x

Iklan

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger, pegiat literasi
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

NU dan HTI, dalam Persaudaraan

Belakangan ini saya sering melihat gambar-gambar berseliweran tentang adanya adu domba antara NU dan HTI di sosial media.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Belakangan ini saya sering melihat gambar-gambar berseliweran tentang adanya adu domba antara NU dan HTI di sosial media. Beberapa pihak NU, terutama anak-anak mudanya, banyak yang mempertanyakan gambar-gambar tersebut. Misalkan, NU di presentasikan dengan celana cingkrang dan berompi. Sangat jauh berbeda dengan ciri khas warga NU yang berkopyah dan bersarung. Pakaian bahkan menjadi identitas tersendiri.

 

Dalam gambar tersebut dituliskan, bahwa sesama Muslim bersaudara. Ukhuwah Islamiyah harus tetap digalakkan. Namun pada kenyataannya, baik NU maupun HTI memang memiliki garis ideologis yang jauh berbeda. Terutama dalam memaknai kebangsaan. Alih-alih untuk kampanye persaudaraan (Ukhuwah), gambar tersebut justru bisa memperkeruh suasana.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

NU adalah ormas yang getol memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Termasuk ikut peran sertanya kaum santri dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan laskar jihadnya. Artinya, NU yang juga mewakili ormas mayoritas di negara ini, adalah bagian integral berdirinya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). sementara HTI, yang baru eksis di Indonesia pasca reformasi bergulir, bersikap kebalikannya.

 

Baik NU maupun HTI memiliki konsep tersendiri tentang Politik (Political Way). NU mendukung NKRI dan menerima Pancasila sebagai dasar negara. Konsep Hubbul Wathan minal Iman yang sudah begitu melekat, tidak hanya sebagai sebuah konsep. Namun juga memiliki latar sejarah yang berdarah-darah. Santri-santri yang gugur dalam jihad memperjuangkan serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Agar Indonesia merdeka, berdaulat. Agar tidak ada lagi penjajahan dan rakyat hidup menderita karena dijajah.

 

Sementara HTI juga punya konsep politik sendiri, yaitu Khilafah yang justru menegasi hampir semua tatanan yang ada, yang dulu dibangun serta diperjuangkan oleh para Mujahid, termasuk diantaranya Mujahid NU. Lantas dimanakah letak persaudaraannya?

 

Persaudaraan memang harus berjalan beriringan. HTI pun juga harus memahami betapa peliknya perjuangan NU dahulu kala. Bagaimana pula NU memandang politik kebangsaan. Sementara banyak dari para Cendekiawan NU yang menilai bahwa konsep Khilafah masih mengawang-ngawang untuk dijadikan sebuah sistem.

 

Saudara yang baik seharusnya tidak mudah menghujat sistem yang sudah dibangun sejak berdirinya Republik ini, dimana NU dan Umat Islam ikut serta membangun di dalamnya. Menghargai perjuangan saudaranya, serta menghargai konsep/tafsir yang sudah dipilih.

 

Khotbah tentang persaudaraan memang lebih mudah didengungkan daripada diamalkan. NU telah berjuang sedemikian rupa agar NKRI tegak, bahkan ketika terjadi konfrontasi dengan PKI beberapa tahun silam. Sementara HTI datang dengan Khilafahnya yang menolak NKRI. Yang satu menegakkan dengan pengorbanan yang besar, yang satu datang untuk merobohkannya.

 

Tentu saja, gambar persaudaraan antara NU dan HTI itu bagus untuk mengingatkan kita betapa pentingnya ukhuwah, betapa idealnya hidup dalam kerukunan. Namun jangan juga menikam sesuatu yang masih butuh penyempurnaan. Pancasila dan NKRI sudah dihayati oleh bangsa ini, yang mayoritas adalah Muslim.

 

Kita membutuhkan kerukunan sejati, Ukhuwah untuk membangun yang sudah ada. membangun budaya, pendidikan, ekonomi, politik, dll. Bukan perdebatan atas konsep-konsep yang mengawang-awang. (*)

 

Blitar, 6 Mei 2016

A Fahrizal Aziz

Ikuti tulisan menarik Ahmad Fahrizal Aziz lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB