x

IIP dan IPDN, Cilandak, Jakarta Selatan. TEMPO/Agung Rahmadiansyah

Iklan

Agus Supriyatna

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Komplek Toleransi di Sekolah Pamong

IPDN ibarat miniatur Indonesia. Sebab, wakil dari semua kabupaten ada di sekolah plat merah tersebut. Dari Sabang sampai Merauke.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Waktu masih heboh-hebohnya pernyataan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama yang mengusulkan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dibubarkan, saya sempat mengunjungi kampus penghasil para pamong tersebut di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Saya datang ke sana untuk keperluan liputan. 
 
Di sekolah yang dulu bernama Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) itu, saya beruntung diterima Rektor IPDN, Ermaya Suradinata. Di ruang rapat yang bersebelahan dengan ruang kerjanya, saya diterima mantan Gubernur Lemhanas tersebut. Dan, di ruangan itu, sembari mereguk kopi dan goreng tape, wawancara dilakukan. 
 
Kata Ermaya, IPDN ibarat miniatur Indonesia. Sebab, wakil dari semua kabupaten ada di sekolah plat merah tersebut. Dari Sabang sampai Merauke. Tidak hanya itu, siswa yang belajar di IPDN, datang dari ragam kalangan. Bahkan banyak yang datang dari latar sosial orang biasa. Jadi, kata dia, tak benar bila IPDN sekolah elitis, hanya berisi anak-anak pejabat. 
 
Karena siswa atau di IPDN disebut siswa praja datang dari berbagai kalangan, maka toleransi menjadi hal yang diperhatikan betul. Bahkan kata Ermaya, di kampus IPDN, sampai ada komplek yang mencerminkan semangat toleransi. 
 
Komplek itu berisi rumah-rumah ibadah, mulai gereja, mesjid, vihara, kuil. Rumah-rumah ibadah itu, dibangun dalam satu komplek, saling berdampingan. 
 
"Kami sangat menjunjung tinggi semangat toleransi. Di sini, ada gereja di sebelah mesjid. Vihara, dan lainnya dalam satu komplek," kata Ermaya. 
 
Di IPDN, masalah kehidupan toleransi lanjut Ermaya memang diajarkan. Bahkan selalu ditekankan. Hal itu penting untuk menumbuhkan sikap kepada para praja, bahwa mereka walau berasal dari berbagai daerah, berbeda suku, etnis dan agama, tentang satu bangsa. 
 
"Kami ingin siswa praja berwawasan nasional, semangat nusantara. Kita tanamkan di sini. Jadi kalau bicara semua etnis, ada di sini semua," katanya.
 
Bahkan, kata Ermaya, beberapa gubernur  ingin ada tahun toleransi beragama di IPDN. Jadi, IPDN adalah sekoah kebangsaan. Keterwakilan semua daerah ada di IPDN. 
 
Tentang kehidupan toleransi, saya punya cerita lain dari Basiran, lulusan IPDN angkatan kedua. Pada saya Basiran bercerita, bahwa saat ia masih menuntut ilmu di IPDN, yang selalu membangunkan dan mengingatkan dia untuk solat Subuh, atau solat Magrib selalu temannya yang beragam Kristen. " Kawan yang beragama Kristen yang selalu mengingatkan saya, hey solat Subuh, Magrib," kata Basiran. 
 
 

 

Ikuti tulisan menarik Agus Supriyatna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler