x

Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Lawan Industri Rokok (Gebrak) melakukan aksi simpatik kesehatan dan pengendalian tembakau saat Car Free Day di kawasan Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta, 24 April 2016. Mereka mengajak masyarakat untuk

Iklan

Istiqomatul Hayati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Fatwa Haram Rokok dan Penolakan Indonesia menjadi Asbak

Begitu lemahnya iman para penguasa dan tokoh agama, sehingga kita lemah jika menyangkut duit dari industri asap itu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Indonesia hingga saat ini masih menjadi pasar empuk tembakau. Industri menganggap Indonesia menjadi salah satu surga lantaran tidak ada regulasi selevel undang-undang yang mengatur pengendalian konsumsi tembakau. Bahkan, di negara dengan berpenduduk muslim terbesar di dunia ini, industri rokok berteman akrab dengan para kiai. Bukan rahasia lagi, jika pesantren, terutama di kawasan pertanian tembakau, mendapat support tak sedikit dari industri tembakau.

Begitu lemahnya iman para penguasa dan tokoh agama, sehingga kita lemah jika menyangkut duit dari industri asap itu. Misalnya, kawasan bebas asap rokok tak pernah benar-benar bebas asap. Iklan rokok sebagai mesin pembunuh manusia bisa ditemui dengan mudah dan mejeng di berbagai tempat.

Terakhir, pemerintah tak kuasa melarang Indonesia menjadi lokasi pameran mesin rokok internasional yang digelar di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta pada 27-28 April 2016. Penolakan yang dimotori para mahasiswa se-Jabodetabek yang menolak Indonesia menjadi asbak acara itu, tak direspons positif oleh pemerintah. Bahkan, kepolisian memperlakukan mereka dengan kekerasan. Beberapa mahasiswa terluka karena peristiwa itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

BACA:Mahasiswa Kembali Tolak Pameran Mesin Rokok, 17 Ditangkap

Sebenarnya, adakah aturan tentang merokok dalam agama? Adakah kitab yang mengatur soal ini?

Majelis Ulama Indonesia sebenarnya pernah mengeluarkan fatwa haram dan makruh merokok pada Januari 2009. Keputusan itu ditelorkan oleh Forum Ijtimak Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III. Mereka memutuskan bahwa rokok haram untuk anak-anak, remaja, dan wanita hamil.  Rokok juga diharamkan diisap di tempat umum.  Saat itu,  Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Ali Mustafa Ya’qub mengatakan ijtimak ulama memutuskan wilayah hukum larangan merokok berada di antara haram dan makruh.

Sebenarnya, setahun setelah keputusan Fatwa MUI itu keluar, Muhammadiyah sebagai organisasi massa Islam terbesar kedua di Indonesia juga mengeluarkan keputusan haram merokok. Yunahar Ilyas, Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih saat itu,  menyatakan landasan keluar keputusan haram lantaran merokok dianggap merusak diri sendiri. “Bisa menyebabkan sakit dan kematian,” katanya. Dalil umum Al Quran jelas menyerukan agar manusia tidak mencelakakan diri sendiri.

Al Quran juga menyebutkan larangan agar manusia tidak membunuh dirinya sendiri. Tidak ada yang menyangkal bahwa merokok bisa menyebabkan kematian. “Kalau sudah tahu dari ahli bahwa itu bisa merusak atau membunuh maka sudah pasti bertentangan dengan ayat itu,” katanya. Ia mengatakan, selama ini rokok sudah merusak diri 20 persen. “Yang 80 persen itu merusak orang lain karena asap perokok,”katanya.

Keputusan itu, kata Yunahar, juga  dilandasi bahwa merokok memerlukan biaya besar tapi tidak bermanfaat, membuang uang alias mubazir. “Sesuatu yang mubazir itu haram karena Quran mengajarkan, jangan kamu membuaang uang karena mubazir itu temannya setan,” katanya. 

Guru besar Ulumul Quran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini menjelaskan, aturan ini secara kultural sudah mengikat di kalangan Muhammadiyah.  “Sudah tidak banyak di kalangan MUhammadiyah yang merokok, paling tinggi 15 persen,” ujar Yunahar.  Ia menjelaskan semua gedung Muhammadiyah seperti sekolah, lembaga Muhammadiyah, dan rumah sakit sudah diberlakukan larangan merokok.

Ia menekankan, fatwa adalah pendapat agama dan bukan instruksi ataupun undang-undang. Dengan demikian, keputusan itu boleh tidak diikuti oleh orang di luar Muhammadiyah. “Tapi kalau di internal kami sudah pasti mengikat,” katanya.

Kendati demikian, Muhammadiyah memahami bahwa penerapan larangan ini berjalan bertahap. “Bagi yang belum merokok jangan merokok, kalau bisa berhenti ya berhenti, kalau yang susah berhenti ya bertahan, dan Muhammadiyah melalui rumah sakit dan sekolah siap membantu memulihkan kecandungan merokok,” ujarnya.

Yunahar menampik bahwa fatwa haram merokok organisasinya itu akan membunuh lapangan pekerjaan para petani tembakau. “Tidak ada petani yang murni petani tembakau karena mereka hanya panen satu tahun sekali itu,”katanya.

Bagaimana di Arab Saudi, di negara Islam lahir? Yunahar menuturkan, Panitia Tetap Lembaga Riset Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi sudah menjelaskan adanya aturan larangan merokok dalam Al Quran. Menurut mereka, rokok diharamkan karena termasuk sesuatu yang buruk (khabaits).

Dalam Q.S. Al A’raf: 157 disebutkan bahwa:…Dia menghalalkan bagi mereka yang baik dan mengharamkan yang buruk. Bahkan dalam Q.S. Annisa: 29 menyebutkan perintah Tuhan agar manusia tidak membunuh dirinya sendiri. “Ahli medis sudah mengatakan bahwa merokok termasuk mengkonsumsi barang berbahaya bukan saja untuk dirinya sendiri tapi juga orang lain,” ujar Yunahar.

Sayangnya, fatwa yang terpampang nyata ini berseberangan dengan sikap Pengurus Besar Nahdatul Ulama, organisasi massa Islam terbesar di Indonesia. Ketua Umum PB NU, Said Aqil Siradj menyatakan tak sepakat dengan fatwa haram rokok yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih PP Muhammadiyah. ”Kami tidak sepakat dengan fatwa Muhammadiyah tentang haramnya rokok,” katanya.

Said menjelaskan, efek yang dimunculkan dari fatwa ini amat besar. Warga NU, sebagian  bekerja di pabrik rokok dan menjadi petani tembakau, akan berpikir apa yang dikerjakannya salah. Ia mengatakan tidak mudah membuat fatwa haram, kecuali untuk hal-hal sudah qath’i atau jelas-jelas diharamkan seperti daging babi, khamr atau darah. “Itu baru bisa dikatakan haram,” katanya.

Bagaimana aturan merokok dalam Alkitab?  Dalam Majalah Imanuel Huria Kristen Batak Protestan, Pendeta Victor Tinambunan mengakui tak ada aturan jelas dalam alkitab terkait merokok. “Tapi Alkitab juga tidak menganjurkan merokok,” katanya.  Alkitab, katanya, menganjurkan umat untuk menjaga kesehatan tubuh dan kesehatan kantong. Menurut dia, dalam pasal 14 Konfesi HKBP telah jelas menyatakan agar umat HKBP tidak dikuasai oleh rokok. “Itu sebabnya saya sering bilang kepada para pengkhotbah, bahwa khotbah yang dipersiapkan dengan asap amat sulit meresap,” tuturnya.

Ia mengatakan, seseorang yang mengaku tak bisa berkonsentrasi dan mendapatkan inspirasi jika tidak merokok, berarti sudah kecanduan. “Inspirasi itu justru dihalangi oleh asap rokok,” kata Victor.

Adapun pandangan agama Buddha, menurut Bhikku Dhammadhiro dalam Buddhis.net, merokok tidak terdapat dalam ajaran Sila Buddha.

Menurut dia, rokok adalah sejenis obat penenang ringan. Sebab, sifatnya ringan dan tidak membuat orang kehilangan kesadaran.  Tapi di sisi lain, rokok juga menyebabkan penggunanya ketagihan. Istilah ketagihan ini tidak termasuk dalam cakupan Sila Buddha. “Karena yang disebut di sana adalah barang atau minuman yang memabukkan,” kata sang bikkhu.  Lantaran itu, ia menegaskan, rokok riskan jika dimasukkan dalam pelanggaran sila kelima ajaran Buddhis.

Tapi jangan lupa, dalam ajaran Buddha, tak hanya mengajarkan sila yang mengatur saja. “Artinya, ada ajaran-ajaran lain dalam agama Buddha yang bersifat lebih halus lagi,” katanya.

Demi mendapatkan manfaat lebih tinggi, umat Buddha seharusnya melaksanakan Dharma/ajaran  Buddha yang lebih halus. Rokok, katanya, meskipun berkadar kecil, “tetap juga mengandung zat penenang.” Ini berarti, jika tidak dibutuhkan semestinya tidak dikonsumsi.  “Karena berpengaruh dalam membina diri,”kata Dhammadhiro.

 

Ikuti tulisan menarik Istiqomatul Hayati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler