapapun yang ingin menerbitkan naskahnya bisa memilih editor mana yang disukai, desainer mana yang cocok seleranya, atau layoutter mana yang sanggup bekerja secepat keinginannya. Jejaring ini bekerja sama untuk menopang tujuan penulis menerbitkan naskahnya. FastPencil tidak mendikte siapa harus memilih siapa agar karya tersebut terealisasi.

Alih-alih memperebutkan pasar, FastPencil justru menciptakan pasar dengan mempertemukan berbagai keahlian, bisa penulis, ilustrator, desainer, dan penata letak. Bahkan, mereka yang “amatir” sekalipun dapat ikut ambil bagian. Mereka yang senang menggambar atau menulis sebagai hobi kini memiliki peluang besar untuk memiliki pasar.

Gerakan open source juga telah memperlihatkan keampuhan kerumunan sumber daya ini. Jejaring keahlian terdistribusi ini memanfaatkan internet untuk mengeksplorasi kekuatan ribuan, bahkan jutaan, sumberdaya manusia. Semangat kebersamaan, spirit kerumunan, telah sanggup menerabas cost barrier yang sebelumnya memisahkan kaum amatiran dari para professional. Tak selalu gratis, memang, tapi jelas lebih murah dari sebelumnya.

Menjadi jelas bahwa melalui aktivitas crowdsourcing terbangun kapabilitas kerumunan atau crowd capability, yang mencakup tiga unsur: struktur, konten, dan proses. Struktur mewakili teknologi yang digunakan atau memperlibatkan kerumunan ke dalam  proyek. Konten mewakili jenis masukan yang datang dari kerumunan: tulisan, desain, ilustrasi, tata letak halaman. Sedangkan proses menunjukkan proses yang dijalani sejak dari masing-masing orang yang terlibat proyek hingga diperoleh hasil berupa buku, misalnya.

Crowdsourcing agaknya bukan lagi pilihan, melainkan jalan yang tak terelakkan, setidaknya jalan yang rasional untuk menghemat pemakaian sumberdaya dengan keragaman yang tinggi. Manusia tak lagi bisa dikungkung dalam batas-batas perusahaan atau organisasi secara sempit. Banyak hal bisa membuahkan hasil yang jauh lebih bagus manakala melibatkan banyak sumberdaya dengan beragam keahlian. Kerumunan semut telah memberikan contoh bagaimana menghimpun berbagai sumberdaya demi kemaslahatan bersama. (sbr ilustrasi: theispit.com)

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB