x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

150 Tahun Alice in Wonderland

Satu setengah abad yang lampau, cerita anak-anak Alice's Adventures in Wonderland terbit. Penggemarnya jutaan orang, tafsirnya bermacam-macam.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada suatu hari di musim panas yang hangat, Alice mulai bosan duduk di samping kakaknya, yang hidungnya terkubur dalam sebuah buku. Tiba-tiba, seekor kelinci putih bermata merah muda berlari di depannya dan berteriak, “Aduh, aku terlambat!”

Kelinci itu menari arloji dari sakunya untuk melihat waktu. Dia menggelengan kepala, lalu menghilang ke dalam lubang kelinci.

“Aku harus mencari tahu mengapa dia terburu-buru,” ujar Alice. Dipenuhi rasa ingin tahu, ia berlari ke lubang kelinci dan mengintip lewat pintu masuk. Tiba-tiba saja lubang itu merosot dan Alice terjatuh ke dalamnya. “Kapan aku mencapai dasar lubang mengerikan ini?” teriak Alice sembari tak berdaya meluncur ke bawah.

Kisah petualangan gadis kecil bernama Alice itu menggoda jutaan pembaca untuk sampai ke akhir ceritanya. Lewis Carroll, penulisnya, mungkin tak menyangka bahwa cerita rekaannya bakal mashur seantero bumi. Dan kini, mereka yang pernah terpukau oleh dongeng fiktif ini mungkin ikut merayakan 150 tahun diterbitkannya Alice’s Adventures in Wonderland, tahun ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Cerita yang kemudian lebih populer sebagai Alice in Wonderland ini ditulis Charles Lutwidge Dodgson, nama asli Caroll, untuk anak-anak di zaman Victorian. Cerita ini kemudian disukai pula oleh pembaca dewasa, yang mungkin mendongengkan untuk anaknya. Ketenaran Alice in Wonderland ditunjukkan oleh sambutan yang tak henti hingga kini. Walt Disney membuat filmnya, Jefferson Airplane menulis lagunya, dan kantor pos Inggris Royal Mail menerbitkan sejumlah perangko bertema petualangan Alice.

Sejak diterbitkan pada tahun 1865, karya Carroll ini menarik beragam respons. Penguasa Cina pada tahun 1931 melarang peredaran kisah petualangan Alice ini lantaran di dalamnya hewan-hewan bertingkah laku dan berbicara layaknya manusia. Upaya Carroll ‘memanusiakan’ hewan-hewan ini rupanya dianggap menghina akal sehat.

Respon lainnya mungkin mirip dengan ‘analisis’ sebagian orang terhadap karya C.S. Lewis, Narnia, yang dianggap membawa pesan-pesan tersembunyi. Kisah yang direka Lewis ini juga terbilang ajaib, ketika karakter utamanya memasuki ‘dunia lain’ melalui sebuah lemari.

Tapi, apakah Alice in Wonderland memang sekedar kisah petualangan anak-anak? Atau ada pesan tersembunyi? Atau ada makna yang mesti digali? Sejak terbit pertama kali di era Victorian, Inggris, pembaca dari generasi yang berbeda memberi tafsir yang berlainan terhadap karya Carroll ini.

Dalam bukunya, Alice’s Adventures: Lewis Carroll in Popular Culture, Profesor Will Brooker dari Kingston University, London, mengatakan bahwa setiap generasi menafsirkan naskah Carroll dengan cara yang mencerminkan budaya generasinya. “Pada tahun 1930an, tafsirannya psikoanalisis, pada 1960an psychedelia, dan pada 1990an paedophilia,” tulis Brooker. “Pada 1930an adalah era ketika orang mulai berpaling kepada apa yang semula dianggap sebagai cerita anak-anak yang tak masuk akal tapi menyenangkan. Mereka berpikir pasti ada sesuatu yang lebih dalam dari yang  terlihat di permukaan—sebuah pendekatan Freudian.”

“Pada tahun 1960an orang-orang beranggapan bahwa Carroll menggunakan obat-obatan seperti mereka di masa itu, sebab cerita itu menyerupai pengalaman mereka memakai LSD. Mereka pikir ia berbicara dalam bahasa mereka,” tulis Brooker.

Lalu era 1990an tiba, dan kepanikan moral terjadi karena paedophilia mencengkeram masyarakat. Hubungan Carroll dengan Alice dalam kehidupan nyata pun dikaji kembali ‘secara ilmiah’, lantaran sosok Alice diilhami putri seorang teman Carroll. “Orang bertanya-tanya, lalu menafsirkannya sebagai hubungan akrab antara seorang lelaki dewasa dengan gadis kecil.”

Apapun tafsirannya, Alice in Wonderland telah menghibur jutaan anak sepanjang 150 tahun. Bagi anak-anak, maupun kebanyakan pembaca dewasa, menikmati petualangan Alice yang seru itu lebih menyenangkan ketimbang sibuk membuat tafsir ini dan itu. (ilustrasi karya Jessie Willcox Smith) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler