x

Iklan

Maya Andrayani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kenapa Tan Malaka Menjadi Legenda?

Memang masih banyak kisah hidup Tan Malaka yang belum benar-benar tersibak. Dan fragmen-fragmen yang hilang ini menjadi ibarat halaman kosong yang mengasyi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kenapa Tan Malaka jadi legenda? Pasti banyak alasannya, kalau saya melihatnya dari dua sisi, yakni kemisteriusan dan tindakan heroik putera Suliki Minangkabau ini. Sisi misterius Tan Malaka terbit akibat sulitnya catatan sejarah kehidupan, bahkan kematiannya.

Tan Malaka tidak sekadar melakukan perjalanan dari Minangkabau ke Haalem Belanda terus menjejah Sumatera dan Jawa. Kelana Tan Malaka lebih jauh lagi. Sesudah ditangkap Belanda ketika menjabat Ketua Umum Partai Komunis Indonesia (PKI) yang kedua, menggantikan Semaun, Tan Malaka dibuang ke Belanda. Di negeri kincir angin ini, ia dicalonkan sebagai anggota DPR Belanda, sehingga harus berkeliling ke pelosok Nederland.

Setelah itu, Tan Malaka pergi ke Jerman dan menghadiri sidang komunis internasional di Moskow Rusia. Terus Tan Malaka pergi ke Kanton Tiongkok, Filipina, Singapura, Bangkok, Amoy dan Shanghai, Hongkong, Myanmar, kembali ke Singapura, lalu Penang Malaysia baru akhirnya pulang dan kembali menjelajah Indonesia. Konon Tan Malaka juga dikabarkan sempat membantu perjuangan rakyat India dari imperialism Inggris dan masyarakat Palestina.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di tiap negara itu, ia selalu dikuntit mata-mata Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat. Bahkan belakangan Tan Malaka juga dikejar-kejar oleh agen-agen komunis karena perbedaan sikapnya dengan Moskow. Luasnya kelana ini membuat banyak fragmen-fragmen dalam kehidupannya yang tidak tercatat. Ironisnya, Indonesia malah harus berhutang budi kepada Poeze yang meneliti kehidupan Tan Malaka selama 40 tahun lebih.

Perjalanan hidup Tan Malaka juga amat heroik. Di setiap negara yang disinggahi ia selalu menggelorakan perlawanan atas kolonialisme dan imperialism. Tan Malaka adalah orang pertama yang meyakini bahwa perjuangan pembebasan atas penjajahan tidak bisa dilakukan sendirian. Ketika kalangan Islam, nasionalis dan komunis dunia berseteru, Tan Malaka justru menyerukan persatuan. Hal ini yang membuat Tan Malaka dinilai sebagai aktor komunis yang paling berbahaya.

Selain itu, Tan Malaka selalu konsisten dalam memperjuangkan pikirannya. Dia pernah menentang gagasan Lenin, komandan para komunis dunia, termasuk menentang pemberontakan PKI 1926. Akibatnya Tan Malaka menjadi musuh kalangan komunis.

Kehidupannya pun jauh dari kemewahan, bahkan tergolong miskin. Tan Malaka pernah menjadi tukang jahit, guru sekolah, tukang catat perusahaan pertambangan, dan jurnalis. Satu-satunya kehidupan Tan Malaka yang agak mewah sewaktu menjadi guru pengawas di sekolah perkebunan Senambah Mij di Dili Sumatera Utara. Itupun, ia tinggalkan karena tidak kerasan melihat perbudakan yang dialami buruh kontrak. Dalam pelariannya dari kejaran intel-intel kolonial, Tan Malaka tinggal di rumah rekan-rekan sejawat, di wisma-wisma murah, bahkan pernah tertidur di samping WC.

Djamaluddin Tamim, sahabat Tan Malaka, dalam catatannya pernah menulis bahwa dirinya dititipi surat oleh Sukarno untuk disampaikan kepada Tan Malaka. Di Bangkok surat itu diserahkan, diantaranya berisi pernyataan Soekarno “Saya bersedia untuk segera muncul di lapangan politik, tetapi saya harapkan supaya saudara Tan Malaka selalu memberikan pedoman, tuntunan kepada saya….”. Setelah membaca surat Soekarno itu Tan Malaka langsung menulis artikel berisi arahan untuk perjuangan kaum intelektual Indonesia berjudul “Pari Dan Kaum Intelektuil Indonesia”.

Luar biasanya, ketika Soekarno-Hatta melancong ke Bayah Banten untuk menarik dukungan rakyat terhadap Jepang. Di sini Tan Malaka dan Soekarno pertama kali bertatap muka, namun Soekarno tidak mengenali Tan Malaka. Meskipun tidak sepakat dengan juniornya itu, Tan Malaka tetap mendebatnya secara hormat. Sebaliknya, Soekarno terkesan ogah-ogahan untuk berdebat panjang lebar dengan si pelayan, yang barangkali menurutnya tidak selevel. Memang waktu itu, Tan Malaka-lah yang bertugas untuk menghidangkan air minum kepada dua proklamator itu. Namun, bukankah Tan Malaka bisa saja menyelipkan secarik surat di bawah gelas itu, supaya Soekarno bisa memperlakukannya dengan hormat? Di sini terlihat kebesaran jiwa Tan Malaka untuk terus membimbing Soekarno, kendati tidak menerima penghargaan yang layak dari juniornya itu.

Gagasan, metode perjuangan dan kisah hidupnya yang melebur dengan rakyat jelata ini membuat Tan Malaka menjadi sosok yang khas dalam khasanah sejarah menjelang dan di awal kemerdekaan Republik Indonesia. Bulan Februari 2016 ini artinya sudah 67 tahun Tan Malaka berpulang di tangan Sukotjo, bangsanya sendiri. Kepergian yang tragis ini tak pelak kian mempekuat citra legenda Tan Malaka.

Memang masih banyak kisah hidup Tan Malaka yang belum benar-benar tersibak. Dan fragmen-fragmen yang hilang ini menjadi ibarat halaman kosong yang mengasyikan para pengarang fiksi – novel dan opera, jika saya tidak salah, untuk mengisinya dengan segumpal imajinasi. Kendati demikian, jika bangsa ini mau membaca, semangat perjuangan dan konsistensi Tan Malaka sudah terang benderang. Tinggal kita sekarang mau memuja kemisteriusan itu, atau mencoba meneladani heroism Tan Malaka dalam kehidupan kita masing-masing.

Ikuti tulisan menarik Maya Andrayani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB