x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ramanujan dan Spiritualitas Matematisnya

Jenius matematikawan ini merasa para dewa telah menyingkapkan rahasia angka-angka dalam pikirannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 
“Everything which is really great and inspiring is created by the individual who can labour in freedom.”
--Albert Einstein

 

Seorang jenius dapat berasal dari mana saja, termasuk dari kawasan kumuh India di akhir abad ke-19 lalu. Di wilayah Madras lahirlah seorang Srinivasa Ramanujan, jenius berbakat yang hanya memerlukan sedikit polesan untuk dapat mengejutkan panggung intelektual dunia waktu itu. Orang yang berjasa mengangkat Ramanujan ke panggung dunia adalah G.H. Hardy, matematikawan Inggris yang dikenal eksentrik.

Meski begitu, Ramanujanlah yang bertindak lebih berani ketika ia (bukan siapa-siapa, tak dikenal bahkan di India sekalipun) berani berkirim surat kepada ilmuwan Hardy yang mashur dengan teori angka dan analisis matematikanya itu. Saat bekerja sebagai pegawai rendahan di perusahaan perkapalan di India, Ramanujan—usianya 23 tahun waktu itu—memberanikan diri menulis sepucuk surat kepada Hardy.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Surat setebal 10 halaman berisi beberapa gagasan matematika ini, antara lain teorema barisan tak hingga, teori angka, dan pecahan berkelanjutan (continued fraction), mengagetkan Hardy. Matematikawan Inggris ini merasakan adanya obsesi terhadap Riemann dan menyadari bahwa surat ini hanya mungkin ditulis oleh seorang jenius. Sesungguhnyalah, Ramanujan kemudian mengatakan bahwa ia memperoleh gagasan itu dalam mimpi-mimpinya. Di Madras, ia terisolasi dari komunitas matematikawan, sebab itu ide-idenya terasa sangat intuitif.

Berkat undangan Hardy, Ramanujan berangkat ke Cambridge University. Bersama Hardy, yang merasa senang dengan perjumpaan ini, Ramanujan menguji ide-ide briliannya. Dalam suatu kesempatan, ketika ditanya mengenai apa yang paling menyenangkan bagi dirinya di antara sekian kontribusinya kepada matematika, Hardy menjawab: “Menemukan Ramanujan. Ya ini, satu kejadian romantis dalam hidup saya.”

Sebagai jenius sekalipun, Ramanujan tidak lepas dari benturan budaya ketika akhirnya harus menetap di Cambridge—yang menawarkan dunia yang berbeda sama sekali dengan Madras. Berkat bimbingan Hardy, ia sanggup mengatasi soal ini—meskipun kemudian ia memilih untuk kembali ke India.

Ingatannya yang tajam, pikirannya yang kalkulatif, kesabaran serta wawasannya yang jauh menjadikan Ramanujan sanggup menawarkan pendekatan yang berbeda dalam memecahkan persoalan matematis. Ramanujan conjecture dan Ramanujan prime adalah sebagian kontribusi penting matematikawan otodidak ini. Ia dikenal sangat intuitif dan karena itu gagasan-gagasannya sungguh orisinal.

Ramanujan percaya bahwa setiap gagasan yang brilian datang dari langit. Ia pernah berkata, ketika berpikir tentang matematika, pola-pola itu muncul dalam penglihatannya dan ia merasa Dewi Namagiri telah menyingkapkan rahasia itu untuknya. Tak seroang pun memahami kata-kata Ramanujan ketika itu. Juga ketika ia menuliskan fungsi-fungsi matematika dalam surat terakhirnya kepada Hardy.

Menarik bahwa kedua orang ini dapat bekerjasama: Hardy seorang ateis, sedangkan Ramanujan keturunan Tamil Nadu yang taat beragama. Perpaduan dua pribadi yang kompleks inilah yang kemudian menginspirasi David Leavitt untuk menulis novelnya yang ke-12, The Indian Clerk. Leavitt mengisahkan hubungan antara Hardy dan Ramanujan yang memiliki keyakinan berbeda dalam hal spiritualitas namun memiliki rasionalitas serupa dalam matematika.

Dalam edisinya yang bertanggal 28 Desember 2012, media Inggris Daily Mail menurunkan cerita tentang Ramanujan: “Selagi berada di pembaringannya karena sakit pada 1920, Ramanujan menulis surat untuk mentornya, Hardy, tentang sejumlah fungsi matematika baru yang belum pernah terdengar, beserta kemajuan yang sudah ia capai mengenai fungsi-fungsi ini. Beberapa puluh tahun kemudian, baru para matematikawan mengatakan bahwa mereka telah membuktikan bahwa Ramanujan benar dan bahwa formulanya mampu menjelaskan perilaku lubang hitam. ‘Kami memecahkan persoalan dari surat-surat terakhirnya,’ kata matematikawan Ken Ono.”

Ramanujan berpulang pada usia 32 tahun (1920) karena sakit dengan meninggalkan warisan intelektual yang menginspirasi dalam analisis matematika, teori bilangan, barisan tak hingga, dan pecahan berkelanjutan. Banyak matematikawan yang memuji pendekatannya yang tidak biasa dalam memecahkan persoalan. Dalam bukunya, The Man Who Knew Infinity: a Life of the Genius Ramanujan, Robert Kanigel menunjukkan resonansi nilai-nilai spiritualitas Ramanujan terhadap pendekatannya dalam matematika. “Sebuah persamaan tidak mempunya makna bagiku,” kata Ramanujan, “kecuali persamaan itu mengekspresikan pikiran Tuhan.” ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler