x

Iklan

Syafaruddin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Sidang Penggelapan 33 Miliar Pajak di Palembang Terseok-seok

Sidang penggelapan pajak sebesar Rp 33 miliar di Pengadilan Palembang terseok-seok, karena sudah memasuki bulan ke 6, baru masuki tahap keterangan terdakwa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

BUKTI SURAT – Majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum, Terdakwa dan Pengacaranya tengah memeriksa surat bukti yang diajukan Teddy.

PALEMBANG – Sidang lanjutan pengelapan pajak sebesar Rp. 33 miliar dengan terdakwa Teddy Effendi, Direktur Utama PT. IB dan PT. BE berlangsung di Pengadilan Negeri Palembang, Selasa, 6 Oktober 2015, dipimpin majelis Hakim  Elli Noeryasmin beranggotakan hakim Kamaludin dan Nuhaini  dengan acara mendengarkan keterangan terdakwa Teddy Effendi.

Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan yang mendakwa  Teddy menggelapkan pajak sebesar Rp. 33 miliar, menggunakan pasal berlapis, primer melanggar pasal 39-a, huruf a, UU No. 6 tahun 1983 yang diperbaharui UU No. 6 tahun 2014 tentang pajak, junto pasal 64, ayat 1 KUHPidana, subsider pasal 39, ayat 1 huruf d, jumlahnya tidak tanggung-tanggung mencapai 3 orang JPU, masing-masing, Yunita, Fera Sarivdan Mirsah Rizal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketua majelis hakim, Elli Noryasmin mengawali persidangan itu menanyakan seputar berdirinya perusahaan dan kegiatan perusahaan yang dipimpin Teddy, termasuk pertanyaan kepemilikan saham PT. IB dab PT. BE dan apakah ada pajak terhutang yang belum dibayar perusahaan.

Menanggapi pertanyaan itu, Teddy yang didampingi Advocar Bastari dalam keterangannya mengatakan, PT. IB berdiri tahun 2006 dan ia menjabat Direktur Utama setelah perusahaan di perbaharui tahun 2008, sedangkan PT. BE adalah perusahaan peribadinya. Adapun dua Direksi perusahaan berasal dari Cina dan Malaysia yang kepemilihan sahamanya, miliknya 45 persen dari keseluruhan saham perusahaan Rp. 1 miliar, sisanya milik Jung Helung dari Malaysia, sedangkan pajak perusahaan yang dituduhkan JPU, saya menggelapkannya, tidak benar, karena semuanya sudah dibayar.

Menurut Teddy, ada PPH terhutang sebesar Rp. 160 juta dan denda Rp. 98 juta. PPH terhutang itu sudah kita lunasi, namun dendanya belum saya bayar, karena adanya perubahan ketentuan peraturan mengenai pajak dan pihak Dirjen Pajak sendiri belum mengeluarkan keputusan soal denda itu.

Namun pertanyaan yang menusuk kepersoalan penggelapan pajak yang didakwakan kepada Teddy terjadi ketika anggota majlis hakim, Kamaludin mengajukan pertanyaan, saudara terdakwa dalam mengimpor barang  saudara didakwa menerbitkan faktur pajak fiktif  untuk perusahaan yang saudara pimpin mapun yang digunakan oleh perusahaan lain ?.

Jawab Teddy, seharusnya mengeluarkan faktur pajak itu saya pak, namun sepontan Kalamuddin langsung menyela, jangan menjawab seharusnya, tapi saudara harus buktikan di Pengadilan ini. Teddy lalu menjawab, untuk perusahaan yang dipimpinnya, ia sendiri yang mengeluarkan faktur pajak itu, tapi kalau ada perusahaan lain yang menggunakan faktur pajak yang ditanda tanganinya, Teddy mengaku tidak mengetahuinya. Saya, katanya tidak pernah menerbitkan faktur pajak digunakan untuk perusahaan lain.

Kalau ada perusahaan lain memesan barang impor menggunakan perusahaan saudara, berapa persen keuntungan yang diperoleh dan bagaimana pembayaran pajaknya, Tanya hakim Kalamuddin lagi, yang dijawab Teddy, keuntungannya sekitar 0,25 persen dan pajaknya saya bayar lunas.

Sidang perkara faktur pajak fiktif yang dituduhkan kepada Teddy  berdasarkan hasil penyelidikan Direktorat Jendral Pajak Sumatera Selatan dan Bangka Belitung tahun 2014 digunakan sekitar 60 perusahaan, 40 diantara perusahaan itu berdomisili di Jakarta, sisanya 20 perusahaan berada di Palembang. Transaksi faktur pajak bodong itu diketahui dari laporan masyarakat tentang ada wajib pajak (WP) badan yang baru berdiri, tapi omzet usahanya cepat sekali, karena menggunakan faktur pajak fiktif.

 

Dari hasil penyidikan diketahui faktur pajak fiktif itu diterbitkan PT IB dan sudah berlangsung sejak tahun 2010 hingga  2013 yang salah satu direksinya bernama Teddy.  Kasus itu selanjutnya diserahkan ke

Korwas PPNS Polda Sumatera Sel atan, sebagai pengawas dalam penyidikan yang dilakukan penyidik Ditjen Pajak, selanjutnya diserahkan ke Kejaksaan Tinggi dan dinyatakan berkas tersangka dinyatakan lengkap (P21).

Namun sejak pemanggilan tahap kedua, Teddy tidak memenuhi panggilan,  sehingga  Ditjen Pajak  minta bantuan Ditreskrimsus Polda Sumsel  untuk menjemput tersangka rumahnya dikawasan Kalidoni dan yang bersangkutan ternyata sudah menghilang, sehingga sesuai ketentuan ia dinyakan  dinyatakan DPO.

Pada hari berikutnya,  tersangka yang sudah dijadikan DPO itu bersama pengacaranya pada hari Kamis, 19 Maret 2015 datang menyerahkan diri ke Direskrimsus Polda Sumasel, setelah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi, Teddy pun di tahan di Lembaga Pemasyarakat sebagai tahanan Jaksa.

Namun setelah berkas perkara berikut Teddy diserahkan ke Pengadilan Negeri Palembang sekitar awal bulan April 2015 dengan setatus tahanan Jaklsa, oleh Pengadilan Negeri Palembang dirubah menjadi tahanan Kota dan yang lebih parah lagi, sidang lanjutan perkara Teddy, Selasa , 6 Oktober 2015 ini, merupakan sidang teseok-seok, karena sudah memakan waktu selama 6 bulan, sejak perkara itu disidangkan bulan April  2015 lalu.

SYAFARUDDIN

Ikuti tulisan menarik Syafaruddin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB