x

Iklan

Arinta Dea Dini Singgi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kenapa Mary Jane Tak Bisa Dihukum Mati?

Tulisan ini mencoba mengupas lebih dalam mengenai kurir narkotika serta relasinya dengan hukuman mati.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Harusnya, Mary Jane Veloso dieksekusi mati malam itu, April 2015 lalu. Tidak ada upaya hukum apapun yang dapat menyelamatkan nyawa Mary Jane, seorang buruh migran yang dijatuhi pidana mati karena perannya sebagai kurir narkotika. Namun, pada detik-detik terakhir menuju eksekusi, Mary Jane selamat karena masifnya dukungan dari orang-orang yang mendengar kisahnya. Mary Jane adalah korban perdagangan manusia yang dijebak menjadi kurir narkotika. Mary Jane, dan banyak korban perdagangan manusia lainnya yang terjebak menjadi kurir narkotika, harusnya tidak dijatuhkan dengan hukuman mati.

Kurir narkotika adalah istilah politis. Undang-Undang Narkotika (UU Narkotika) tidak memberikan definisi untuk kurir narkotika. Kurir narkotika, umumnya, adalah seseorang yang membawa narkotika kepunyaan orang lain baik dengan melewati batas negara ataupun tidak melewati batas negara. Kurir narkotika biasa dibayar dengan upah yang murah dengan resiko pekerjaan yang sangat tinggi. Dalam mata rantai peredaran gelap narkotika, kurir narkotika berada pada level paling bawah dan tidak mendapatkan informasi mengenai jaringan pengedar narkotika yang berada di atasnya. UU Narkotika tidak membedakan peran seseorang dalam peredaran gelap narkotika. Ancaman pidana maksimal yang mereka dapatkan sama: pidana mati.

Asas proporsionalitas dalam hukum pidana tidak diterapkan pada kasus kurir narkotika. Tindak pidana narkotika yang digolongkan ke dalam the most serious crime atau kejahatan paling serius oleh negara diinterpretasikan secara kaku dan tidak hati-hati. Proporsionalitas penghukuman seharusnya mempertimbangkan derajat partisipasi seseorang dalam tindak pidana. Hukuman mati bukanlah hukuman yang proporsional bagi kurir narkotika karena peran kurir narkotika yang kecil dalam peredaran gelap narkotika.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain faktor proporsi pemidanaan, hukuman mati juga tidak dapat dijatuhkan bagi kurir narkotika yang menjadi korban perdagangan manusia. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) mengatakan bahwa ada 3 (tiga) unsur perdagangan manusia yaitu, pertama, adanya perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang. Yang kedua adalah unsur pertama dilakukan dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut. Dan yang ketiga adalah bertujuan untuk mengeksploitasi seseorang. Eksploitasi yang dimaksud pada unsur ketiga bermaksud menguntungkan pihak-pihak tertentu.

Kasus Mary Jane, misalnya, memenuhi ketiga unsur perdagangan manusia. Ia direkrut serta dipindahkan antar negara (dari Filipina ke Malaysia lalu ke Indonesia) dengan dijanjikan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga (penipuan), dan pelaku yang merekrut Mary Jane secara diam-diam memasukkan narkotika pada tas Mary Jane (eksploitasi). UU TPPO bahkan mengatakan bahwa korban perdagangan manusia yang melakukan tindak pidana tidak dapat dipidana. Bukan hanya hukuman mati tidak dapat dijatuhkan pada korban perdagangan manusia, mereka bahkan bukan subjek hukum yang dapak dikenakan pertanggungjawaban pidana.

Identifikasi korban perdagangan manusia yang menjadi kurir narkotika harus bisa dilakukan oleh para penegak hukum. Perempuan dan orang miskin adalah kelompok masyarakat yang seringkali dijadikan sebagai kurir narkotika karena kerentanan mereka. Perempuan, pada khususnya, memiliki posisi tawar yang sangat rendah dibandingkan dengan laki-laki. United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) menyatakan bahwa perempuan yang lemah secara pendidikan, ekonomi ataupun menjadi korban kekerasan seringkali dimanfaatkan oleh para sindikat dalam peredaran gelap narkotika. Pola untuk merekrut kurir perempuan dilakukan dengan membentuk relasi personal dengan korban melalui hubungan pacaran ataupun pernikahan. Dalam kondisi seperti ini sindikat memanfaatkan ketergantungan ekonomi dan psikologis perempuan ataupun dengan ancaman kekerasan. Pola rekrutmen lainnya adalah di mana sindikat secara khusus memang mengincar perempuan yang miskin dan membutuhkan pekerjaan. Selain itu, pola rekrutmen dengan menjebak perempuan untuk membawa atau mengantarkan sejumlah narkotika tanpa sepengetahuan korban juga kerap kali dilakukan.

Kurir narkotika memiliki peran yang sangat kecil dalam peredaran gelap narkotika namun pidana yang mereka dapatkan sama dengan bandar narkotika. Kurir narkotika bahkan seringkali menjadi korban perdagangan manusia. Korban yang seharusnya dilindungi oleh negara namun dihukum mati secara barbar dan tidak manusiawi. Perempuan dan orang miskin seringkali direkrut menjadi kurir narkotika karena faktor kerentanan yang mereka miliki. Hukuman mati bukan lah hukuman yang dapat dijatuhkan kepada kurir narkotika.

Ikuti tulisan menarik Arinta Dea Dini Singgi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler