x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengelola Rapat dengan Rasa Empati

Bila Anda seorang pemimpin, Anda punya kewajiban untuk menjadikan rapat berjalan lebih baik. Bukan hanya efektif, efisien, terkendali, dan membuahkan hasil yang siap dieksekusi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Alih-alih jadi hari menyenangkan setelah libur akhir pekan, bagi sebagian orang Senin jadi hari yang  tidak disukai. Rapat mingguan sudah menunggu, laporan belum 100% siap, sementara mata atasan siap mewaspadai ‘keanehan-keanehan’ yang mungkin muncul di ringkasan laporan.

“Saya malas ikut rapat,” ujar seorang staf. Mengapa? Rapat boleh jadi membosankan lantaran bertele-tele dan keputusan tak kunjung diambil. Diskusi berlarut-larut sehingga memboroskan waktu. Rapat bisa pula menegangkan dan menakutkan lantaran atasan seolah-olah siap menerkam.

Bila Anda seorang pemimpin (leader), Anda punya kewajiban untuk menjadikan rapat berjalan lebih baik. Bukan hanya membuat rapat efektif, efisien, terkendali, dan membuahkan hasil yang siap dieksekusi, tapi juga menjadikan rapat yang nyaman bagi peserta. Staf tidak takut bakal dicecar oleh atasan, tak ragu mengutarakan pendapat, serta menjadi forum yang ditunggu karena ini forum kolaborasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tidak mudah? Memang tidak mudah, sebab biasanya di forum rapat hadir orang-orang yang merasa lebih tahu, lebih pintar, dan lebih berpengalaman. Ada yang mudah bersikap emosional lantaran perbedaan pandangan yang tajam. Ada pula yang gusar karena pendapatnya selalu disanggah. Bila situasinya seperti ini, bagaimana kolaborasi tim bisa terwujud?

Sebagian orang mungkin menyarankan agar pemimpin rapat mengundang orang-orang yang tepat, menyiapkan agenda yang lebih baik, serta membuat persiapan lain yang lebih bagus. Meski begitu, ada soal lain yang patut memperoleh perhatian lebih, yaitu memanfaatkan kecerdasan emosional Anda terkait dengan kemampuan mengelola emosi diri sendiri dan bersikap empati.

Kompetensi pertama bermula dari pengenalan terhadap diri sendiri (self-awareness), apakah saya orang yang mudah terpancing emosi, apakah saya tergolong mau mendengarkan pendapat orang lain, apakah saya mampu bersikap tegas dalam memutuskan, apakah saya kerap mengalah kepada pandangan orang lain.

Kompetensi kedua berhubungan dengan sejauh mana kita memahami orang lain. Dalam konteks ini tak lain peserta rapat. Siapa mendukung gagasan apa atau mendukung siapa (tak penting gagasannya apa)? Siapa yang bersikap resisten alias menentang dan tak setuju. Banyak orang punya kemampuan untuk menyembunyikan dukungan atau penentangan hingga saat-saat tertentu ketika keputusan hendak diambil. Mereka pemain ‘politik kantor’ yang cerdas.

Sebagian lainnya mungkin secara tulus mengutarakan pikiran dan ide mereka demi tujuan baik organisasi.  Sikap empatetik kepada mereka akan memudahkan Anda, sebagai pemimpin, untuk mengendalikan rapat—tentu saja, dalam pengertian positif.

Kecerdasan emosional ini akan membantu Anda memahami konflik tersembunyi, yang seringkali tidak terkait langsung dengan topik yang tengah dibicarakan di dalam rapat. Yah, mungkin berkaitan dengan ‘orang kantoran’ dan ‘orang lapangan’, ‘orang pusat’ dan ‘orang daerah’, atau ‘senior’ versus ‘yunior’.

Sejumlah ahli manajemen berpandangan, kecerdasan terkait empati ini memungkinkan Anda ‘melihat yang tak terlihat’ alias merasakan dinamika di antara peserta rapat. Anda dapat menangkap perasaan yang tidak diutarakan—banyak pula peserta rapat yang tidak sanggup menyembunyikan reaksi emosionalnya terhadap pandangan peserta rapat lainnya. Respon sebagian peserta lainnya dapat ditangkap antara lain dari gestur tubuh dan vibrasi atau getar suara saat berbicara.

Sebagai pemimpin, Anda dapat memanfaatkan kecerdasan emosional Anda—dalam hal ini, empati—untuk menangkap ke arah mana pandangan peserta rapat lebih condong. Anda dapat pula memahami apa sesungguhnya respons peserta terhadap ide-ide Anda. Jadi, menurut para ahli, sebagai pemimpin, Anda dapat memasukkan ide Anda ke dalam benak dan perasaan mereka berbekal sikap berempati, yang membuat peserta rapat merasa nyaman selama membahas laporan maupun rencana organisasi Anda. (sbr ilustrasi: usm.maine.edu) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

6 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB