x

Iklan

Abah Raditya

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Rockefeller, TEMPO, dan Pak Ogah (Bagian 2)

Secara pribadi saya pernah berinteraksi dengan banyak jurnalis, termasuk jurnalis Tempo, salah satunya saat di Tim Reformasi Migas

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sambungan dari Bagian 1

 

Investigasi Tempo di era reformasi

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Banyak laporan investigasi Tempo yang menjadi perhatian publik dan membuka jalan bagi proses penegakan hukum.  Korupsi pengadaan alat simulator ujian SIM yg melibatkan jenderal terbit beberapa bulan sebelum KPK menggerebek Korlantas Polri. Liputan penjara Ayin dijadikan pijakan Satgas Antimafia Hukum bentukan Presiden SBY untuk “sidak” ke penjara Pondok Bambu.  Permainan kuota impor daging sapi yang melibatkan petinggi partai terbit setahun lebih sebelum KPK menangkap Fathanah. Investigasi Nazaruddin terbit sebulan sebelum KPK menangkap Mindo Rosalina, anak buahnya, dalam suap SEA Games. Investigasi Tempo terkait mafia Migas juga menjadi pendorong pemerintah untuk membubarkan Petral yang disinyalir menjadi sarang mafia. Berdasarkan temuan lembaga auditor Kordha Mentha, jaringan mafia minyak dan gas  telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun.

Secara pribadi saya pernah berinteraksi dengan banyak jurnalis,  termasuk jurnalis Tempo,  salah satunya saat di Tim Reformasi Migas, bersama bang Faisal Basri.  Dalam kapasitas saya sebagai kepala sekretariat, saya banyak diminta oleh bang Faisal Basri, sebagai ketua tim, untuk menemani beliau bertemu orang-orang dalam rangka mengumpulkan data dan informasi, kadang juga untuk bertemu dengan jurnalis untuk wawancara. Pengalaman saya berinteraksi dengan jurnalis Majalah Tempo,  mbak Ayu, mbak Gusti, dkk, saya melihat  mereka bekerja dengan profesional, punya passion, menguasai permasalahan dan  didukung  data yang lengkap. 

Dari rangkaian sejarah di atas jelas sudah bahwa Majalah Tempo punya track record yang panjang sebagai media investigasi, banyak yang berhasil masuk dalam ranah hukum dan pelaku kejahatannya diadili, juga membantu pemerintah membuat kebijakan yang lebih baik buat masyarakat. 

Passion dan dedikasi para jurnalis investigatif telah membantu kita mengetahui masalah secara lebih mendalam sementara kita tetap beraktivitas sesuai bidang masing-masing, dan hasil investigasi tersebut memicu kita untuk mendorong penegak hukum untuk menyelidiki serta menghukum kejahatan,  dan juga mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan yang lebih baik.

 

Reklamasi Teluk Jakarta

Jakarta, dalam banyak laporan, menjadi salah satu kota paling rawan di dunia oleh perubahan iklim.  Jika tidak ada tindakan berani dan strategis, maka kota Batavia ini bersiap menuju kehancuran. 

2010 lalu saya ikut serta mendirikan gerakan Save Jakarta (biasa menggunakan tagar #SaveJkt), sebuah gerakan yang bisa dikatakan pionir  di social media yang membahas isu-isu serius seputar permasalahan perkotaan. Banyak diskusi yang kami buat, melibatkan banyak stakeholder,  dan berujung pada diterbitkannya “Manifesto Save Jakarta” yang berisi hasil kajian kami dan rekomendasinya untuk pengelolaan Jakarta ke depan.   Lebih jauh dari itu kami mengusung calon gubernur independen Faisal Basri untuk mewujudkan ide-ide kami di #SaveJkt.

Saya termasuk orang yang mendukung ide reklamasi Jakarta.  Saya dukung Ahok selaku gubernur DKI Jakarta  untuk membuat terobosan-terobosan berani dan strategis untuk Jakarta.

Untuk suatu urusan, saat ini saya tinggal di Belanda, sebuah negara yang secara lingkungan kurang menguntungkan, muara banyak sungai besar Eropa yang berpotensi menyebabkan banjir, ancaman juga datang dari laut utara yang menyebabkan badai yang bisa menyapu daratan kapan saja. Sekitar 2/3 wilayah Belanda berada di bawah permukaan air laut.

Reklamasi bukanlah hal baru bagi Belanda, mereka bahkan sudah lebih jauh berusaha berdamai dengan lingkungan yang tidak bersahabat dengan membendung lautan dan membuat danau raksasa, membuat robot yang secara otomatis menutup gerbang saat gelombang lautan datang, membuat perkotaan mengapung di atas lautan dan menyiapkan jalur-jalur banjir untuk mengantisipasi banjir 10000 tahunan.  Dengan kebijakan berani, strategis dan terukur, Belanda bisa berdamai dengan lingkungan bahkan sudah mengantisipasinya untuk 10000 tahun ke depan. Jadi, bagi saya reklamasi itu bukan hal yang perlu terlampau  ditakutkan, selama prosesnya benar dan didukung oleh argumentasi yang bisa dipertanggung jawabkan, kena tidak?

Keterlambatan bangsa ini membangun disebabkan oleh para pembuat kebijakan yang tidak berani membuat terobosan, akibatnya ada opportunity lost, dan kita bisa gagal memanfaatkan bonus demografi yang menjadi peluang bangsa kita untuk berubah dari negara berkembang menjadi bangsa maju.

 

Korupsi Reklamasi dan Turbulensi Politik Pilkada 2017

Anggota DPRD DKI Jakarta, Sanusi, ditangkap penyidik KPK setelah diduga menerima suap total Rp 2 miliar dari bos Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, lewat anak buahnya, Trinanda Prihantoro, di mal FX Sudirman pada akhir Maret 2016.  Lalu Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN), Ariesman Widjaja menyusul ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan suap kepada anggota DPRD DKI Jakarta, M Sanusi.

Diatngkap dan ditetapkan tersangkanya dua orang tersebut menunjukkan ada yang salah dalam proses reklamasi teluk Jakarta. Sikap saya mendukung diungkapnya kasus korupsi tersebut, siapapun pelakunya. Tujuan yang baik tidak bisa menjustifikasi kejahatan untuk meraihnya.

Tempo sebagai media investigasi sangat gencar mengungkap kasus korupsi reklamasi ini. Bukan hal baru bagi Tempo sebenarnya. Situasi menjadi hangat karena tahun 2016 ini adalah tahun politik menjelang perhelatan Pilkada DKI tahun 2017.  Di saat yang sama, Teman Ahok, organisasi yang dibentuk setahun lalu sedang gencar mengumpulkan KTP dukungan untuk Ahok agar bisa maju lagi menjadi gubernur Jakarta kembali di tahun 2017.  Situasi makin memanas ketika majalah Tempo menerbitkan investigasi yang mensinyalir adanya dana yang masuk ke teman-teman Ahok, termasuk ke Teman Ahok yang sedang gencar mengumpulkan KTP.

Anggota DPR dari PDI Perjuangan Junimart Girsang dalam rapat kerja dengan KPK pada Rabu 15 Juni 2016,  bertanya soal aliran dana 30 milyar  ke Teman Ahok melalui Sunny dan Cyrus.  Sunny Tanuwijaya adalah staf khusus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Sementara Cyrus Network Public Affairs adalah lembaga konsultan politik yang dipimpin Hasan Nasbi. Ketua KPK Agus Rahardjo menjawab pertanyaan Junimart dengan menyatakan komisi antikorupsi akan menerbitkan surat penyelidikan perkara itu.

Majalah Tempo edisi 20-26 dengan cover story “Duit Reklamasi untuk Teman-teman Ahok,” menceritakan bagaimana uang sebanyak Rp 30 miliar itu sampai ke Teman Ahok. 

KPK telah memeriksa Andreas Bertoni, bekas Managing Director Cyrus Network Public Affairs, pada 15 April 2016.  Penyidik komisi ini juga sudah memeriksa pimpinan perusahaan pengembang reklamasi, yakni PT Agung Podomoro Land dan PT Agung Sedayu Group.

 

BERSAMBUNG

 

Penulis: 

Abah, digital entrepreneur, aktivis #SaveJkt, mantan kepala sekretariat Tim Reformasi Migas.

Twitter: @abaaah

Blog: http://abah.me

 

Disclaimer: Saya bukan buzzer Tempo dan juga bukan konsultan salah satu Cagub DKI Jakarta.

Baca Juga

Rockefeller, TEMPO, dan Pak Ogah (Bagian 1)

Rockefeller, TEMPO, dan Pak Ogah (Bagian 3)

Ikuti tulisan menarik Abah Raditya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB