x

Ilustrasi anak membaca Al Quran. AP

Iklan

Bagja Hidayat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Belajar Bijak di Bulan Puasa

Puasa mengajari kita agar lebih berempati kepada manusia lain, lebih toleran kepada sesama makhluk Tuhan, serta mengedepankan prasangka baik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Bagja Hidayat

Wartawan Tempo

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

PUASA atau shaum secara harafiah berarti menahan diri, mencegah, dan menjauhkan diri dari sesuatu yang buruk. Kita semua sudah paham definisi ini, tapi sulit mengamalkannya. Puasa adalah bulan latihan untuk hidup di 11 bulan yang lain. Ini juga kita sudah mafhum adanya, tapi sulit juga menerapkannya.

Puasa mengajari kita agar lebih berempati kepada manusia lain, lebih toleran kepada sesama makhluk Tuhan, serta mengedepankan prasangka baik dalam segala hal. Kita sering tak peduli kepada orang lain karena mementingkan diri sendiri, kita melecehkan orang lain karena tak ingin dianggap hina, kita sering kali berburuk sangka terhadap sesuatu yang tidak kita tahu.

Semua itu berpangkal pada hawa nafsu, yang menutup hati dan logika. Maka benarlah puasa sebagai menahan diri, menahan dari tak buru-buru berpikiran buruk. Sebab, pikiran baik tak boleh ditahan. Kita dianjurkan segera berbuat baik dan menahan sehari jika ingin marah. Apalagi di zaman ketika informasi berlari melebihi keinginan kita sendiri.

Informasi berseliweran di pelbagai alat: telepon, tablet, televisi, radio, koran, majalah, dan Internet. Apa pun sekarang menjadi berita. Kita benar-benar diharuskan memilih, dan pilihan itu terbatasi oleh sumber informasinya. Sebab, setiap berita pada dasarnya tak bisa menyeluruh. Berita terpigura oleh cara penyampaiannya.

Maka yang bisa kita lakukan adalah tabayun, selalu cek dan ricek dengan berita lain sebelum akhirnya percaya terhadap apa yang kita baca. Sering kali kita puasa perut dan mulut, tapi tak puasa jari. Kita bisa dengan gampang menyebarkan berita yang kita anggap bagus dan sesuai dengan keyakinan melalui media sosial atau grup-grup percakapan. Tak peduli berita itu benar atau palsu.

Karena begitu mudah informasi menyebar, sebenarnya mudah pula mengeceknya. Google menyediakan informasi dalam jumlah yang tidak bisa kita duga. Informasi melibatkan manusia dan makhluk hidup. Karena itu, persebaran dan faktanya bisa dideteksi. Jika sumber informasinya tunggal, kita bisa menilainya dari cara informasi itu diperoleh dan disebarkan.

Dengan begitu, kita akan bijak menjadi orang yang hidup di zaman informasi yang serba cepat dan instan ini. Kita tak tergolong ke dalam manusia dalam kelompok "clicking monkey", yang menyebarkan berita tanpa ditakar benar-salah dan mudaratnya.

Soalnya, apa pun informasi yang kita serap, ia akan mempengaruhi cara berpikir kita. Cara berpikir itu akan melahirkan sikap, dan sikap akan menentukan tindakan. Dengan menimbang sebelum menyimpulkan, cara berpikir dan tindakan-tindakan kita akan punya alasan sehingga hidup tak menyesal di kemudian hari.

Puasa mengajari dan melatih kita menahan diri, termasuk dari keinginan menyebarkan tulisan dan informasi dengan cepat begitu saja. Tidak setiap informasi bermanfaat. Juga tak setiap berita berguna untuk bekal hidup sehari-hari. Sebuah berita menjadi berguna jika mendorong kita makin berbuat baik kepada alam, kepada manusia, kepada hidup kita sendiri. Dan, Ramadan melatih kita untuk itu semua.

Ikuti tulisan menarik Bagja Hidayat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler