x

Diskusi tentang isu-isu keterbukaan informasi publik, di Jakarta. TEMPO/Imam Sukamto

Iklan

Mukhotib MD

Pekerja sosial, jurnalis, fasilitator pendidikan kritis
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Hak untuk Tahu, Seberapa Kita Tahu?

Deklarasi Hari Hak untuk Tahu (Right to Know) dilakukan 13 tahun lalu, 28 September 2002 di Bulgaria. Meski begitu sedikit yang mengetahui hari penting ini

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada tahun 2008, Indonesia memberlakukan UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Meski tak menyebutkan secara eksplisit berkaitan erat dengan deklarasi Hari Hak untuk Tahu Sedunia, UU ini sesungguhnya memiliki ruh yang sama dalam pemenmuhan hak warga negara terhadap informasi publik.

Sebut, misalnya, dalam bagian menimbang, poin (b) UU ini menyebutkan hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan Informasi Publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik.

Sedangkan dalam poin (c) menjelaskan keterbukaan Informasi Publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Informasi Publik secara jelas didefinisikan dalam bagian pengertian: Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. 

UU Keterbukaan Informasi Publik menyatakan dengan tegas, setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.

Dengan demikian, UU Nomor 14 Tahun 2008 bertujuan menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.

Dalam poin (b) dinyatakan tujuan UU ini juga sebagai upaya mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik dan poin (c) dinyatakan sebagai upaya meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik. Sementara poin (d) menyebutkan tujuan pemberlakuan UU sebagai langkah mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.

Meski begitu, di Indonesia Hari Hak untuk Tahu pertama kali diperingati baru pada tahun 2011, empat tahun setelah UU Keterbukaan Informasi Publik disahkan. Atau sekitar sebelas tahun sejak Hari Hak untuk Tahu dideklarasikan.

 

Semangat yang dikampanyekan dalam Hari Hak untuk Tahu, seputar hak setiap warga negara untuk bisa mengakses informasi publik, semua badan publik, termasuk partai politik harus menyediakan informasi, pelayanan informasi harus diberikan dengan cepat, sederhana dan tanpa biaya. Kecuali informasi yang dinyatakan dalam UU sebagai pengecualian.

Menurut UU Nomor 14 Tahun 2008, Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya. 

Dengan demikian, permintaan Informasi Publik yang bisa ditolak permintaannya, manakala terkait dengan informasi yang dapat membahayakan negara, informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat, informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi, informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan, dan/atau Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.

Di luar dari pengecualian itu, setiap informasi yang diajukan pemohon harus disediakan dan diberikan. Misalnya, informasi yang berkaitan dengan Badan Publik, informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik, informasi mengenai laporan keuangan, dan/atau informasi lain yang diatur dalam peraturan perundangundangan.

 

Yang saat ini menjadi persoalan, tafsiran terhadap pasal yang mengatur pengecualian. Sebab pasal ini bisa jadi bersifat subyektif dari cara pandang masing-masing badan publik negara dan badan publik pada umumnya. Manakala terdapat sengketa, penanganan diupayakan lebih pada proses mediasi yang dilakukan Komisi Informasi Publik (KIP).

Hanya ketika proses mediasi ini gagal, pengajuan gugatan bisa dilakukan ke PTUN jika tergugat badan publik milik negara dan ke PN jika yang tergugat badan publik selain milik negara. Pada kasus-kasus gugatan sengketa menyangkut informasi yang dikecualikan, proses persidangan akan bersifat tertutup. Jika terjadi ketidakpuasan atas keputusan PTUN dan PN para pihak bisa membawa sampai ke kasus kasasi di Mahkamah Agung.

Sanksi pidana diberikan kepada setiap orang yang menyalahgunakan informasi, mengakses informasi yang bukan haknya, termasuk menghancurkan dokumen informasi. Bagi Badan Publik, bisa terkena sanksi pidana manakala tidak membuka informasi berkala, informasi publik yang wajib diumumkan serta merta, informasi yang wajib tersedia setiap saat, dan informasi yang diminta publik.

Tetapi, apapun sanksi yang diberikan bisa jadi Badan Publik memilih membayar sanksi ketimbang memberikan informasi yang menurut mereka penting. Toh, denda paling tinggi hanya duapuluh juta.

Ikuti tulisan menarik Mukhotib MD lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler