x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Memasuki Jagat Filsafat Lewat Memoar, Novel, dan Grafis

Ada orang-orang filsafat yang mengerti bahwa banyak orang ‘di luar sana’ yang ingin memahami filsafat dengan cara yang lebih mudah. Mereka mencairkan filsafat dan menulisnya dengan cara berbeda.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ada banyak buku filsafat. Bukan peminat filsafat membayangkannya sebagai buku yang tebal, bahasa yang sukar dimengerti, makna yang salah dipahami, dengan beragam istilah yang membingungkan. Nyaris setiap filosof besar sepanjang sejarah punya pemahaman sendiri tentang dunia ini dengan istilah-istilah yang mereka buat sendiri. Dan repotnya, kebanyakan mereka merasa benar dengan pemahamannya.

Tentu saja ada orang-orang filsafat yang mengerti bahwa banyak orang ‘di luar sana’ yang ingin memahami filsafat tapi dengan cara yang lebih mudah. Seperti halnya banyak ilmuwan yang menulis buku sains populer, orang-orang filsafat seperti Jostein Gaarder dan Bryan Magee berusaha mencairkan filsafat atau menulisnya dengan cara berbeda agar lebih banyak orang ‘di luar sana’ tidak salah mengerti.

Tiga buku berikut ini ditulis sebagai bagian dari upaya itu. Karya-karya ini tergolong menarik sebagai medan penjelajahan awal ke rimba filsafat yang kaya akan pepohonan gagasan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

DUNIA SOPHIE

Ketika filsafat dipersepsikan sebagai sesuatu yang sangat mengernyitkan dahi, Jostein Gaarder menunjukkan betapa filsafat dapat didekati dengan cara yang lebih menyenangkan. Gaarder, yang pernah mengajar filsafat untuk siswa SMA, menunjukkan bahwa filsafat tetap dibutuhkan di zaman kini.

Lewat tokoh Sophie, gadis berusia 14 tahu yang serba ingin tahu, kita diajak menyusuri misteri kehidupan dan berusaha menemukan jawaban filosofis atas misteri itu. Bersandarkan pada rasa ingin tahu, kita ikut berpetualang di antara dua dunia itu—berayun-ayun di antara dunia fiksi dan dunia filosofis.

Dengan mengikuti perjalanan Sophie Amundsen, kita akan bertemu dengan para moyang pemikir dunia hingga ke masa Yunani kuno. Kita akan bersua dengan Karl Marx, George Berkeley, Rene Descarters, dan banyak lagi—walau sayangnya kita tidak bertemu dengan Umar Khayyam dan Ibn Rusyd.

Perjalanan mengikuti Sophie sungguh menyenangkan, meski kita bisa tidak sepenuhnya bersepakat dengan Gaarder yang tidak menapaki jejak-jejak filosof besar lain di luar apa yang dikelompokkan sebagai “Barat”. Buku ini sudah terjual lebih dari 20 juta eksemplar.

 

MEMOAR SEORANG FILOSOF

Judul asli karya Bryan Magee ini adalah Confession of a Philosopher: A Personal Journey through Western Philosophy from Plato to Popper. Karya ini adalah kisah penemuan filsafat Macgee dan karena itu bukan hanya hidup tapi juga menunjukkan relevansinya dengan kehidupan sehari-hari.

Dalam penuturan yang populer, topik filsafat menjadi lebih dapat dicerna oleh pembaca yang tidak intens dengan karya-karya asli para filosof yang rumit. Magee mengeksplorasi gagasan filsafat seolah ia bertemu dan berbicara langsung dengan filosofnya. Magee memperkenalkan figur-figur besar dan gagasan mereka, sejak dari era sebelum Sokrates hingga Bertrand Russell dan Karl Popper. Tentu saja, termasuk Wittgenstein, Kant, Nietzsche, dan Schopenhauer.

Magee memburu filsafat bukan hanya untuk memuaskan dahaga ingin tahunya, tapi juga berusaha berbagi ‘kenikmatan’ filsafat melalui siaran radio dan televisi. Buku populer ini adalah bagian dari upaya Magee agar sebanyak mungkin orang merasakan manfaat filsafat.

 

THE PHILOSOPHY BOOK

Dalam hal penyajian, karya bersama Will Buckingham, Douglas Bumham, Peter J. King, dan Clive Hill berbeda dengan karya Jostein Gaarder maupun Magee. Tapi, tujuan ketiga buku ini seiring, yakni mencairkan konsep-konsep filsafat agar lebih mudah dicerna oleh lebih banyak orang.

Mengandalkan desain grafis dan tipografi kreatif yang menjadikan penampilan terkesan lebih populer, mereka berupaya menghindarkan penjelasan yang mudah disalahpahami oleh pembaca. Teori-teori rumit dan konsep-konsep abstrak disederhanakan.

The Philosophy Book memberi napas baru bagi siapapun yang berminat terhadap gagasan filsafat, yang kerap dianggap sangat sukar, memusingkan, dan tidak menarik. Tatkala membahasa ajaran Siddharta Gautama, Will dan kawan-kawan memberi judul atraktif: “Happy is he who has overcome his ego.” Dan ketika menguraikan ide-ide Max Scheler, mereka membukanya dengan “Love is a bridge from poorer to richer knowledge.” **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler