x

Iklan

Setri - Redaksi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Gaji Jokowi Jadi Rp 200 Juta, ‘Jebakan Batman’ DPR

SUNGGUH tepat langkah Joko Widodo menolak wacana kenaikan gaji presiden menjadi Rp 200 juta per bulan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

SUNGGUH tepat langkah Joko Widodo menolak wacana kenaikan gaji presiden menjadi Rp 200 juta per bulan. Usulan dari anggota Dewan  Perwakilan Rakyat ini seperti menjadi “jebakan batman” di tengah banjir kritik kenaikan tunjangan politikus Senayan.

Rencana kenaikan gaji Presiden Jokowi pertama kali dilontarkan oleh Trimedya Panjaitan, anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan. Trimedya berdalih gaji presiden terlalu rendah, jika dibandingkan dengan pejabat-pejabat lain seperti Gubernur Bank Indonesia, atau direksi BUMN.

Ketika usulan ini dilontarkan, tepat bersamaan dengan hujan kritik publik terhadap kenaikan tunjangan anggota dan pimpinan DPR. Kenaikan ini sudah masuk dalam pos Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015 dan akan berlaku mulai Oktober mendatang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kenaikan tunjangan di tengah kondisi ekonomi negara sedang melambat  memang sangat tidak pantas. Dalil pimpinan DPR  bahwa tambahan tunjangan itu wajar karena pernah naik selama 12 tahun juga tidak sepatutnya. Mengingat dengan jumlah tunjangan sekarang seorang anggota DPR sudah mengantongi penghasilan sebesar Rp 51 juta setiap bulan.

Pertanyaan berikutnya, soal transparansi dalam pembahasan kenaikan tunjangan tersebut. Selama pembicaraan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015 tidak pernah terungkap adanya alokasi untuk kenaikan tunjangan. Tiba-tiba saja, ada pengumuman penambahan tunjangan dengan perincian untuk anggota menjadi Rp 31 juta, Wakil Ketua Rp 34 juta, dan Ketua mendapat Rp 35 juta akan cair pada bulan depan.

Jika ditelaah, jenis tunjangan yang mendapat kenaikan juga jelas jika dikaitkan dengan kiprah kinerja para anggota Dewan selama ini. Sebut saja, tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif dan tunjangan peningkatan fungsi pengawasan. Tak hanya itu, tunjangan langganan listrik dan telepon juga ikut-ikutan naik.

Dewan semestinya tak menyalahgunakan wewenang budgeting untuk mempergemuk anggaran mereka sendiri. Apalagi politikus Senayan selama cenderung menghamburkan anggaran untuk jalan-jalan ke luar negeri. Sebagian di antara mereka juga terperosok dalam praktek permainan proyek.

Bisa diibaratkan, langkah DPR menaikkan tunjangan seperti anak sekolah yang tidak naik kelas, tapi meminta hadiah. Selain banyak kontroversi, seperti ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi karena menerima suap, dari sisi kinerja, para anggota Dewan itu tidak memuaskan. Misalnya, kinerja legislasi, yang menjadi salah tugas utama mereka sebagai wakil rakyat. Sejak dilantik DPR hanya berhasil merampungkan tiga undang-undang dari 39 rancangan undang-undang yang masuk Program Legislasi Nasional prioritas 2015.

Selain itu, alasan bahwa tunjangan DPR sudah lama tidak naik juga tidak sepenuhnya benar. Menurut perhitungan Center for Budget Analysis setiap tahun penghasilan anggota Dewan selalu naik. Misalnya pada 2014 sebesar Rp 243,2 miliar menjadi Rp 696,9 miliar pada tahun ini. Kenaikan yang diterima jauh jika dibandingkan tunjangan pegawai negeri sipil yang hanya naik sebesar 6 persen setiap tahun.

Penolakan dari sejumlah fraksi di semestinya menjadi perhatian bagi pimpinan DPR untuk segara membatalkan kenaikan tunjangan tersebut. Semestinya dipahami, kenaikan itu justru sebagai penghamburan uang negara. Sekaligus menunjukkan sikap tidak peduli terhadap kondisi keuangan negara yang sedang sulit.

Ikuti tulisan menarik Setri - Redaksi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler