x

Iklan

Abah Raditya

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Rockefeller, TEMPO, dan Pak Ogah (Bagian 1)

Tulisan Tarbell telah ‘memaksa’ warga Amerika membuka matanya melihat realitas yang sebelumnya tidak diketahui banyak orang

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Awal tahun 1900-an John D. Rockefeller adalah sosok yang sangat berkuasa, ia pendiri sekaligus pemilik saham terbesar Standard Oil Company, perusahaan minyak terbesar di dunia dengan lebih 60.000 orang karyawan saat  itu. Ia  juga seorang filantropis yang berpengaruh.

Namun, yang tidak diketahui banyak orang adalah, ternyata kejayaan bisnisnya itu tidak diperoleh dengan cara nomal,  praktek bisnisnya curang, modusnya sangat licin, hukum saat itu tidak mampu menjerat praktek bisnisnya yang menghancurkan banyak orang.

Seorang Perempuan cantik, Ida Tarbell, ayahnya jadi satu dari banyak korban bisnis Rockefeller. Ayahnya memiliki bisnis minyak kecil-kecilan. Rockefeller kasih “penawaran yang tidak bisa ditolak” yang menyebabkan 24 pebisnis minyak lain menjual bisnisnya, sementara ayah Ida menolaknya ke Rockefeller. Akibatnya partner bisnisnya bunuh diri, bisnis ayahnya bangkrut,  dan harus menggadaikan rumahnya untuk membayar utang.

Singkat cerita, pada tahun 1902 Ida Tarbell membuat investigasi atas praktek bisnis Standard Oil Company milik Rockefeller.  Ia membuat 19  serial tulisan tentang Standard Oil dalam 2 tahun dan dimuat di McClure’s Magazine dan dijadikan sebuah buku yang berjudul The History of Standard Oil Company.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ia melakukan wawancara dengan karyawan Standard Oil, meneliti ratusan ribu dokumen dari berbagai wilayah selama lebih dari setahun, mengungkap praktek tangan besi, spionase, dan kolusi dari Standard Oil.

Sebelum tulisannya terbit, ayah Ida Tarbell mengingatkan bahwa Rockefeller dan Standard Oil bisa menghancurkan dia sebagaimana telah menghancurkan kampung halamannya. Tapi Ida Tarbell tidak gentar, ia tetap muat hasil investigasinya.

Tulisan Tarbell telah mengungkap kemarahan publik terhadap Standard Oil, ia ‘memaksa’ warga Amerika membuka matanya melihat realitas yang selama ini tidak diketahui banyak orang, bahwa pengusaha terkenal Rockefeller ini telah melakukan prektek jahat dalam bisnis, lakukan monopoli ilegal &  spionase dan bersekongkol dengan perusahaan transportasi yang membunuh perusahaan kecil,  membuat pelaku bisnis yang jujur jatuh tersungkur, keluar dari jalur bisnisnya.  Rockefeller marah kepada Tarbell dan berikan name calling untuk Ida Tarbell dengan sebutan “Miss Tarbarrel.”

Hasil investigasi Ida Tarbell menjadi pintu masuk dan membantu penegak hukum membongkar skandal tersebut. Pada tahun 1911, akhirnya U.S. Supreme Court menyatakan Standard Oil melanggar aturan Sharman Antitrust Act yang mengharuskan Standard Oil memecah perusahaanya menjadi 34 buah. Di antara 34 perusaan tersebut yang kemudian tumbuh menjadi Exxon Mobil, Chevron yang kita kenal sekarang.

Dengan investigasinya, seorang perempuan, bisa membongkar gurita bisnis pengusaha kakap kelas dunia  yang licin,  yang selama itu tidak bisa tersentuh oleh hukum, ia membantu penegak hukum ciptakan lingkungan bisnis yang lebih sehat dan lebih jauh lagi, bisa mengubah kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.

 

Jalan panjang Tempo membangun media investigasi

Dalam menyambut 45 tahun terbitnya majalah Tempo, Ahok memberikan testimoni seperti ini:

Saya udah kenal majalah Tempo mulai aktif  baca sejak saya SMA. Nah saya suka karena betul-betul nih investigasi , saya jadi belajar banyak tentang segala kebijakan termasuk belajar politik sebetulnya. Tetap tajam, berani, buka semua. Ini kita nanti-natikan dari tempo. Satu-satunya saya kira majalah yang berani sekali mengungkapkan apa yang tidak diungkap oleh umum.”

 

Kota Roma tidak dibangun dalam semalam.

Ungkapan tersebut sangat tepat dan berlaku dalam banyak hal.  Keahlian, reputasi, kredibilitas itu tidak datang secara instan, ia dibangun, ditempa dengan sejarah dan perjuangan yang panjang. Tempo dikenal kekuatan investigasinya bukan karena bikin berita kontroversial yang lalu dalam sekejap mendapatkan positioning sebagai media investigasi.  Ia merintis perjuangannya sejak puluhan tahun lalu,  jatuh bangun,  berbuat salah,  memperbaiki diri,  membentuk karakter, culture,  hingga mendapatkan positioningngya sebagai media investigasi. 

Pada tahun 1969, sejumlah mahasiswa berangan-angan membuat sebuah majalah berita mingguan. Singkatnya, terbitlah majalah berita mingguan bernama Ekspres. Di antara para pendiri dan pengelola awal, terdapat nama seperti Goenawan Mohamad, Fikri Jufri, Christianto Wibisono, dan Usamah. Namun, akibat perbedaan prinsip antara jajaran redaksi dan pihak pemilik modal utama, terjadilah perpecahan. Goenawan dan rekan sejawatnya keluar dari Ekspres pada 1970 (Pemimpin Redaksi Tempo, Daru Priyambodo).

Sementara itu, pada saat yang bersamaan pemilik Majalah Djaja, Harjoko Trisnadi sedang mengalami masalah. Majalah milik Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) , yang dikelolanya sejak 1962 macet terbit. Menghadapi kondisi tersebut, karyawan Djaja menulis surat kepada Gubernur DKI saat itu, Ali Sadikin, minta agar Majalah Djaja diswastakan dan dikelola Yayasan Jaya Raya-sebuah yayasan yang berada di bawah Pemerintah DKI. Maka pada April 1971 dengan dimodali Rp 20 juta oleh Yayasan Jaya Raya,  disepakatilah berdirinya majalah Tempo di bawah PT. Grafiti Pers sebagai penerbitnya dan Goenawan Mohammad sebagai pemimpin redaksinya.

Di awal tahun berdirinya, isi liputan investigasi majalah Tempo antara lain adalah skandal korupsi di tubuh Pertamina.

 

Dua kali disuntik mati penguasa

Tahun 1982

Pada 12 April 1982, di usia yang ke-12 tahun, Tempo dibredel oleh Departemen Penerangan melalui surat yang dikeluarkan oleh Ali Moertopo (Menteri Penerangan). Ide pembredelan itu sendiri datang dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang saat itu dipimpin oleh Harmoko, wartawan harian Pos Kota. Diduga, pembredelan tersebut terjadi karena Tempo meliput kampanye partai Golkar di Lapangan Banteng, Jakarta, yang berakhir rusuh. Presiden Soeharto, yang notabene motor partai Golkar, tidak menyukai berita tersebut. Pada 7 Juni 1982, pembredelan Tempo dicabut setelah Goenawan membubuhkan tanda tangan di secarik kertas. Secarik kertas itu berisi permintaan maaf Tempo dan kesediaan untuk dibina oleh pemerintah.

Tahun 1994

Majalah Tempo diberedel oleh Menteri Penerangan Harmoko atas perintah Presiden Soeharto. Penyebabnya majalah berita itu terbit dengan laporan utama investigasinya tentang skandal pembelian 36 unit kapal perang eks-Jerman Timur oleh Menteri Riset dan Teknologi B.J. Habibie. Dalam laporannya itu majalah Tempo antara lain membeberkan pembelian kapal-kapal itu dilakukan pada 1992 oleh Habibie, masalahnya: telah terjadi penggelembungan harga dari 12,7 juta dollar AS menjadi 1,1 miliar dollar AS. Parahnya lagi, ternyata sebagian besar kapal perang bekas itu setibanya di Indonesia langsung menjadi besi-besi tua terapung alias tidak bisa dioperasionalkan, karena rusak, sulit atau biaya perbaikannya sangat mahal,  atau onderdilnya tidak tersedia.

Presiden Soeharto marah besar terhadap pemberitaan Majalah Tempo itu. Tak perlu waktu lama lagi, atas perintah Soeharto, Menteri Penerangan Harmoko pun memvonis mati Majalah Tempo, diberedel, dilarang terbit sampai dengan waktu yang tidak ditentukan. Selain Tempo, Majalah Editor dan Tabloid Detik juga mengalami nasib yang sama, karena turut memberitakan skandal tersebut. 

Kalau dulu syarat terbit kembali sangat mudah, hanya memerlukan tanda tangan di secarik kertas, kali ini sangat sulit. Majalah tempo bisa kembali terbit setelah Presiden Soeharto lengser pada tahun 1998.

BERSAMBUNG

 

Penulis: 

Abah, digital entrepreneur, aktivis #SaveJkt, mantan kepala sekretariat Tim Reformasi Migas.

Twitter: @abaaah

Blog: http://abah.me

 

Disclaimer: Saya bukan buzzer Tempo dan juga bukan konsultan salah satu Cagub DKI Jakarta.

Baca Juga

Rockefeller, TEMPO, dan Pak Ogah (Bagian 2)

Rockefeller, TEMPO, dan Pak Ogah (Bagian 3)

Ikuti tulisan menarik Abah Raditya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler