x

Iklan

Arsam Sunaryanto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Darurat Hilirisasi Mineral dan Batubara

Pengolahan dan Pemurnian Mineral dan Batubara di Indonesia harus segera dilaksanakan dengan menggunakan Teknologi Dalam Negeri

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemerintah sudah mengeluarkan Undang-Undang Mineral dan Batubara Nomer 4 Tahun 2009, Instruksi Presiden Nomer 3 Tahun 2013, dan Peraturan Menteri ESDM Nomer 20 Tahun 2013 serta Peraturan Menteri ESDM Nomer 8 Tahun 2015 sebagai pengganti Peraturan Menteri ESDM Nomer 1 Tahun 2014  yang secara mutlak melarang ekspor mineral mentah terhitung tanggal 12 Januari 2014.

Begitu Undang-Undang Minerba dan Peraturan lain yang mendukung diterapkan secara mutlak, maka hampir seluruh Penambang Mineral tutup, menghentikan semua proses kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi serta Pengapalan ke luar negeri.

Maka terjadilah kegaduhan, kegemparan dan protes yang luar biasa dari para penambang karena merasa belum siap untuk membuat proses pengolahan dan pemurnian, serta smelter di dalam negeri. Padahal mereka telah diberi peringatan sejak tujuh tahun yang lalu, sejak Undang-Undang Minerba mulai diundangkan tahun 2009.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penulis mengikuti semua kejadian tersebut di atas dan mengamati dengan sangat teliti dan cermat bahwa Pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM sendiri tidak menyiapkan solusinya. Termasuk Kementerian Perindustrian dan Menteri Negara Riset dan Teknologi serta BPPT dan LIPI.

Penulis memiliki Visi dan Misi agar Mineral dan Batubara diproses di dalam negeri dengan Teknologi dalam negeri, yaitu dengan Teknologi Tunnel Kiln atau Tungku Terowongan yang dibuat dalam skala Pilot Plant kapasitas 24 ton/hari/24 jam yaitu dengan “Micro Tunnel Kiln” ataupun skala Komersial dengan kapasitas 100 ton/hari/line dengan “Tunnel Kiln”.

Dalam bahasa ilmiah, penulis tidak akan membangun Smelter dengan skala besar seperti PT. Antam atau PT. Vale dengan investasi sebesar 3 milyar dollar AS dan Power Plant sebesar 400 megawatt, tetapi penulis hanya ingin membuat skala UKM, bahasa umumnya kami akan membuat -maaf- semacam mini market indomart, kecil-kecil namun dibuat banyak dan tersebar di setiap kabupaten/propinsi yang memiliki sumber daya mineral dan batubara. Jadi kami, maaf tidak akan membuat hypermart semacam Carrefour yang besar dan dengan investasi yang mahal serta hanya terkonsentrasi di satu lokasi tertentu saja seperti PT. Krakatau Steel.

Dengan diolahnya mineral dan batubara serta petroleum coke di dalam negeri, akan memberikan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan perekonomian lokal dan nasional, sebagai lahan baru investasi, mengurangi impor (menghemat devisa Negara): Refractory, Alumina,  Kokas Foundry,  Bahan baku Besi Baja, Ferro-Nikel, Ferro-Mangan, Tembaga, Timah, dan Aluminium.

Selama lebih dari dua tahun, sejak 12 Januari 2014 dilarangnya ekspor mineral mentah sesuai dengan Undang-Undang Mineral dan Batubara nomer 4 Tahun 2009 ternyata pemegang-pemegang IUP OP Pertambangan Mineral hanya ada beberapa perusahaan yang benar-benar membangun unit Pengolahan dan Pemurnian Mineral.

Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor penghambat diantaranya sebagai berikut:

  1. Tenaga Listrik. Tenaga listrik selalu dianggap faktor utama dalam proses pengolahan dan pemurnian mineral atau yang selalu diasumsikan dengan smelter. Padahal mineral tidak harus di smelter dan tidak harus menggunakan energi listrik.
  2. Kokas Metallurgy / Kokas Foundry. Kokas adalah faktor utama dan energi utama untuk proses Smelter bijih besi dengan teknologi Blast Furnace. Indonesia tidak berkembang industri peleburan besi dan baja karena tidak ada pabrik yang membuat kokas, padahal deposit batubara di Indonesia sangat berlimpah.
  3. Refractory. Refractory menjadi fondasi utama untuk membuat struktur bangunan Tungku, Furnace, Kiln dan seluruh konstruksi yang memerlukan temperatur di atas 1.000°C dan Indonesia masih mengimpor refractory dari luar negeri sebanyak  90% dari kebutuhan dalam negeri, padahal sumber deposit mineral untuk refractory sangat melimpah.
  4. Anoda dan Katoda Karbon untuk peleburan Aluminium yang 100% masih impor dari Jepang, padahal kita memiliki sumber Petroleum Coke yang dapat dibuat menjadi Calcined Petroleum Coke sebagai Anoda dan Katoda Karbon.

 

Penulis berharap dan menyarankan kepada Pemerintah saat ini yaitu Bapak Ir. H. Joko Widodo dan Bapak H. M. Jusuf Kalla agar secara sistematik memerintahkan kepada tiga Kementerian terkait yaitu: Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, dan Menteri Negara Riset dan Teknologi untuk menyatukan visi dan misi dalam Pengolahan Mineral dan Batubara dengan cara membuat Unit Percontohan Pengolahan Mineral dan Batubara minimal 1 (satu) unit di setiap propinsi, sesuai dengan kebutuhan dan potensi tambang yang ada.

 

 

Salam Indonesia Bangkit,

Inovasi Menciptakan Nilai Tambah Serta Harga Diri Bangsa dan Negara Indonesia

 

 

Arsam Sunaryanto

Ikuti tulisan menarik Arsam Sunaryanto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB