x

Iklan

matatita suluhpratita

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Adakah Dampak Brexit bagi Turis Indonesia?

Brexit or not, sebagai pemegang paspor Indonesia kita tetap mengurus dua visa yaitu Visa UK dan Visa Schengen jika ingin ke Inggris dan Eropa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Saya kawatir tentang Brexit,” seorang kawan mengirim pesan ke ponsel saya. Ia dan keluarganya akan berlibur ke Eropa termasuk mengunjungi London pada pertengahan bulan Juli 2016. Membaca berbagai prediksi ekonomi dan politik paska referendum membuatnya ketir-ketir. Jangan-jangan, perjalanannya ke wilayah yang kini berpisah, yaitu ke Inggris dan Eropa, mengalami masalah.

“Nggak usah kawatir. Kan kurs pound sterling malah turun drastis,” jawab saya menghibur. Sebagai turis berkantong rupiah, turunnya kurs pound sterling akibat Brexit bisa sedikit menghemat biaya trip ke Inggris. Jika bulan lalu kurs pound sterling masih sekitar Rp 20.000, begitu hasil referendum diumumkan pada 23 Juni 2016, kurs pound sterling terhadap rupiah langsung anjlok menjadi Rp 18.500-an. Begitu pula kurs Euro terhadap rupiah juga ikutan melemah. Kurs Euro semula masih di atas Rp 15.000, kini sudah berada di bawahnya. Sekitar Rp 14.500-an.

Bagaimana dengan Visa dan urusan keiimigrasian? Sebagai turis dengan paspor Indonesia, urusan keimigrasian nyaris tak ada perubahan. Saat Inggris masih menjadi bagian dari Uni Eropa, negeri Ratu Elizabeth ini punya peraturan keimigrasian yang berbeda dengan negara-negara Uni Eropa lainnya. Jika negara Uni Eropa lain mempermudah urusan keimigrasian dengan menerbitkan satu visa untuk bersama, yaitu Visa Schengen, tidak demikian dengan Inggris yang tetap menggunakan Visa UK. Jadi jika kita ingin berlibur ke Paris dan London, mau nggak mau harus mengurus 2 visa, yaitu Visa Schengen dan Visa UK.

Lain halnya dengan turis lokal. Paska referendum sedikit banyak akan berpengaruh pada kebijakan arus turis lokal dari Inggris dan Eropa. Kemarin mereka bebas keluar masuk setiap saat cukup dengan menunjukkan paspor. Nggak perlu visa, nggak ada interogasi petugas imigrasi yang detil, juga nggak perlu mengisi Landing Card saat memasuki wilayah Inggris. Mereka akan melenggang kangkung di jalur khusus bertuliskan EU Passport.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya masih ingat, suatu ketika ngetrip ke London barengan dengan pasangan dari Indonesia dan bule Jerman. Ketika kami mendarat di London Gatwick Airport, kemudian disibukkan dengan mengisi Landing Card sebelum masuk dalam antrian imigrasi, seorang petugas menghampiri Bule Jerman yang masih bersama kami, berkerumun di sekitar meja pengisian Landing Card. Petugas itu memintanya untuk segera masuk dalam antrian khusus EU Passport karena ia pemegang paspor Jerman. Tapi ia menolak karena masih harus mendampingi calon istrinya yang orang Indonesia untuk menyelesaikan pengisian Landing Card.

Selesai dengan segala isian Landing Card, kami mengantri di jalur Non EU Paspport, melewati proses imigrasi dengan petugas yang begitu detil menanyai satu persatu. Celakanya lagi, pas giliran si Mbak yang punya calon suami Bule Jerman itu, kok ya lamaaa banget wawancaranya. Bahkan finger print nya juga sempat bermasalah, karena ia grogi dan tangannya banyak berkeringat. Sementara si Bule Jerman sudah sejak tadi menanti karena ia di jalur EU Passport yang bebas hambatan.

Setelah referendum, pemegang paspor negara-negara Uni Eropa yang ingin berkunjung ke Inggris, bisa jadi akan melakukan sederet keribetan seperti yang kita lakukan. Tentu, bukan sesuatu yang mudah diterima bagi kedua belah pihak. Semula yang mudah menjadi ribet biasanya akan menimbulkan gejolak protes. Tak mengherankan jika muncul teriakan untuk mengulang polling referendum.

Saya bisa membayangkan bagaimana akan terjadi hambatan mobilitas dari Eropa ke Inggris atau sebaliknya. Jalur Paris - London yang selalu padat lewat kereta cepat Eurostar atau penyeberangan dengan kapal feri dari Calais (Perancis) ke Dover (Inggris) yang mengangkut mobil-mobil lintas negara anggota EU dengan tanpa hambatan, kini mungkin saja harus melewati screening dan membayar pajak tertentu. Tak ada lagi plat nomor GB yang dilingkari bintang-bintang simbol persatuan negara-negara Uni Eropa yang bebas melaju di wilayah Eropa. Atau sebaliknya mobil berplat FR, NL, BE, dan lain-lain yang kemungkinan akan dikenakan biaya pajak untuk bisa melaju di Inggris Raya.

Jika ada pajak keluar/masuk kedua wilayah ini mungkin juga akan menyebabkan harga tiket kereta Eurostar jadi lebih mahal. Harga bus Eurolines dan Mega Bus yang melayani jalur London - Eropa juga akan mengalami kenaikan. Semoga saja kedua belah pihak tidak saling mematok pajak yang tinggi ya. Semoga harga tiket masih terbeli oleh uang rupiah kita. Sehingga bisa menebus impian banyak turis Indonesia untuk mencicip jalur kereta bawah laut dari London - Paris atau sebaliknya yang hanya ditempuh dalam waktu 2,5 jam perjalanan.

Oiya, sedikit keribetan mungkin akan dialami oleh turis shopper dari Indonesia. Wisatawan Indonesia yang suka berbelanja barang branded di wilayah Uni Eropa, biasanya mudah mengurus klaim pajak belanjaan atau VAT (Value Added Tax) atau sering kita sebut dengan Tax Refund di bandara terakhir sebelum meninggalkan wilayah Uni Eropa. Belanja di Itali, Belanda, Paris, dan pulang ke Indonesia lewat London atau Manchester nggak ada masalah, karena proses VAT Refund bisa dilakukan di London atau kota-kota lain di wilayah Inggris yang merupakan anggota Uni Eropa.

Saya bahkan paling suka jika kembali ke Indonesia lewat kota-kota kecil di Inggris, seperti Manchester dan Edinburgh. Urusan VAT refund semudah memasukkan kartu pos ke dalam bus surat. Beneran. Nggak ada antrian panjang di depan loket, petugas yang curiga dengan belanjaan dan minta ditunjukin semua yang kita beli, lolos dari satu loket pindah ke loket lain, dan segala keribetan yang menyita waktu.

Di Bandara Manchester dan Edinburgh, dokumen VAT refund yang kita terima dari toko tempat kita belanja, setelah diisi lengkap, cukup dimasukkan dalam kotak kecil mirip bus surat yang tersedia setelah jalur security memasuki ruang tunggu. Amplopnya juga nggak perlu dilem. Sebulan kemudian, refund sudah masuk dalam billing statement kartu kredit yang datanya kita cantumkan dalam isian. Mudah sekali kan?

Dengan berpisahnya Inggris dan Eropa, maka jika kita akan meninggalkan Eropa menuju Inggris atau sebaliknya, harus mengurus VAT refund terlebih dahulu. Mirip dengan jika kita belanja di Swiss lalu akan melanjutkan perjalanan ke kota atau negara lain dalam wilayah Uni Eropa. Swiss itu bukan anggota Uni Eropa loh, meski kita bisa mengunjunginya dengan berbekal Visa Schengen. Jadi pajak harus diurus duluan di bandara atau stasiun sebelum kita meninggalkan Swiss. Nggak sulit kok. Daftar loket VAT refund biasanya juga tertulis dalam lembar isian pajak dari toko. Atau mudah dibrowsing lewat internet.

Nah, nggak perlu terlalu mencemaskan Brexit kan. Sebagai pemegang paspor Indonesia yang berkunjung ke Inggris dan Eropa hanya dalam hitungan hari, nyaris nggak ada dampak Brexit buat turis Indonesia kok. Kita tetap mengurus Visa UK yang isiannya detil berlembar-lembar dan prosesnya lama hingga tiga minggu baru keluar. Kita bukan pemegang paspor jalur bebas hambatan, tapi di jalur reguler yang mengikuti prosedur interogasi imigrasi. Kita adalah turis yang sudah terbiasa dengan segala kerumitan urusan visa dan imigrasi, yang membuat kita menjadi pejalan yang tangguh dan tidak manja.

(Foto: Matatita)

Ikuti tulisan menarik matatita suluhpratita lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler