x

Relawan Teman Ahok memeriksa data KTP dukungan warga Jakarta kepada bakal calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Sekretariat Teman Ahok, Jakarta, 19 Juni 2016. M Iqbal Ichsan/Tempo

Iklan

Donny Syofyan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Titik Balik Teman Ahok

Titik balik utama yang menimpa kalangan pendukung Ahok berawal dari terjadinya pergeseran haluan Teman Ahok.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Para pendukung setia Ahok, yang popular dengan Teman Ahok, kini tengah melewat jalan mendaki seiring dengan terbongkarnya dugaan aliran dana sebesar Rp 30 Miliar yang berasal dari proyek reklamasi kepada Teman Ahok. Kepala Pusat Pelaporan dan Alat Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf menyebut pihaknya masih menyerahkan kepada KPK terkait penyelidikan kasus ini. Bagi banyak pengamat, goncangan yang kini menerpa Teman Ahok bukanlah hal yang mengagetkan.

Titik balik utama yang menimpa kalangan pendukung Ahok berawal dari terjadinya pergeseran haluan Teman Ahok. Kehadiran Teman Ahok yang pada awalnya bermaksud untuk mengusung Basuki Tjahaya Purnama dalam Pilkada DKI Jakarta melalui jalur independen kini menjadi palsu. Prilaku politik santun dan elegan yang seyogianya ditunjukkan oleh Teman Ahok tidak bertahan lama ketika mereka mereka ikut-ikutan mengalami Ahokisasi lewat kecerdasan linguistik yang parah dan sikap yang mengarah kepada menghalalkan segala macam cara.

Superfisialitas kemegahan ini mulai tampak tatkala Teman Ahok kebakaran jenggot atas tuduhan ketidakmurnian gerakan mereka menyangkut jual beli KTP. Alih-alih mengakui kecurangan yang mereka perbuat, Teman Ahok justru menagih janji Habiburokhman soal janji terjun dari Monas. Mereka seharusnya memperlihatkan urat malu ketika KTP-KTP yang ada disinyalir bukan dikumpulkan tapi dibeli. Buat apa membuang nyawa hanya untuk memenuhi janji terjun dari Monas bila pentas politik yang dipertontonkan sarat tipuan dan halusinasi masif.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mengobral isu Habiburokhman ketimbang jual-beli KTP sesungguhnya tidak ada hubungannya dengan tugas dan tanggungjawabannya sebagai politikus dan anggota partai Gerindra. Hal demikian paling hanya berdampak terhadap penilaian masyarakat terhadap kredibilitas pribadinya. Masyarakat tidaklah bodoh dalam hal menilai kredibilitas pribadi seorang politikus atau anggota partai. Mengapa Teman Ahok sedemikian getol menggunakan segala sumber daya dan energi untuk memburu, menekan dan memojokkan respons seseorang terhadap tingkah laku Ahok yang sering masuk akal bahkan sering otoriter dan brutal?

Kejujuran yang pada awalnya menjadi primadona dan magnetisme Teman Ahok sekarang tinggal isapan jempol belaka seiring dengan lemahnya ideologi mereka yang. Sungguhpun mereka merupakan kumpulan anak muda yang sudah muak denga kebusukan politik partai di Tanah Air, prilaku mereka yang ternyata menari dengan gendang yang ditabuh oleh Ahok menjadikan kualitas kekuatan mereka memudar tatkala mereka menjadi sok tahu, ngeyel dan tuna empati.

Tak kalah pentingnya, kapitalisasi Teman Ahok menyumbang menguatnya titik balik Teman Ahok. Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi yang tengah menelisik sumber dana Teman Ahok yang diduga mencapai sebesar Rp 30 miliar yang diduga berasal dari pengembang reklamasi Teluk  Jakarta yang diberikan melalui Sunny Tanuwidjaja, staf khusus Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok secara perlahan menyibakkan tabir bahwa Teman Ahok tak kuat menolak kuasa uang dalam mengopearasionalisasikan gerakan mereka.

Ini sebetulnya sudah diprediksi jauh sebelumnya. Absennya imunitas mereka terhadap tekanan atas kebutuhan finansial berawal dari inkonsistensi Ahok menyangkut politik uang. Ahok dikenal sering tidak konsisten tentang calon independen yang dianggap berbiaya lebih murah. Pada awal-awal terbentuknya Teman Ahok, Ahok mengungkapkan bahwa pilihannya atas jalur independen biayanya bisa lebih murah, karena tidak perlu biaya untuk menggerakan seluruh mesin partai. Masyarakat yang bergerak sendiri. Ia mencontohkan banyak masyarakat menyumbang untuk mencetak 200 ribu formulir dukungan sekaligus mengasih kaos.

Sayangnya peryataan ini tak berusia lama di saat Ahok mulai tergoda dengan pesona partai sebagai kendaraan politik. Ahok beralasan jalur perseorangan adalah jalan sulit karena harus menandatangani puluhan ribu data. Namun untuk jalur parpol sangatlah mudah."Kalau jalan perseorangan, saya mesti tanda tangan puluhan ribu, kalau pakai partai misalnya Golkar dukung, cuma butuh 3 materai. Nah kamu mau tempuh yang mana," tukasnya.

Sungguh disayangkan, tak ada reaksi protes dari anggota Teman Ahok sendiri. Kapitalisasi Teman Ahok ini ini terjadi karena kentalnya amnesia politik di kalangan Teman Ahok sendiri. Mereka tidak pernah, atau memang tidak mau, ingat bagaimana ucapan-ucapan Ahok soal "tai" dan "mahar politik" yang ditujukan kepada DPRD, yang notabene parpol, dan parpol? Amnesia demikian membuat para pendukung Ahok ini tidak memiliki logika berpikir yang lurus dan larut dengan pandangannya sendiri.

Amnesia, tidak dapat tidak, berkorelasi erat dengan sikap arogan Ahok yang tidak peduli siapapun mitra bicaranya. Sikap Ahok yang meninggalkan forum konsultasi reklamasi dengan alasan lebih mengetahui ilmunya,  kemarahannya terhadap wartawan ketika ditanyakan aliran dana Teman Ahok dan penolakan para demonstran atas dirinya di Penjaringan, Jakarta Utara baru-baru ini mengonfirmasikan arogansi Ahok yang memang sudah meluas. Ahok seharusnya tidak sombong mengingat ia menjadi gubernur karena warisan peninggalan Jokowi bukan dipilih.

Skandal demi skandal yang menimpa Teman Ahok dan Ahok agaknya tidak akan membuat kapok Ahoker sejati (hardliners) ini secara radikal karena memang mereka sudah memilih untuk memproteksi sang penguasa Jakarta itu tanpa kritik. Bagi mereka, Ahok adalah politisi terbersih dan terhebat dalam jagat politik nusantara. Politisi tiada cacat! Makrifatnya sudah selesai.

Upaya-upaya populis yang telah dan tengah dikerjakan oleh Teman Ahok tidak akan memberikan dampak maksimal bagi penguatan citra dan kredibilitas Ahok. Dinamikan penjualan merchandise Teman Ahok seperti kaus, gelang, dan casing HP serta laptop tidak akan menjadi sesuatu yang booming layaknya "kemeja kotak-kotak" sewaktu pasangan calon Jokowi-Ahok maju dalam Pilgub DKI 2012.

 

Donny Syofyan

Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Ikuti tulisan menarik Donny Syofyan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler