x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Marquez vs Rossi: Provokasi, Cara Ampuh Mengacau Lawan

Adakah cara untuk menaklukkan pemain hebat atau tim hebat apabila cara-cara normal tidak berhasil? Ada, yakni provokasi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kendati Jorge Lorenzo menjuarai Seri MotoGP di Sirkuit Sepang, Malaysia, baru-baru ini, fokus pembicaraan penggemar bukanlah pada prestasi Lorenzo, melainkan insiden jatuhnya Marc Marquez di lintasan Sepang. Peristiwa ini berbuntut panjang, hingga lahir petisi di change.org yang mendukung Valentino Rossi. 

Ada dua versi yang berseberangan mengenai insiden tersebut karena disampaikan oleh dua pihak yang bersinggungan. Pertama, versi kubu Marc Marquez yang menganggap Valentino Rossi telah menendang Marquez hingga terjatuh. Rossi dihukum dengan menempatkannya pada posisi start paling belakang dalam balapan di Sirkuit Valencia, November nanti.

Versi kedua, Rossi membantah bahwa ia telah menendang Marquez. Yang terjadi, kata Rossi dengan mengacu pada rekaman video dari helikopter, helm Marquez-lah yang menyentuh kaki Rossi. Gerakan kaki Rossi bukanlah aksi menendang, melainkan reaksi atas sentuhan helm itu. Alasan ini dipakai untuk banding, tapi argumen Rossi ditolak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Insiden jatuhnya Marquez di Sirkuit Sepang itu memang tak cukup dilihat sebagai peristiwa yang berdiri sendiri. Gaya membalap Marquez memang terkesan ‘mengganggu’ Rossi. Ada aroma provokasi ketika Marquez terlihat menguntit Rossi dan tidak melewatinya. Pada akhirnya, Rossi yang merasa tidak nyaman dihadapkan pada momen sulit ketika helm Marquez bersentuhan dengan kakinya dan Marquez jatuh. Menjadi tidak mudah bagi Rossi untuk meraih gelar Juara Dunia MotoGP 2015 bila di Valencia tidak terjadi keajaiban.

Provokasi pula yang membuat tim nasional Prancis kehilangan peluang menjadi Juara Dunia Sepakbola tahun 2006. Dalam final Piala Dunia tahun 2006, tim Prancis berhadapan dengan tim Italia. Prancis tampil dengan bintangnya, Zinedine Zidane—yang tetap membikin gentar tim manapun kendati umurnya terus menanjak. Di tengah krisis persepakbolaan Italia saat itu, menjadi juara dunia adalah ‘obat mujarab’ yang sangat diharapkan dapat memulihkan kepercayaan dan situasi persepakbolaan Italia. Tapi, yang dihadapi adalah Prancis dan di dalamnya ada Zidane sebagai kapten tim nasional.

Maka, entah persekongkolan itu benar-benar terjadi atau tidak, tapi Marco Materazzi—pemain Italia—telah memainkan perannya untuk menggoyang ketenangan emosi Zidane. Sebagai penonton, ketika itu kita hanya menyaksikan adegan Zidane tiba-tiba menanduk dada Materazzi hingga pemain Italia ini terjatuh.

Wasit Horacio Elizondo, yang memimpin pertandingan final, semula tak tahu apa yang tengah terjadi, tapi kemudian ia memperoleh informasi lewat headphone dan akhirnya menjatuhkan kartu merah kepada Zidane. Apa boleh buat, Prancis tampil hanya bersepuluh dan yang hilang dari lapangan adalah motor mereka. Hasil akhir pertandingan: Prancis kalah dan Italia Juara Dunia 2006.

Zidane kemudian mengungkapkan alasannya mengapa ia menanduk Materazzi. Ia mengaku, Materazzi telah tiga kali menghina ibu dan saudara perempuannya selama pertandingan berlangsung. Zidane rupanya tak sanggup lagi mengendalikan emosinya dan terjadilah peristiwa yang sukar dilupakan hingga kini. Ketika akhirnya Zidane dikeluarkan dari lapangan, tim Prancis bermain dengan 10 orang, maka provokasi Materazzi berhasil.

Di arena olahraga, provokasi adalah tantangan serius bagi sportivitas. Dibandingkan dengan perang urat saraf, provokasi berpotensi menimbulkan reaksi yang lebih efektif dalam mengacau kondisi emosional lawan, sehingga lawan terpancing emosi, kehilangan fokus, kehilangan kendali atas dirinya sendiri, dan lahirlah tindakan-tindakan yang tidak terduga. Inilah yang diinginkan oleh provokator agar peluang lawan untuk meraih kemenangan hilang sama sekali. Mereka tahu, sulit mengalahkan pemain dan tim calon juara dengan cara-cara normal.

Dalam Piala Dunia 2006, hal itu sudah terbukti, dan kini di arena MotoGP barangkali hanya keajaiban yang tetap memungkinkan Rossi meraih gelar Juara Dunia. Tentu saja, jika ia bersedia turun ke sirkuit Valencia. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler