x

Iklan

Wulung Dian Pertiwi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Laut Sabang, Catatan-catatan Seorang Urban - Dimensi

Kalau adat, seperti pantang meulaot, benar diadopsi Indonesia dalam mengelola alam, satu kekhawatiran besar pasti melanda internasional, Indonesia mandiri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada Tuhan, pada sesama, dan pada alam, pantang meulaot ala Aceh sistem lengkap menurut saya, karena paling tidak, ada tiga dimensi interaksi manusia dikelola. Pantang meulaot adalah hukum adat pesisir Aceh berupa larangan segala aktifitas di laut, waktu-waktu tertentu. Ini berlaku juga di Sabang yang gugusan pulau kecil dengan mayoritas masyarakat pesisir.

Sebagian besar, pantang meulaot ada di waktu ibadah Islam, sebagai agama hampir semua penduduk Aceh. Mulai Kamis sore hingga Jumat lepas tengah hari misalnya, yang sejalan dengan waktu-waktu utama berdoa atau beribadah sesuai Islam. Sedikit banyak, ini tuntunan meletakkan kegiatan pemenuhan hajat hidup, seperti melaut, bukan segalanya, berarti pantang meulaot sekaligus ajakan menjaga hubungan baik manusia dengan Tuhan.

Pantang meulaot, beberapa,mengikuti hari besar Islam yang dirayakan. Pantang meulaot sehari penuh pada Idul Fitri dan Idul Adha, misalnya, membuktikan unsur penguatan interaksi manusia dengan Tuhan, sekaligus menjaga manusia tak tercabut dari ikatan sosial.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di Aceh, dua hari raya ini diperingati besar, lengkap kebiasaan saling berkunjung untuk maaf-mamaafkan. Penetapan pantang meulaot sehari penuh pada Idul Fitri dan Idul Adha, menegaskan adat mengurusi aspek keTuhanan dan keumatan secara bersama. Awal hari, masyarakat didorong beribadah sholat Id, setelahnya, berarti pantang meulaot memperkecil kemungkinan orang-perorangan menarik diri dari tradisi kumpulan saling bertandang. Adat sekaligus mempertahankan kuatnya jalinan antar sesama.

Waktu-waktu pantangbisa jadi berbeda tiap wilayah laut tergantung kesepakatan masyarakat lhok (lingkup atau satuan adat terkecil masyarakat nelayan Aceh). Tetapi beberapa yang sama, yang berlaku se-Aceh, tergolong sering dan ajek, pantang meulaot tiap Jumat, misalnya. Desain tua membuat laut nol sentuhan manusia, yang berkali dan teratur, akhirnya menjadi kumpulan semacam waktu jeda bagi alam dari eksploitasi atau pemanfaatan, dan mungkin saja hingga membentuk pola regenerasi atau perkembangbiakan.

Manusia sebagai utusan di muka bumi, yang bertugas menjaga dan mengelola alam, diterjemahkan adat menjadi usaha menjaga keaslian alam itu sendiri dengan membatasi eksploitasi. Adat menuntunkan hidup manusia bukan sepihak tentang hak pemenuhan kebutuhan melainkan ada keharusan meletakkan tanggung jawab-tanggung jawab secara seimbang. Adat menjunjung harmoni manusia dengan alam.

Jika boleh menakar, mari letakkan sistem kawasan perlindungan alam sebagai padanan. Catatan kecil, kawasan perlindungan alam yang diterapkan Indonesia adalah adopsi sistem asing buntut ratifikasi kesepakatan-kesepakatan internasional dimotori PBB. Proses awal penetapan kawasan perlindungan di Indonesia diwarnai penutupan-penutupan area, di Iboih-Sabang contohnya. Penutupan area termasuk meniadakan sama sekali keterlibatan masyarakat lokal/adat yang seharusnya pemilik asli, baik dalam sistem maupun sekedar pengambilan hasil/pemanfaatan. 

Versi saya, yang awam, dua ini berbeda. Adat demikian multi dimensi, sementara penetapan kawasan perlindungan tentang satu hal saja, melindungi alam. Harus kita akui memang banyak 'kelemahan' jika adat asli Indonesia diterapkan menjadi model pengelolaan dan perlindungan alam di Indonesia, yang pasti disuarakan internasional nanti. Pencucian uang negara-negara pemeras tidak bisa lagi berjalan, kontrol terhadap Indonesia jelas berkurang, kesempatan asing mendikte Indonesia hilang, dan satu 'kelemahan' terbesar, Indonesia mandiri.

Ikuti tulisan menarik Wulung Dian Pertiwi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB