x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Anda Mampu Lebih dari yang Anda Sangka

Barangkali kita merasa: "Inilah batas kemampuan saya." Padahal, orang lain melihat potensi kita jauh lebih besar. Apa yang keliru?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kita mungkin terbiasa mengukur diri dari apa yang telah kita capai, sehingga pada titik tertentu kita berkata kepada diri sendiri: “Inilah batas kemampuan saya.” Anggapan ini muncul barangkali karena kita merasa telah mengerahkan banyak energi, bahwa kita tidak akan mampu bergerak lebih jauh lagi, lebih tinggi lagi. Tapi, percayalah, bahwa penilaian kita ini bisa jadi keliru, sebab seringkali kita baru mengerahkan sebagian dari energi yang tersimpan dalam diri kita: tubuh, pikiran, emosi, dan spirit.

Orang lain bahkan melihat kita kurang berusaha, atau sekurang-kurangnya tidak berusaha dengan cara yang cerdas. Mereka melihat, potensi kita besar, tapi hasil kurang. Apa yang keliru?

Pemahaman tentang energi dapat dimulai dari apa yang dalam fisika dikenal sebagai energi potensial. Misalnya saja, benda yang berada di ketinggian tertentu memiliki energi potensial karena jaraknya di atas permukaan Bumi. Makin tinggi benda itu berada, makin besar energi potensialnya. Sesuai namanya, energi itu baru bersifat potensial. Energi itu akan ‘keluar’ ketika benda itu bergerak—jatuh, umpamanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jika boleh memakai ibarat serupa, energi potensial yang dipunyai manusia baru ‘keluar’ bila ia beraktivitas. Secara potensial, manusia itu penuh energi: tubuh (fisik), pikiran, emosi, maupun spirit. Sayangnya, kita mungkin tidak menyadari keadaan ini karena kita kurang mengenal diri sendiri. Self-awaraness kita mungkin tidak begitu tinggi. Orang lain malah lebih tahu apa potensi kita. Lantaran itulah, bos yang tahu potensi tertentu pada diri anak buahnya, ia akan mengarahkan karier anak buah itu.

Andaikan pun kita tahu, soalnya kemudian ialah apakah kita sudah menggali energi yang kita punya? Apakah kita telah mengubah energi potensial itu menjadi energi kinetis? Energi kinetis itu kaitannya dengan gerak, dengan aktivitas. Bila kita diam saja, sampai kapanpun energi itu bersifat potensial semata. Daya ledaknya tidak akan terasa.

Banyak ahli mengatakan bahwa sebagai manusia kita menyimpan banyak energi. Yang kita gunakan baru sebagian. Kita mungkin baru memakai sebagian energi fisik (tubuh), sebagian energi pikiran, sebagian energi emosional, tapi kurang memanfaatkan energi spiritual—manusia menyimpan kekayaan spiritual yang bila digunakan untuk tujuan positif, hasilnya akan luar biasa.

Nah, jika kita mampu meningkatkan lagi penggunaan berbagai energi potensial tersebut—misalnya saja 10 persen atau 15 persen lagi—efek perubahannya niscaya akan terasa betul.

Mengatasi kelembaman atau keengganan untuk bergerak memang perkara yang tidak mudah—kelembaman dalam pengertian mengubah yang potensial menjadi yang aktual. Salah satu daya dorong yang pertama dan utama kita perlukan ialah sikap positif dan cara berpikir positif. “Manajer yang berhasil,” kata kawan saya, “tidak menoleransi ucapan-ucapan negatif.”

Ucapan negatif, yang berasal dari pikiran negatif, hanya akan mensabotase diri kita sendiri. Ia menjadi penghalang bagi kita untuk bergerak dari posisi diam ataupun dari posisi bergerak lamban. Ia menjadi rintangan yang menghalangi kita untuk mengubah energi potensial menjadi energi aktual. Jadi, saran kawan saya, singkirkan jauh-jauh pikiran negatif.

Penting bagi kita untuk menciptakan suasana nyaman bagi diri sendiri dalam berpikir, bekerja, bermain, maupun beristirahat. Suasana nyaman akan kondusif bagi terbangkitkannya energi potensial. Bagi sebagian orang, situasi yang menekan barangkali bisa mendorong lahirnya energi tersembunyi itu. Namun, bila terus-menerus tertekan, dampak buruknya bisa mengikuti—stres, stroke, dan seterusnya.

Para manajer masa kini berusaha menciptakan suasana nyaman bagi karyawannya, lazimnya dimulai dengan merancang tempat kerja yang enak dan menyenangkan. Menurut Don Tapscott dalam buku Grown Up Digital, Generasi Net akan sulit membangkitkan energi potensialnya bila ia dipaksa bekerja seperti orangtua ataupun kakeknya yang siap bekerja kendati dimarahi atasan melulu. Para manajer yang mempekerjakan Generasi Net, kata Tapscott, harus membiasakan diri memberi ruang bagi mereka untuk bermain di tengah-tengah mereka bekerja.

Memegang komitmen merupakan cara lain untuk membangkitkan energi potensial itu. Kita, sebagai manusia, memang sering harus dipaksa membuat kesepakatan-kesepakatan untuk dijadikan pegangan dalam bertindak. Kita mesti memasang target-target untuk diraih. Tanpa komitmen, kita cenderung beraktivitas seenaknya. Dengan komitmen, energi potensial niscaya akan keluar.

Satu lagi: teruslah bergerak. Jangan membiarkan diri diam, bengong, melamun. Berdiam diri barang sebentar, boleh saja, anggaplah ini jeda—asal jangan keterusan. Selesai mengerjakan satu urusan, kata para bijak, segeralah berpindah mengerjakan urusan lain. Terus bergerak akan membuat energi potensial kita muncul dengan dampak positif yang kian besar—bagi diri sendiri maupun orang lain.

Jadi, jangan mengira energi dan kemampuan Anda hanya sebesar yang Anda lihat sekarang. Mungkin, sangat mungkin, jauh lebih besar bila Anda mau dan bertekad menggalinya lebih dalam. (foto: lompat indah/tempo) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

14 menit lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB