x

Petani Garam di Desa Eretan Kulon, Kecamatan Kandang Haur, Pantura, Jawa Barat, Senin (22/8). Harga garam dipasaran mengalami penurunan dari Rp 700 per kilogram menjadi Rp 500 per kilogram. Penurunan harga dikarenakan impor garam dari India dan Austr

Iklan

Mahendra Ibn Muhammad Adam

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja - FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Reshuffle Mendag: Karena Rachmat dan Susi ‘Musuhan'?

Presiden Jokowi sudah melantik Menteri Perdagangan yang baru, apakah reshuffle ini indikasi dari miskoordinasi antara Pak Rachmat dan Bu Susi?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Rencana pemerintah mengimpor garam hingga 2,2 juta ton ditanggapi Menteri Kelautan dan Perikanan, Bu Susi dengan rencana menghentikan pemberdayaan bagi petani garam. Ia mengaku kecewa dengan izin dari Pak Rachmat Gobel, ketika sebagai Menteri Perdagangan, yang mengizinkan impor garam 2,2 juta ton. Ada sejumlah asumsi yang mengikuti miskoordinasi kedua kementerian ini. Berikut sejumlah hipotesis:

Pertama, kementerian belum kompak. Sangat disayangkan ketika suatu kementerian mengumbar informasi tentang miskoordinasi sesama mereka. Tapi karena era infomatika ini dan kemajuan teknologinya, boleh jadi ter-publish-nya peristiwa ini bukan suatu masalah.

Kedua, Rachmat Gobel dan Susi Pudjiastuti sama-sama tidak mau mengalah. Bu Susi berencana tidak akan lagi memberdayakan petani garam karena akan membuang dana, dan impor garam (untuk industri kimia, seperti farmasi, kaca, dan pengeboran) membuat harga garam dalam negeri menjadi jatuh. Seandainya jadi mengimpor, harapan menteri Susi tidak sampai 2,2 juta ton, sebab hanya dibutuhkan 1,1 juta ton untuk keperluan pelaku industri kimia. Memang petani garam di indonesia belum mampu menghasilkan garam yang dibutuhkan industri kimia seperti NaCl 96 dengan magnesium dan kadar air yang rendah, serta warna yang putih terang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain itu, jadwal impordinilai Bu Susi tidak tepat. Impor yang direncanakan Pak Rachmat bertepatan dengan jadwal panen petani garam. Menurut aturan (Permendag) garam tidak boleh masuk 1 bulan sebelum panen hingga 2 bulan setelah panen.

Sedangkan Pak Rachmat menilai semua garam yang diimpor tersebut untuk keperluan industri kimia dan tidak ada yang  bisa dimakan. Artinya tidak akan bersaing dengan garam rumahan (yang biasa dimakan), dan tidak pula berdampak pada jatuhnya harga garam (rumahan) lokal. Garam rumahan berbeda dengan garam industri. Garam untuk industri kimia tidak bisa dimakan.

Pak Rachmat membenarkan bahwa adanya izin impor garam, namun hanya untuk garam industri dan tak akan merugikan petani garam indonesia. Kemudian ia menjelaskan alasan kenapa kuota impor meningkat sebab kebutuhannya juga meningkat. Kebutuhan industri meningkat tentu karena permintaan masyarakat yang juga meningkat. 

Ketiga, sikap kritis Menteri. Peristiwa ini juga menunjukkan bahwa menteri juga punya pendapat dan pendiriannya masing-masing. Bagaimana mungkin seorang manusia dikekang sehingga menjadi tidak bersuara? Sikap yang berbeda dari kedua Bu Susi dan Pak Rachmat, adalah warna-warni argumen, hal tersebut tampaknya wajar.

Saran. Sebaiknya kedua kementerian lebih menonjolkan koordinasi, sebelum sampai beritanya ke media. Oleh karena arus informasi media sangat cepat maka koordinasi kedua kementerian harus lebih cepat lagi. Ya mau tak mau, begitulah era ini, era teknologi infomatika berkembang pesat.

Seandainya mencegah program kementerian lain (zamannya Pak Rachmat) yang diduga merugikan dengan cara menghentikan program yang baik milik kementerian Susi, tentu bukan langkah ‘stategis’. Sebagai contoh dalam organisasi mahasiswa ada kalanya masalah muncul, pernah mahasiswa kemudian lantas tidak mengancam akan berhenti melaksanakan programnya. Misal dalam Lembaga Penalaran Mahasiswa yang di bawahnya ada bidang PSDM (pengembangan sumber daya mahasiswa/Human Development) dan Business & Finance. Misal koordinator PSDM tidak mau melaksanakan program pelatihan manulis hanya karena koordinator bidang Business dan Finance keliru menjalankan program bisnisnya (penyediaan dana maupun pengajuan proposal).

Menteri Susi dan Pak Rachmat tentu lebih bisa mengkomunikasikan sehingga peristiwa miskoordinasi ini tidak terumbar ke media. Oleh karena arus informasi media bergerak cepat maka komunikasi antar menteri harus lebih cepat lagi. Sehingga selisih kecepatan arus informasi itu berbuah menjadi informasi yang manis, bukan miskoordinasi. Sehingga Presiden tak perlu memanggil keduanya di waktu yang terpisah: Menteri Susi dipanggil pada Kamis (6/08/15) saat pagi, sedangkan Pak Rachmat siang harinya. Bagaimana bisa ‘diadili’ kalau kedua belah pihak tidak duduk bareng? Kemudian pada 11 Agustus 2015, di kantornya, Menteri Susi mengakui masih kecewa dengan izin dari Pak Rachmat tersebut.

Hari ini Rabu (12/08/15) Presiden Jokowi sudah melantik Menteri baru, bahwa Pak Rachmat Gobel digantikan oleh Pak Thomas Trikasih Lembong sebai Menteri Perdagangan. Apakah reshuffle ini indikasi dari miskoordinasi antara Pak Rachmat dan Bu Susi? Tentu saja tidak gampang menjawabnya. Selanjutnya kenapa tidak keduanya saja di-reshuffle? Lagi-lagi ini pertanyaan yang tidak gampang dijawab.

Ikuti tulisan menarik Mahendra Ibn Muhammad Adam lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB