x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Andai Einstein Jadi Musisi

Einstein memang pernah berujar, “Seandainya aku bukan fisikawan, aku mungkin menjadi musisi. Aku sering berpikir di dalam musik. Aku menghidupkan mimpin-mimpiku dalam musik."

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Banyak orang mungkin membayangkan apakah Albert Einstein akan sehebat yang dipujikan orang bila ia bukan fisikawan? Katakanlah, bila ia memilih jalan menjadi musisi, sanggupkah ia bersaing dengan gitaris maut mendiang Jimmy Hendrix atau penyanyi John Legend atau violis Jascha Heifetz?

Entahlah. Einstein memang pernah berujar, “Seandainya aku bukan fisikawan, aku mungkin menjadi musisi. Aku sering berpikir di dalam musik. Aku menghidupkan mimpin-mimpiku dalam musik. Aku melihat kehidupanku dalam tuturan musik. Aku sangat mendapatkan kenikmatan dalam hidup dari biola.” (wawancara dengan G.S. Vierack, Saturday Evening Post, 26 Oktober 1929).

Di samping fisika, musik, dan cerutu, Einstein punya minat pula pada filsafat, isu-isu politik, maupun kemanusiaan. Einstein pernah berkirim surat kepada Presiden AS Roosevelt pada 1939. Di dalam suratnya ia mengungkapkan kecemasannya terhadap upaya Jerman dalam membangun kekuatan nuklir. Roosevelt sangat mungkin terpengaruh oleh surat ini dan ia pun memprakarsai Proyek Manhattan untuk membangun kemampuan AS dalam membuat bom atom.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Keluasan perhatian Einstein terlihat dalam kutipan dari ucapan, pidato, surat pribadi, maupun tulisan-tulisan Einstein di luar urusan fisika yang dihimpun Alice Calaprice. Hasil kerja tekun Calaprice membuahkan buku The Ultimate Quotable Einstein (terbit 2011) yang memuat sekitar 1.600 kutipan yang mencakup beragam isu, mulai dari perdamaian, Tuhan, pendidikan, teman-teman, musik, hingga soal anak-anaknya.

Dikenal sebagai fisikawan hebat, Einstein juga seorang ayah yang menaruh perhatian pada anak-anaknya. Begitu cerdik Einstein menyemangati puteranya, Eduard (1930): “Orang itu tak ubahnya sepeda. Mereka bisa menjaga keseimbangan hanya sepanjang mereka terus bergerak.”

Di tengah kecenderungan serba cepat di zaman internet saat ini, kutipan surat-surat pribadi Einstein terasa memantikkan spirit kemanusiaan—mengajak kita untuk jeda sejenak dan menyadari bahwa ada banyak hal penting di luar kecepatan dan ketergesaan. Einstein memperlihatkan diri sebagai pribadi terbuka terhadap aneka gagasan, meskipun ia yakin bahwa nilai-nilai kemanusiaan yang paling dasar tidak pernah berubah. “Manusia dapat menemukan makna kehidupan hanya dengan mengabdikan dirinya kepada masyarakat,” ujarnya.

Sebagai ilmuwan, Einstein tidak bersikap apolitis. Sebagai orang yang berdarah Yahudi, ucapan-ucapan Einstein menunjukkan pergulatannya dalam berbagai isu ke-Yahudi-an. Satu saat ia mengatakan, dan ini barangkali sejenis otokritik terhadap darah keturunannya, “Seandainya kita tidak harus hidup di antara orang-orang yang tidak toleran, berpikiran sempit, dan keras, aku akan jadi orang pertama yang menafikan semua nasionalisme dan lebih memilih kemanusiaan universal.”

Einstein mengaku seorang determinis, sebagaimana ia sangat dikenal dengan ucapannya dalam konteks salah satu isu fisika yang krusial, “Tuhan tidak bermain dadu.” Ia mengungkapkan posisi yang sama ketika berbicara tentang Yahudi. “Aku tidak memercayai kehendak bebas. Yahudi percaya kehendak bebas. Mereka percaya bahwa manusia membentuk kehidupannya sendiri. Aku menampik doktrin itu secara filosofis. Dalam pengertian itu, aku bukan seorang Yahudi.”

The Ultimate Quotable Einstein begitu inspiratif. Jarak waktu yang sudah berlalu tak mengurangi relevansinya—boleh jadi lantaran universalitas kemanusiaan pandangannya, yang melampaui keyahudiannya.

Sebagai pencari kebenaran, hingga akhir hayatnya Einstein tak kenal letih berikhtiar memecahkan misteri semesta. Kendati mengaku bahwa dirinya tipikal penyendiri dalam kehidupan sehari-hari, tapi, kata Einstein “Kesadaranku bersama komunitas-tak-terlihat, yang terdiri dari orang-orang yang mencari kebenaran, keindahan, dan keadilan, telah mencegahku dari perasaan terisolasi.” Spirit inilah, agaknya, yang menyemangati Einstein untuk menemukan jawaban atas misteri itu. *** 

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler