x

KH. Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus. TEMPO/Budi Purwanto

Iklan

Mukhotib MD

Pekerja sosial, jurnalis, fasilitator pendidikan kritis
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Gugatan Gus Mus Terhadap Pemahaman Manusia

Indonesia akan terus rusuh kalau manusia tak memahami dirinya sebagai manusia, tak memahami Tuhan dan tak memahami agama.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bukan Gus Mus kalau pernyataan publiknya tak menggetarkan kesadaran kemanusiaan kita. Bagaimana tidak, pada saat Muktamar NU di Jombang, ia menyatakan bersedia mencium kaki para muktamirin asal crah yang terjadi bisa diakhiri.

Kali ini, Gus Mus meminta bangsa ini untuk kembali mengkaji siapa manusia itu sebenarnya, apa konsep manusia mengenai agama, konsep manusia mengenai Tuhan dan meminta anggota DPR belajar menjadi manusia terlebih dahulu.

Sebuah gugatan sangat mendasar, dan bisa juga merupakan letupan keputusasaan melihat negeri ini, melihat bangsa ini, dan melihat kaum NU tiba-tiba menjadi pragmatis. Pikiran dan tindakannya tak mencerminkan manusia yang memahami dirinya sebagai manusia, tak memahami agama, lebih lagi tak memahami Tuhan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ada adagium yang sangat terkenal mengenai kesadaran diri atas tindakan manusia, secelaka-celakanya manusia adalah mereka yang tak tahu kalau dirinya tidak tahu. Allah bahkan bersumpah, atas nama masa (rentang waktu yang tak terukur), sesungguhnya semua manusia merugi, kecuali mereka yang percaya kepada diriNya (memahami siapa sesungguhnya Tuhan), melakukan kebajikan (melakukan tindakan-tindakan saleh) dan mereka yang selalu saling mengingatkan mengenai hal-hal yang mengandung kebenaran dan dalam sikap dasar sabar (bisa saling memahami dan mengharhai dan tak memaksakan kebenarannya sendiri)

Allah memahami benar terhadap makhlukNya (mamusia yang mengidap kelalaian), sehingga Ia mengingatkan benar, orang-orang yang salat pun bisa merugi, manakala ia tak lagi memahami tujuan salat, konsep salat sebagai media komunikasi dengan Tuhan, tindakan pengakuan dengan sadar atas posisi diri manusia itu sendiri. Manusia lalai dengan substansi salat.

Secara faktual kelalaian substansi salat yang ditegakkan dengan rutinitas itu, manakala manusia tetap saja melakukan tindakan keji terhadap lingkungan dan sesamanya, tindakan yang merampas hak oranh lain, menyepelekan rakyat miskin.

Meski menegakkan salat, ternyata manusia tetap melakukan tindakan kemungkaran, perbuatan yang bertentangan dengan hakikat kemanusiaan dan fungsi utama manusia sebagai wakil Tuhan.

Bukankah Allah sendiri menjelaskan, esensi dari salat ketika ditegakkan haruslah mampu menghindarkan manusia dari tindakan-tindakan keji dan mungkar. Manakala manusia tak mampu menghindarkannya, sesungguhnya merekalah orang yang lalai dengan salatnya, dan Tuhan memastikan mereka akan merugi.

Apa yang ditanyakan Gus Mus bukanlah soal yang harus dijawab dengan teori-teori dan disiplin akademis. Gugatan Gus Mus merupakan tamparan telak, umpama jab petinju yang tepat mengenai rahang lawan mainnya, dan terjatuh KO.

Itu jab seorang kiai yang penyair dan seoranh penyair yang kiai terhadap kemanusiaan kita, terhadap sandangan khalifatullah fil ardh, jabatan yang telah menyebabkan malaikat terjerambab dan menduduk malu, sebab Tuhan menantang tanding pengetahuan dengan para sesuruhanNya yang tak pernah engkar itu.

Lalu apakah kita masih mengelak manakala Gus Mus menuduh semua persoalan di negeri ini, berakar pada manusia yang tak memahami kemanudiaannya, manusia yang tak mengerti tentang agama, dan manusia yang tak memgerti tentang Tuhannya. Dan manusia yang ternyata tak pernah menjadi manusia.

Mari kita dan jawab dengan hati, bukan dengan pikiran yang sering terjebak dalam argumentasi kalah dan menang.

Ikuti tulisan menarik Mukhotib MD lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler