x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Globalisasi Virus Zika

Virus Zika telah beranjak dari penyakit yang tak dikenal menjadi ancaman kesehatan global.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“An inefficient virus kills its host. A clever virus stays with it.”

--James Lovelock (Biolog, 1919-...)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bisnis, finansial, musik, fesyen, film, gaya hidup, transportasi, internet—begitu banyak segi kehidupan yang telah mendunia. Globalisasi berlangsung begitu kencang hingga tak mudah bagi penduduk di belahan bumi manapun untuk menghindar. Ketika Zika ‘meledak’ di beberapa negara Amerika Latin, globalisasi virus inipun tak mudah dibendung. Pergerakan manusia antara negara dan benua tampaknya berkontribusi terhadap meluasnya penyebaran virus ini.

Zika adalah nama hutan tropis di Uganda, Afrika, tempat sebuah virus diidentifikasi untuk pertama kali pada 1947. Virus ini ditemukan berdiam di tubuh monyet. Sejumlah ahli, ketika itu, tengah memelajari monyet di kawasan ini sebagai bagian dari studi untuk mengenali virus-virus yang ditransmisikan oleh nyamuk. Sejak itulah, virus yang baru ditemukan ini dinamai virus Zika.

Selama tigapuluh tahun selanjutnya, hingga awal 1980, virus dari keluarga Flaviviridae dan genus Flavivirus yang ditransmisikan oleh nyamuk Aedes, seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus ini beredar terbatas di kawasan Afrika. Badan kesehatan dunia WHO menyebutkan, bukti-bukti infeksi pada manusia ditemukan di sejumlah negara, seperti Republika Afrika Tengah, Mesir, Gabon, Nigeria, Sierra Leone, Tanzania, dan Uganda. Pada rentang waktu yang sama, infeksi ternyata juga dialami oleh sebagian penduduk di India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.

Hingga pertengahan 2000-an, tidak cukup tersiar kabar tentang virus Zika. Tiba-tiba diberitakan bahwa pada April 2007, terjadi wabah di Yap Island—sebuah pulau di Lautan Pasifik. Untuk pertama kali virus Zika dideteksi ada di luar benua Afrika dan Asia, sehingga timbul dugaan bahwa virus ini dapat menyebar melalui manusia. Dugaan ini diperkuat oleh pengalaman relawan medis AS yang mengunjungi Yap Island kemudian terinfeksi dan gejalanya terlihat ketika ia kembali ke AS.

Epidemi di Yap Island demikian mengkhawatirkan, sebab lebih dari 70 persen penduduk (diperkirakan ada 5.005 kasus dari 7.391 penduduk) terinfeksi Zika. Mereka umumnya merasakan gejala demam (gejala lainnya: mata merah, kepala pening, nyeri sendi, ruam). Waktu itu tidak ada laporan adanya cacat mikrosefali (penyusutan ukuran kepala) pada bayi yang dilahirkan oleh ibu terpapar Zika ketika hamil—seperti terjadi saat ini di Amerika Latin (meskipun, kepastian hubungan antara virus Zika dan mikrosafeli masih terus dikonfirmasi).

Enam tahun kemudian, wabah serupa berlangsung di Kepulauan Polynesia Prancis. Diperkirakan terdapat 20 ribu kasus dan menyebar ke pulau-pulau lain di Pasifik, seperti Cook Islands, Easter Island, New Caledonia, Solomon Island, dan Vanuatu. Semakin kuat bukti bahwa manusia rupanya menjadi sarana penyebaran virus Zika di pulau-pulau ini.

Dunia heboh ketika ledakan yang lebih besar terjadi di Brazil, sejak Mei 2015. Perkiraan kasar, jumlah kasus di negeri ini mencapai 500 ribu hingga 1,5 juta, meskipun bisa lebih tinggi lagi karena banyak orang yang tidak menunjukkan gejala tapi kemungkinan sudah terinfeksi. Epidemi meluas ke banyak negara di Amerika Latin, seperti Kolombia, El Savador, Costa Rica, Bolovia, Nicaragua, Panama, dan Venezuela.

Amerika Serikat pada akhirnya tidak bisa menghindari serangan virus Zika. Pada 2015 dan awal 2016 ini, lebih dari sepuluh kasus dilaporkan terjadi di AS. Dari lima kasus yang ditemukan di Florida, AS, empat di antaranya terkait orang-orang yang kembali dari Venezuela dan Kolombia. Begitu pula dengan kasus di Texas.

Penyebaran juga mencapai Taiwan, ketika seorang pria yang baru saja datang dari Thailand dijumpai terinfeksi Zika dengan gejala demam. Kemungkinan pria ini digigit nyamuk di Thailand. Eropa juga tak bisa menghindar. Baru-baru ini, di Spanyol seorang wanita hamil yang baru saja mengunjungi Kolombia diketahui terpapar virus Zika.

Semakin kuat dugaan, manusia—bukan hanya nyamuk—bisa menjadi sarana penyebaran virus, di antaranya melalui donor darah dan hubungan seksual. Seorang korban penembakan di Brazil terinfeksi setelah memperoleh sumbangan darah dari donor yang diduga terinfeksi Zika. Februari ini didapati lima kasus yang menunjukkan bahwa penularan virus Zika terjadi melalui hubungan seksual. Penyebaran juga dapat terjadi manakala nyamuk yang telah mengisap darah orang terinfeksi kemudian menggigit orang lain dan memindahkan virus ke orang baru ini.

Pertumbuhan kasus sejak Zika ditemukan di Uganda hingga sekarang memperlihatkan bahwa virus ini menyebar secara perlahan selama 50 tahun dan kemudian penyebarannya berlangsung cepat. Dirjen WHO Dr. Margaret Chan menggunakan istilah ‘eksplosif’ menyusul wabah dahsyat di Brazil pada pertengahan 2015. Penyebarannya kini telah mencapai lebih dari 20 negara.

Pergerakan manusia dari satu negara ke negara lain, dari satu benua ke benua lain, karena kemudahan transportasi udara, memungkinkan penyebaran virus Zika ini berlangsung cepat. Setelah berpindah antar negara-benua, penyebaran virus ini dapat berlangsung di tingkat lokal atau domestik. Dan kini, virus Zika telah menjadi ancaman kesehatan global. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

21 menit lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB