x

Warga berfoto bersama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebelum menggelar nonton bareng film yang bercerita mengenai perjalanan grup musik Slank, di Balai Kota, Jakarta, 4 Oktober 2015. TEMPO/M IQBAL ICHSAN

Iklan

Agus Supriyatna

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ahok Harus Protagonis, yang Lain Antagonis Saja

Bos itu selalu benar. Demikian anekdot tentang bos yang tak pernah salah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bos itu selalu benar. Demikian anekdot tentang bos yang tak pernah salah. Dan memang banyak anekdot tentang bos selalu benar. Berikut anekdot bos selalu benar yang saya kutip dari hasil pencarian di google. Bila bos tetap pada pendapatnya, itu berarti beliau konsisten. Tapi jika staf tetap pada pendapatnya, namanya keras kepala.
 
Anekdot lainnya, bila bos berubah-ubah pendapat, itu berarti beliau fleksibel. Namun, kalau staf berubah-ubah pendapat, dia itu staf yang plin-plan. Atau, kalau bos, bekerja lambat, itu berarti beliau teliti. Tapi jangan  staf yang bekerja lambat. Itu akan dicap tidak "perform".
 
Nah, bila bos cepat mengambil keputusan. Pasti akan dinilai, berani ambil resiko. Namun kalau bawahan yang cepat mengambil keputusan, cap gegabah akan disematkan. Dan, bila atasan mem-by-pass prosedur, berarti beliau proaktif-inovatif. Tapi jika bawahan melakukan hal yang sama, akan diartikan dia melanggar aturan.
 
Kesimpulannya, atasan itu tak pernah salah. Bos harus selalu protagonis. Yang lain, antagonis saja. Jadi, kalau ada masalah, bukan bos yang salah. Yang salah, bisa anak buah, atau yang lain. 
 
Hari ini, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau karib di sapa Ahok, kembali meradang. Tentu meradangnya Ahok, karena pasti ada masalah yang kurang baik tentang pemerintahannya di DKI Jakarta. Ya, meradangnya Ahok sekarang ini, karena penyerapan anggaran Pemprov DKI paling rendah diantara provinsi lainnya. Yang paling tinggi itu adalah Gorontalo. 
 
Ahok mungkin tak terima, masak Jakarta kalah oleh Gorontalo, provinsi di luar Jawa. Tapi, dalam meradangnya, Ahok mengatakan, ini bukan salah Pemprov DKI. Namun, serapan rendah itu karena salahnya Kemendagri. Bahkan, Mendagri, Tjahjo Kumolo pun ikut disalahkan. Kata Ahok, ketika meradang, pihaknya dipingpong oleh Kemendagri, hingga APBD tak kunjung diteken Mendagri. 
 
Intinya yang salah dan antagonis itu adalah Kemendagri. Dan yang protagonis adalah Ahok dan Pemprov DKI. Efisode protagonisnya Ahok juga pernah terjadi, ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), mengungkap temuannya. Salah satunya tentang temuan pembelian lahan RS Sumber Waras, serta temuan soal pemborosan lainnya. 
 
Kala itu, Ahok juga meradang. Kemudian 'menyerang BPK'. Ahok merasa badan pemeriksa seperti mengincarnya. Atau dalam kata lain, badan auditor negara itu, seperti cari-cari kesalahan dirinya. Jadi, Ahok adalah yang benar. Yang salah adalah BPK. Ahok adalah protagonisnya. Sementara badan pemeriksa, adalah pemeran antagonisnya. Cerita BPK versus Ahok, cukup gaduh di jagad pemberitaan. 
 
Namun yang bikin jengkel. Tak pernah kegaduhan itu tuntas. Ramai sesaat, setelah itu menghilang. Gaduh sebentar, setelah itu meruap. Selalu begitu. Khalayak ramai pun hanya dapat gaduh dan berisiknya saja. Tak pernah dapat jawaban pastinya. Siapa yang salah, siapa yang keliru, tak pernah tuntas dijelaskan. Pun oleh media-media yang menabuh itu. Yang didapat, Ahok pasti pemeran protagonisnya. Yang lain,  antagonis saja. Ahok harus yang jadi jagoannya. Yang lain, yang jadi 'penjahatnya'. 
 

Ikuti tulisan menarik Agus Supriyatna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler