x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Enam Aktivitas Membangun Literasi Sains

Upaya formal belum lagi mampu menyediakan lingkungan belajar sains yang menyenangkan. Diperlukan aktivitas lain yang mampu mendorong rasa ingin tahu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Apa upaya yang bisa ditempuh untuk meningkatkan literasi sains dalam masyarakat kita, khususnya anak-anak dan remaja? Banyak saran sudah disampaikan, seperti revitalisasi kurikulum sains di sekolah-sekolah, penguatan kompetensi guru, peningkatan kualitas proses belajar sains, dan banyak lagi.

Semuanya terkesan formal lantaran berpusat kepada sekolah. Sayangnya pula, upaya formal ini belum lagi mampu menyediakan lingkungan belajar sains yang menyenangkan. Pertanda menyenangkan itu dapat dilihat apabila anak tidak takut, cemas, minder saat belajar. Mereka banyak bertanya karena dorongan rasa ingin tahu.

Lantaran itu, di sejumlah negara telah dicoba berbagai cara lain agar anak-anak dapat belajar sains dengan rasa senang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pertama, melalui film. Film-film science fiction menjadi media belajar yang mengasyikkan (Noves, 2000). Sejumlah sarjana di Brazil telah menggunakan film-film semacam ini, seperti Star Wars, A Space Odyssey, Star Trek, dan sebagainya, dalam aktivitas pembelajaran.

Materi ini bersifat ekstra-kurikuler dan tidak dievaluasi, sehingga anak-anak dapat belajar tanpa rasa tegang karena nanti akan diuji, misalnya. Para fasilitator pembelajaran mengembangkan atmosfer informal yang menyenangkan di ruang pertemuan. Mereka belajar bukan saja fenomena ilmiah yang jadi tema film, tapi juga berusaha menemukan konsep-konsep sains yang digunakan di dalam film itu.

Kedua, melalui sejarah sains. Sejarah sains dikembangkan sebagai sarana untuk memelajari bagaimana sebuah konsepsi sains tertentu mengalami pertumbuhan. Wang dan Marsh (2000) melaporkan bahwa rekomendasi untuk menyertakan sejarah sains ke dalam bagian dari reformasi pengajaran sains didasarkan atas alasan spesifik, yakni menyediakan konteks bagi isu-isu tertentu. Misalnya saja, mengapa konsep tentang gerak antara Newton dan Einstein berbeda, bagaimana sejarah perubahan konsep tersebut?

Ketiga, meningkatkan komunikasi antara ilmuwan dengan masyarakatnya. Kompleksitas perkembangan sains dan teknologi saat ini maupun di masa mendatang semakin memperkuat kebutuhan untuk menghubungkan komunitas ilmiah dengan masyarakat luas.

Sejumlah studi tentang pemahaman publik mengenai sains memperlihatkan bahwa kesenjangan di antara dua kelompok tersebut cenderung menimbulkan masalah serius pada saat kebijakan publik tertentu harus diambil. Bagi komunitas ilmiah, dalam pandangan Testa (2006), komunikasi diperlukan untuk survive, melindungi diri, memperoleh sumber daya, serta untuk tumbuh. Sedangkan bagi masyarakat umum, komunikasi diperlukan untuk memahami perkembangan ilmu pengetahuan dengan lebih baik dan langsung dari sumbernya. Sejumlah ilmuwan dunia, seperti Albert Einstein, Stephen Hawking, Richard Dawkins, Richard Feynman, Paul Davis, bahkan menulis buku yang dibaca oleh masyarakat umum.

Komunikasi dengan publik melalui kegiatan ceramah (public lecture) dapat mendekatkan masyarakat dengan isu-isu sains maupun dengan sosok ilmuwan. Para ilmuwan kita jarang memberikan ceramah publik mengenai berbagai isu sains. Komunikasi biasanya dilakukan dengan perantaraan media seperti suratkabar, majalah, dan televisi yang memiliki keterbatasan karena sudah dimediasi.

Keempat, lembaga-lembaga riset, museum, maupun kampus dapat berperan serta meningkatkan literasi sains. Kebun Raya Bogor, Observatorium Bosscha, Museum Geologi, Lembaga Eijkman, LIPI, dan banyak lagi dapat berbagi dengan masyarakat mengenai apa yang mereka kerjakan dan  pengetahuan yang mereka miliki.

Keterbukaan lembaga-lembaga ini untuk dikunjungi oleh masyarakat dapat mengurangi hambatan komunikasi antara ilmuwan dan publiknya (Burns, 2003). Dari hasil eksplorasinya, Henriksen dan Frøyland mengungkapkan potensi museum untuk menyediakan informasi dan pengalaman bagi pengunjung yang relevan dengan isu-isu terkait sains yang mereka jumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik secara individual maupun sosial.

Kelima, keterbatasan produksi buku-buku sains populer harus segera ditanggulangi mengingat buku merupakan sarana penyebaran pengetahuan yang relatif mudah diakses. Keterbatasan ini memang teratasi untuk sebagian melalui pemanfaatan Internet. Hanya saja masyarakat harus bersikap lebih selektif dalam menyaring informasi yang membanjir melalui Internet.

Keenam, pembentukan klab-klab sains dapat menjadi ajang pembelajaran yang mengasyikkan, terutama bagi anak-anak usia sekolah dasar dan menengah. Dengan mengerjakan proyek sains, anggota klab memperoleh pengalaman langsung bagaimana ‘doing science’ dan bukan hanya ‘using science’. Anggota klab dapat merasakan ‘bagaimana menjadi ilmuwan’.

Dari aktivitas ini, minat terhadap sains dapat dipupuk secara berkelanjutan dan apresiasi terhadap ilmuwan dapat meningkat. Cara berpikir sains dan hasrat untuk mencari dan menemukan sesuatu (scientific inquiry) dapat ditularkan melalui kegiatan klab. (foto: tempo.co)

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler