x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Al-Majriti Mendahului Lavoisier Delapan Abad

Delapan abad mendahului Lavoisier, al-Majriti di Andalusia telah melakukan eksperimen dan menemukan prinsip kesetaraan atau kekekalan massa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Dalam pelajaran ilmu kimia di sekolah, kita belajar perihal prinsip kesetaraan massa. Menurut prinsip ini, massa dari suatu sistem tertutup akan konstan meskipun terjadi berbagai macam proses di dalam sistem tersebut. Kerap pula, prinsip ini dinyatakan sebagai: massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama atau tetap.

Orang menyebut prinsip itu sebagai hukum Lavoisier, merujuk kepada nama ahli kimia Prancis yang hidup pada abad ke-18, Antoine-Laurent de Lavoisier (1743-1794). Ia disebut-sebut melakukan eksperimen hingga menemukan prinsip itu. Lavoisier juga dianggap telah merevolusi ilmu kimia dengan menetapkan hukum konservasi massa itu. Lavoisier dianggap sosok yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan kimia di masa modern.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bila kita menyusuri jejak-jejak sejarah sebelum abad ke-18, kita akan mendapati ada orang lain yang sudah membuat kesimpulan seperti dilakukan Lavoisier. Kesimpulan itu diambil juga berdasarkan eksperimen kimia. Orang yang melakukan eksperimen ini adalah Abu al-Qasim Maslamah al-Majriti, sarjana Muslim yang hidup antara 950-1007 di Andalusia atau Spanyol sekarang. Ia kerap disebut al-Majriti, yang sebenarnya adalah kota kelahirannya, yang sekarang dikenal sebagai Madrid.

Dengan penguasaannya dalam astronomi, matematika, kimia, dan ekonomi, Abu al-Qasim Maslamah memperkenalkan sains ke Eropa. Walau al-Majriti telah melakukan eksperimen dan menemukan prinsip kesetaraan massa delapan abad lebih awal, namun atribusi sebagai penemu hukum tersebut diberikan kepada Lavoisier.

Sebagaimana dinukil oleh Nasim Butt dalam buku Husain Heriyanto, Menggali Nalar Saintifik, al-Majriti menulis seperti ini:

“Saya membersihkan air raksa yang berkilau dan saya menaruhnya dalam perkakas gelas berbentuk oval dan saya memindahkannya ke perkakas lain yang serupa dengan perkakas dapur. Saya memanaskannya di atas api kecil. Pemanasan dilakukan selama 40 ari, dan ketika saya membukanya, raksa itu berubah menjadi bubuk merah tanpa sedikitpun terjadi perubahan massa” (Butt, 1996: 109).

Bubuk merah yang dimaksud al-Majriti adalah mercuric oxide (oksida raksa—HgO).

Walaupun dalam buku-buku pelajaran ilmu kimia masa sekarang, nama al-Majriti tidak pernah disebut-sebut sebagai penemu hukum kesetaraan massa, sarjana ini telah menyumbangkan banyak pemikiran yang berpengaruh. Al-Majriti ambil bagian dalam penerjemahan Planispherium karya Ptolemeus, memperbaiki hasil terjemahan Almagest, memperbaiki dan memperkenalkan tabel astronomi al-Khwarizmi, serta memperkenalkan teknik-teknik survei.

Yang juga mengejutkan ialah prediksinya tentang masa depan komunitas ilmiah. Menurut al-Majriti, di masa depan akan berlangsung proses pertukaran materi keilmuan dan akan terbentuk jaringan komunikasi di antara komunitas ilmiah. Di Kordoba, tempat tinggalnya kemudian, al-Majriti mendirikan sekolah yang kelak  menjadi tempat belajar sejarawan Ibn Khaldun dan sarjana kedokteran al-Zahrawi. Ia juga merintis pembentukan komunitas peneliti di Andalusia.

Itulah capaian besar al-Majriti, yang jejaknya terhapus dari sejarah ilmu kimia modern. (Lukisan Al-Majriti dalam prangko; sumber: ecotericonline.net) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB