x

Sejumlah calon pembantu infal saat belajar merawat bayi dengan alat peraga boneka di penyalur jasa Pembantu Rumah Tangga (PRT) Bu Gito di Cipete, Jakarta Selatan (2/8). TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo.

Iklan

Turaihan Aldi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Payung Hukum Pekerja Rumah Tangga (PRT)

Mengubah kata Pembantu menjadi Pekerja saja sudah cukup sulit dan memakan energi. Kepentingan untuk mempertahankan kata “Pembantu” adalah politik kerja mura

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

 

Pekerja Rumah Tangga (PRT) belum dikehendaki keberadaannya. Padahal jasa Pekerja Rumah Tangga sangat menentukan keberadaan kaum menengah ke atas atau keluarga muda yang tidak lagi memiliki waktu yang cukup untuk pekerjaan rumah tangga. Keberadaan Pekerja Rumah Tangga masih dianggap sebagai pembantu yang jasa hanya cukup dibayar sekedar nya dengan jam kerja yang tidak jelas, waktu libur, cuti dan hak nya selalu terabaikan.

Mengubah kata Pembantu menjadi Pekerja saja sudah cukup sulit dan memakan energi. Kepentingan untuk mempertahankan kata “Pembantu” adalah politik kerja murah dimana majikan dapat membayar tanpa memperhitungkan hak-hak nya. kata pembantu menjadi legitimasi majikan membayar upah Pekerja Rumah Tangga (PRT) dengan murah dan dapat mempekerjakan PRT tanpa kenal waktu dengan modus pendekatan emosional kekeluargaan sehingga PRT mau dibayar berapa saja asalkan PRT merasa nyaman bekerja. Ketergantugan PRT terhadap majikan menjadi kesulitan tersendiri untuk mengimplementasikan andaikan RUU PRT disetujui menjadi Undang-undang PRT. Semoga ini bukan alasan tidak kunjungnya RUU Pembantu Rumah Tangga disahkan menjadi Undang-undang.

Mogoknya Rancangan Undang-Undang (RUU) Pekerja Rumah tangga di meja legislatif RI hingga hari ini mungkin saja Hak-Hak Pembantu Rumah Tangga masih dianggap aneh, sehingga RUU PRT diangggap dapat merugikan majikan. Nampaknya anggota DPR-RI dan eksekutif masih nyaman dengan istilah “Pembantu” dan mereka memiliki kepentingan terhadap Upah Murah Pembantu Rumah Tangga. Sehingga tarik menarik kepentingan ini bisa menjadikan tak kunjungnya RUU Pembantu Rumah Tangga disahkan menjadi Undang-Undang. Dengan tidak disahkannya Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga berarti Negara sudah melakukan Diskriminasi Terhadap Hak Pekerja Rumah Tangga.

PAYUNG HUKUM PRT

Rancangan Undang-Undang (RUU) Pekerja Rumah Tangga diharapkan dapat menajdi payung hukum untuk Pekerja Rumah Tangga dan dapat mencegah Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA). Seperti hal nya Undang-Undang Tenaga Kerja, Rancangan Undang-undang Pekerja Rumah Tangga adalah giroh dari semangat melindungi Hak-hak Pekerja Rumah Tangga. Sehingga Pekerja Rumah Tangga Memiliki perlindunga secara hukum. Abainya majikan terhadap Hak Pekerja Rumah Tangga karena Pekerja Rumah Tangga tidak memiliki perlindungan secara hukum hingga apabila terjadi pelanggaran terhadap hak pekerja rumah tangga penyelesaiannya adalah tergantung kebijakkan majikan. Kebutuhan akan RUU perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga amat dibutuhkan sebagai payung hukum untuk hak-hak Pekerja Rumah Tangga sehingga ketika Hari Raya THR yang diterima tidak lagi sekaleng biskuit dan sebotol sirup. Dan hanya kemauan pemerintah yang dapat segera mesahkan Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga. 

Ikuti tulisan menarik Turaihan Aldi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler