x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Viet Thanh Nguyen, Debutan Pulitzer dan Edgar Awards

Nguyen menawarkan perspektif baru dalam memandang Perang Vietnam.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Sebelum momen Pulitzer dan Edgar Awards tahun ini, Viet Thanh Nguyen dikenal sebagai pengajar English and American Studies di University of Southern California, AS. Cerita-ceritanya memang kerap muncul di Best New American Voices, TriQuarterly, Narrative, dan Chicago Tribune. Ia juga menulis buku akademis, Race and Resistance. Namun, pemberian penghargaan Pulitzer dan Edgar Awards—dalam dua minggu berturutan—bagi novel pertamanya, The Sympathizer, telah mengglobalkan nama lelaki berdarah Vietnam dan Prancis ini.

Lahir di negeri Vietnam Selatan yang sudah hilang dan tumbuh sebagai manusia dewasa di Amerika Serikat membuat Nguyen tak bisa mengelak dari warisan sejarah yang mempertautkan dua negara itu—satu di masa lampau dan yang lain di masa kini, dan keduanya saling berjalin. Kenyataan hidup ini pula yang menjadikan Nguyen, agaknya, mampu mengembangkan perspektif tersendiri dalam memandang Perang Vietnam dan kehidupan sesudahnya bagi orang-orang Vietnam seperti dirinya maupun orang-orang Amerika yang terlibat dalam perang paling mengerikan setelah Perang Dunia II.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kisah dalam novel The Sympathizer bermula pada April 1975 ketika Saigon dilanda kekacauan saat Amerika Serikat di ambang kekalahan dan Vietnam Selatan mulai runtuh. Tentara Vietnam Utara yang komunis terus menekan Vietnam Selatan hingga akhirnya memberikan kekalahan memalukan kepada AS yang mendukung Selatan.

Novel pertama ini, kata Nguyen, berkisah tentang seorang manusia dengan dua pikiran—keyakinan politiknya bertentangan dengan loyalitas individualnya. (“I am a spy, a sleeper, a spook, a man of two faces. Perhaps not surprisingly, I am also a man of two minds,” tulis Nguyen membuka novelnya di halaman 9.) Viet Thanh Nguyen, di mata para juri kedua penghargaan ini, menawarkan perspektif baru yang penting dan tidak lazim mengenai perang.

Setelah meraih Pulitzer, di website-nya, Nguyen menulis: ‘Dalam hitungan menit setelah memperoleh penghargaan ini, saya tahu bahwa saya berutang banyak terima kasih kepada setiap orang yang telah berpulang mendahului saya dalam perjuangan hebat mereka bagi keadilan sosial, perdamaian, kesetaraan yang genuin, bagi representasi untuk semua di setiap jenjang dalam setiap masyarakat.’

Nguyen percaya bahwa apa yang dicapai pada hari ini terpaut dengan sejarah masa lampau. “Tidak ada penulis minoritas, tidak ada penulis bewarna, yang dapat mengklaim bahwa ia menuntaskan segalanya semata-mata berkat dirinya sendiri,” ujarnya. Ia percaya bahwa apa yang dicapai pada hari ini adalah hasil kerja kolektif. “. Kita semua berutang banyak kepada perjuangan kolektif dan aktivis yang mendahului kita, yang meletakkan fondasi bagi pencapaian individual kita, berutang kepada siapapun yang cukup beruntung untuk dikenang maupun yang begitu banyak terlupakan.”

Tumbuh dewasa dalam komunitas (kecil) Vietnam dan komunitas (besar) Amerika, Nguyen terpengaruh oleh bagaimana sejarah pengungsi Vietnam didefinisikan oleh hilangnya sebuah negeri dan perasaan sebagai korban. Orang Amerika, kata Nguyen, melihat diri mereka sebagai korban sebab mereka mengenang 50 ribu warga Amerika yang tewas sembari melupakan bahwa tiga juta warga sipil Vietnam terbunuh.

Perang Vietnam yang berakhir dengan kejatuhan Saigon (ibukota Vietnam Selatan) pada 30 April 1975—41 tahun yang lampau—itu telah menghancurkan banyak hal, terutama kemanusiaan. Perang lama ini telah mencabik-cabik kehidupan keluarga dan memisahkannya karena alasan ideologi. Perang ini juga telah memakan banyak korban, di Utara maupun Selatan.

Nguyen, kendati kini menetap di Amerika, mengritik sikap orang-orang Amerika dalam memandang Perang Vietnam. “Orang memang punya hak untuk merasa dikorbankan, tapi mereka tidak punya hak untuk merasa seakan-akan viktmisasi dan penderitaan mereka adalah satu-satunya hal penting,” kata Nguyen.

Membaca The Sympathizer, yang menghasilkan dua penghargaan, niscaya dapat lebih menjelaskan pandangan Nguyen. Dan, saya baru memulainya. (sumber foto: dornsife.usc.edu) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB