x

Deretan rumah dan kios yang dibangun pasca konflik di Tolikara, Papua, 12 Desember 2015. TEMPO/Maria Rita

Iklan

Gusrowi AHN

Coach & Capacity Building Specialist
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Nyaman Berkonflik dengan Bekerjasama

Ada orang-orang yang sangat nyaman ketika sedang berkonflik. Namun, tak sedikit yang stress ketika mengalaminya. Bagaimana dengan anda?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Apapun keadaannya, konflik harus terus dijaga dan dipelihara”. Begitulah kira-kira pernyataan atau ungkapan yang menggambarkan betapa tidak nyamannya ‘berdamai’ dengan orang yang dianggap lawan konfliknya. Pasti banyak sekali alasan dan kepentingan dibalik kenginan memelihara konflik yang ada.  Pertanyaannya, mengapa orang lebih senang memelihara konflik dibanding menyelesaikannya?

Jawaban sederhananya, tergantung bagaimana kita memandang konflik. Jika kita memandang konflik sebagai hal yang positif dan memiliki banyak manfaat, maka konflik akan bisa dijalani dengan nyaman. Sebaliknya, jika konflik dianggap sebagai hal yang negatif, dan tidak ada manfaatnya sama sekali, maka konflik akan terasa berat dan menjalaninya tidak akan memberikan rasa nyaman sama sekali.  Pertanyaan kemudian, bagaimana menjalani konflik secara baik itu?

Jika konflik dianggap sebagai sebuah pertarungan, pertaruhan, kompetisi  untuk mencari siapa pemenang dan siapa pecundang, maka proses menjalani konflik akan sarat dengan pemikiran untuk mengalahkan dan menghancurkan. Di sinilah, pendekatan permusuhan begitu dominan. Ibarat, konflik dilihat layaknya bermain Game ataupun sebuah ‘Pertarungan’.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebaliknya, jika konflik diletakkan sebagai proses mencari titik temu, untuk mencari solusi yang saling menguntungkan. Maka, pendekatan kerjasama memiliki peran yang sangat dominan. Di sinilah, proses-proses saling memahami kebutuhan masing-masing, saling berempati, saling mendengarkan, dan fokus pada tercapainya kepentingan bersama dijalani kedua pihak dengan penuh kesadaran dan kesabaran. Keduanya sangat sadar, bahwa membangun kerjasama tidaklah mudah dan jalannya-pun berliku.

Sepintas, pendekatan menang-kalah menawarkan penyelesaian yang cepat dan tidak makan banyak waktu. Namun, model penyelesaian ini biasanya  menyisakan ‘luka’ dalam pola hubungan diantara kedua belah pihak yang berkonflik. Yang kalah, walaupun bisa menerima kekalahannya, tentunya tidak akan bisa menghilangkan ’rasa kecewa’-nya dengan mudah.  Rasa percaya terhadap orang yang ‘mengalahkan’-nya pun akan turun drastis, dan tentunya juga akan mengganggu pola-pola komunikasi yang ada.

Karena itulah, “bekerjasama” dengan orang-orang yang berkonflik dengan kita, menjadi modal awal yang sangat penting untuk bisa menemukan solusi atas persoalan yang dihadapi. Menghindarkan kita dari cara-cara anarkhis dan kekerasan,  mengajari kita untuk saling memanusiakan, dan saling mendukung dalam memunculkan opsi-opsi penyelesainnya. 

Kita tidak bisa mengelak dari sifat ‘ketergantungan’ dalam ber-konflik. Kita tidak akan sukses menemukan solusi atas persoalan yang kita hadapi, tanpa melibatkan orang yang berkonflik dengan kita. Dari pada buang waktu sia-sia, menguras energi dengan ‘memelihara permusuhan’, lebih baik mencari strategi dan cara agar bisa ‘bekerjasama’ menemukan solusi yang saling menguntungkan.  Sangat sulit memang, namun lebih baik dampaknya dibanding memelihara permusuhan bukan?.#gusrowi. 

Ikuti tulisan menarik Gusrowi AHN lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB