Seorang dokter muda wafat, meninggalkan dunia fana di usia 26 tahun di pedalaman Papua. Dr Dhanny Elya Tangke alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin gugur ketika menjalankan tugas. Penyakit malaria menderanya sehingga tidak tertolong. Dr Dhany wafat di Rumah Sakit Abepura 13 Mei 2015.
Dunia kesehatan Indonesia berkabung. Dokter Dhanny menjalankan tugas sebagai tenaga kesehatan Pegawai Tidak Tetap (PTT). Suatu peristiwa yang membuat keluarga besar almarhum trenyuh. Putra kesayangan yang dibesarkan kemudian kuliah kedokteran sampai 6 tahun ternyata meregang nyawa di negri orang. Ketika musibah telah terjadi dan maut menjemput dokter muda ini siapa lagi yang akan disalahkan.
Kita berharap dan juga tentunya Ibu Dr Nila Moeloek Menteri Kesehatan agar peristiwa wafatnya seorang tenaga kesehatan di pedalaman merupakan kejadian yang kesekian dan harus menjadi musibah yang terakhir. Satu saja saran untuk Ibu Menteri, tolong abadikan pengorbanan Dr Dhanny Elya Tangke di salah satu nama Rumah Sakit di Indonesia.
Kompensasi apapun yang diberikan pemerintah kepada keluarga tidak akan dapat mengganti pengorbanan jiwa Dr Dhanny. Oleh karena itu wajarlah upaya mengabadikan nama Dr Dhanny sebagai upaya preventif agar tenaga kesehatan dalam lingkup PTT tidak ada lagi yang menjadi korban.
Perlu persiapan matang sebelum memberangkatkan dokter atau perawat / bidan ke wilayah terpencil. Janji manis Program PTT akan mendapat status Pegawai Negri Sipil (PNS) dan peluang melanjutkan pendidikan ke tingkat spesialis jangan dianggap sebagai daya penarik agar mereka mau (terpaksa) bekerja di tempat yang jauh dari fasilitas kenyamaman.
Kenapa sampai harus di abadikan secara permanent nama Dr Dhanny pada Institusi Kesehatan. Kita semua paham bahwa masyarakat Indonesia adalah bangsa pelupa. Biasanya setelah musibah berlalu satu bulan, para pejabat Kementrian Kesehatan sudah disibukkan dengan pekerjaan rutin. Tidak ada sesuatu yang membekas padahal pengorbanan Dr Dhany merupakan gambaran betapa kurang optimalnya upaya pelayanan kesehatan di negeri ini.
Derajat kesehatan masyarakat di pengaruhi oleh 4 faktor. Selain faktor keturunan dan lingkungan, terdapat faktor perilaku dan pelayanan kesehatan. Dua faktor terakhir itu menjadi domain Kementrian Kesehatan. Tanggung jawab Menkes mengelola sumber daya dalam sistem kesehatan nasional bukan hanya berhenti di kertas saja. Tenaga kesehatan adalah benteng negara. Dapat dibayangkan apabila benteng itu runtuh bagaimana lagi kondisi derajat kesehatan masyarakat.
Sekali lagi Bu Nila Djuwita Moeloek, jangan sampai pengorbanan almarhum sia sia dan semoga tidak akan ada korban selanjutnya. Kementerian Kesehatan harus mengabadikan peristiwa ini agar bisa diingat ingat terus menerus sebelum melanjutkan Program PTT. Seandainya tidak ada lagi nama Rumah Sakit yang akan di abadikan dengan nama Dr Dhanny, kenapa tidak Ruang Rapat Menteri Kesehatan dengan Para pejabat eselon 1 dan eselon 2 di beri nama Aula Dr Dhanny Elya Tangke. Mudah mudahan dengan demikian perjuangan yang berakhir pengorbanan seorang tenaga kesehatan akan membuat para pejabat tersebut lebih berhati hati ketika membuat kebijakan di bidang kesehatan.
Salam salaman
TD
Ikuti tulisan menarik Thamrin Dahlan lainnya di sini.