x

Iklan

Ahmad Yusdi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pak Tito, Lebih Bahaya Mana: Teroris atau Komunis?

Selain terorisme, ada "kejahatan" lain mengincar di sekitar kita; perbudakan rakyat Indonesia oleh China melalui komunisme. Tugas awal Kapolri kita.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Badan intelijen swasta Strategic Forecasting atau Stratfor sudah memprediksikan sebelumnya bahwa Inggris akan keluar dari Uni Eropa. Atau yang lebih dikenal sekarang dengan istilah Brexit.

Dalam laporan proyeksi 10 tahun ke depan tentang perkembangan ekonomi dan politik global, Stratfor memprediksi terkait Brexit ini, bahwa: sebagai akibat halangan ekonomi dan politik antara negara-negara Uni Eropa, Eropa akan terbagi menjadi empat Eropa, yakni; kepulauan Inggris, Skandinavia, Eropa Barat dan Eropa Timur. Keempat Eropa itu tidak akan sedekat sebelumnya, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun hubungan militer.

Laporan prediksi Statfor lainnya yang dipublikasikan pada 2015 itu juga menyebutkan, saat ini, meskipun belum dapat disetarakan dengan Amerika, pemerintah komunis China adalah emerging power yang tak terbantahkan dalam Hubungan Internasional. China adalah salah satu eksporter terbesar di dunia. Sejak reformasi pasar pada akhir tahun 70-an, ekonomi China telah meningkat empat kali lipat dan diperkirakan akan berlipat ganda pada dekade berikutnya (Ikenberry, 2008).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pertumbuhan China tersebut merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Pada tahun 2009, runtuhnya pasar ekspor internasional yang disertai krisis finansial global telah berdampak pada China, tetapi ekonomi negara ini dengan segera tumbuh kembali (BBC, 2014).

Diberitakan oleh Bloomberg, Washington Post, NYTimes, dan The Economist pada Agustus 2010, China akhirnya melampaui Jepang sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia, dan dengan demikian terbesar di Asia Timur. Jika China mampu melampaui ekonomi Amerika sebagai kekuatan ekonomi terbersar dunia 10 sampai 15 tahun mendatang, maka untuk pertama kalinya, ekonomi dunia akan dipimpin oleh negara non-barat, non-demokrasi, dan negara yang tidak menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa ibu (Johnson, 2014).

Akan tetapi harus dipahami disini, pertumbuhan ekonomi China yang luar biasa itu salah satu penyebabnya adalah penerapan standar ganda pemerintahan komunis China. Di dalam negeri, China masih memberlakukan pola komunis, dimana aset dikuasai negara, buruh dibayar murah, akan tetapi di pasar global China menjual produknya menggunakan harga kapitalis. Wajar jika keuntungannya hasil produksi China segunung. Dan belum pernah ada yang menghitung, berapa posisi keuangan APBN China dengan sistem penerapan standar ganda ini.

Sebenarnya, buruh di China sendiri menganggap bayaran yang mereka terima sudah mahal. Padahal bayaran mahal buruh-buruh China itu diterima dalam dua bentuk: uang dalam jumlah sedikit dan pahala ajaran komunisme dalam jumlah aset tak berwujud (intangible asset) dimana aset non-moneter teridentifikasi tanpa wujud fisik.

China mungkin saja dapat mendominasi regional Asia Pasifik. Setelah berakhirnya Perang Dingin, isu ekonomi menjadi sentral dalam Hubungan Internasional. Dahulu senjata dijadikan alat untuk menaklukkan wilayah baru. Sejalan dengan perkembangannya, negara-negara pun mulai menyadari, ekonomi merupakan hal utama untuk eksistensi negara dan pergaulan internasional. Senjata tidak dapat memberi makan rakyat, tetapi ekonomi dapat memakmurkan rakyat sekaligus membeli senjata untuk mengamankan negara.

Oleh karenanya, siapa pun yang memimpin ekonomi juga memungkinkan untuk memperluas pengaruh dan kepemimpinan di sistem internasional. Jika China dapat menjaga kekuatan ekonominya hingga beberapa dekade mendatang, bukan tidak mungkin China dapat membentuk aturan main, setidaknya di Asia. Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, ekonomi adalah raja di kawasan ini. Kepemimpinan dan pengaruh mengalir dari dompet, bukan dari senjata (Goodman & Ratner, 2014).

China memiliki cadangan devisa terbesar di dunia. Pada quarter ketiga lalu, cadangan devisa China sebesar $3.89 triliun. Belakangan Presiden Xi menjanjikan  memberi pinjaman dan investasi luar negeri kira-kira sebesar $100 miliar kepada ASEAN. Negara-negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia sangat membutuhkan bantuan dana infrastruktur dan investasi untuk perkembangan ekonominya. Situasi tersebut akan memudahkan China memperluas pengaruhnya di Indonesia.

Salah satu program China di Indonesia selain menjadikan RI sebagai benteng di Laut China Selatan, juga menjadikan negara ini tempat mengeruk uang. Ada sebuah analisa yang menyebutkan, bahwa yang mendasari munculnya pergerakan “Kebangkitan Komunis Indonesia”, diduga digerakkan oleh dana dari China juga. China sedang memulai menyebarkan kembali wacana komunisme di Indonesia demi menjadikan RI sebagai benteng komunis guna “operasional murah” di wilayah ini.

Mari kita cermati kasus ini. Setelah penangkapan penjual baju palu arit di Blok M (8 Mei 2016), tiba-tiba muncul wacana serius: pada 10 Mei 2016, isu penangkapan penjual baju palu arit itu digiring untuk mengkritik konstitusi. Ada sebuah gerakan menuju gugatan pencabutan Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme. Kalangan akademisi dan pelajar disinyalir akan menjadi motor penggerak menggugat pencabutan Tap MPRS tersebut.

Kita disibukan dengan isu bahwa ada Amerika Serikat di belakang isu anti terorisme. Tapi jangan lupa, bahaya sebenarnya yang tengah dihadapi bangsa Indonesia bukanlah terorisme, melainkan kebangkitan komunisme di negara ini.

Dengan bangkitnya komunis di Indonesia, negara ini akan dikendalikan oleh pemerintahan komunis China, karena Indonesia telah eksklusif milik China. Setiap negara ataupun pengusaha yang ingin berdagang dengan Indonesia, harus seizin China. Tentu saja dengan menggunakan pola standar komunis, yakni produksi dibayar menggunakan sistem komunis akan tetapi jual ke pasar global dengan harga kapitalis.

Rakyat Indonesia pun harus “kerja paksa” untuk memenuhi permintaan produksi yang dikendalikan China. Sekali lagi, buruh Indonesia dibayar menggunakan harga Komunis, lalu kemudian pemerintah komunis China menjual ke pasar dunia dengan harga pasar. Sedangkan, keuntungannya menjadi milik negara komunis China.

Nah, Pak Tito, yang kami akui kepakarannya dalam menanggulangi terorisme. Ini tugas yang nanti akan Bapak emban selaku Kapolri. Kita telah sepakat bahwa kejahatan terorisme adalah sebuah kejahatan kemanusiaan yang luar biasa dampaknya bagi kehidupan manusia. Akan tetapi, komunisme jauh lebih jahat lagi karena akan menjadikan rakyat yang sebangsa dengan Bapak ini menjadi budak di negaranya sendiri.

 

 

https://www.getscoop.com

Ikuti tulisan menarik Ahmad Yusdi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu