Ketika Wewenang Itu Ditanggalkan
Akhirnya reshuffle jilid dua terlaksana juga setelah penantian hampir setengah tahun dalam bentuk issue dan rumor bernuansa ketidak pastian. Presiden Joko Widodo melakukan kocok ulang Kabinet Kerja dengan pola mengganti 9 Menteri dan memindah tugaskan 4 Menteri. Hak Prerogatif Presiden sudah di tunaikan setelah mendengar beberapa masukan dari orang terdekat.
Inilah Reshuffle di usia pemerintahan 2 tahun dan semua pihak berharap semoga pergantian Menteri kali ini adalah yang terakhir. Ditinjau dari pola recruitment Menteri tentu sudah melalui proses panjang, banyak pertimbangan manajemen dan politik bermain di sana serta rekam jejak Calon Menteri itu sendiri. Kalaupun ada menteri sekelas Rizal Ramli yang hanya bertugas selama 11 bulan terkena gelombang reshuffle maka patut dipertanyakan apakah keputusan yang telah dilakukan pada reshuffle jilid satu sudah memenuhi kaedah tersebut.
Durasi Kabinet kerja sudah separuh jalan. Menurut hemat saya hakekat gonta ganti Menteri mengambarkan proses sebab akibat 2 hal saja. Hal pertama memang Presiden menginginkan ada peningkatan kerja Kementrian karena setelah dievaluasi ada Kinerja Menteri tidak sesuai dengan arah dan gerak cepat Jokowi. Hal kedua tentu bernuansa perkembangan mutakhir politik dengan bergabungnya Partai Golkar, PAN dan PPP ke Pemerintah berkuasa. Tentu Pak Presiden tidak sembarangan menugas kan orang baru dari Partai tanpa mempertimbangan profesionalitas. Jadi ketidakpuasan terhadap kinerja sebagian Menteri dijadikan momentum oleh Jokowi untuk melayani aspirasi parpol.
Ya sudahlah hak dan tanggung jawab sepenuhnya ada di Pak Jokowi. Ke depan tentu diharapkan Kabinet Kerja dengan kekuatan baru terutama bergabungnya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. Indikator perekonomian yang dirasakan oleh rakyat kecil bukan pada menguatnya kurs rupiah terhadap dolar, tetapi tersedianya sandang, pangan dan papan secara merata dan banyak serta murah terjangkau. Itu saja harapan rakyat, tidak muluk muluk.
Bukan Karena Korupsi
Jadi kini bagaimana dengan Menteri yang terkena arus gelombang reshuffle. Satu hal yang tidak bisa dipungkiri adalah tanggalnya hak dan kewenangan untuk mengatur segala sesatu pada skala nasional. Apabila dahulu ketika masih menjabat, Bapak Menteri bisa menerbitkan kebijakan sesuai dengan ide kreasi untuk membangun bangsa maka kini dalam kapasitas seorang orang biasa tentu diharapkan semangat membangun itu tidak akan menurun.
Pak Anies akan kembali ke habitatnya ke Perguruan Tinggi menjadi Dosen, demikian pula dengan mantan Menteri lainnya. Sumbangan pemikiran dari out sider sebagai bukti kecintaan kepada tanah air membuktikan kebesaran hati. Saya yakin pada semua Mantan Mentri tidak akan ada yang mbalelo atau patah arang apalagi sakit hati. Justru pada posisi inilah bisa ditunjukkan bahwa Beliau tetap konsisten membangun bangsa. Pada level tokoh nasional nan telah teruji dan terpuji Pak Jonan pun akan memberikan yang terbaik.
Pergantian ini adalah suatu hal yang wajar. Patut disampaikan apresiasi kepada sang Mantan Menteri bersebab pencopotan jabatan itu bukan karena kasus korupsi atau karena pelanggaran hukum. . Inilah catatan penting yang harus menjadi tolok ukur dari pendekatan social budaya, bahwa kehormatan dan kemuliaan masih tetap ada pada diri pribadi mereka.
Tetap Berjuang
Sebenarnya tidak sampai hati mensejajarkan peristiwa Pergantian Menteri dengan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Namun ditinjau dari sudut kemanusiaan kehilangan perkerjaan (terhormat pada level nasional) tetap saja secara psikologis mempengaruhi perjalanan hidup dan kehidupan. Hanya saja warga selevel Para Menteri masih banyak mempunyai pekerjaan lain sejalan dengan kadar intelektual. Lain halnya apabila di banding dengan buruh yang di PHK, mereka terpaksa mencari lowongan lain untuk bisa meneruskan kehidupan.
Dari sinilah nanti ter rekam kebesaran hati Mantan Menteri yang akan memposisikan dirinya sebagai warga biasa dan seorang anak bangsa terbaik. Artinya walaupun tidak lagi berada dalam pemerintahan, kontribusi positif tetap akan di sumbangkan dan dipersembahkan kepada Negara dan Bangsa tercinta. Dalam posisi inilah buah perjuangan tanpa henti Para Mantan Menteri menjadi pantas memperoleh gelar kenegarawanan untuk disandangkan sebagai putra terbaik Indonesia.
Point yang ingin saya sampaikan pada kesempatan ini bahwa jabatan itu adalah amanah. Ketika jabatan tersebut di tanggalkan maka tidak akan merubah sikap kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesai. (NKRI). Justru dalam posisi “diluar” akan terlihat dimana kelebihan dan kekurangan perjalanan suatu kekuasaan. Pada moment itulah sumbangan pemikiran wajib disampaikan sebagai wujud kecintaan murni kepada Negara. Sesungguhnya pengabdian itu tidak mengenal kata berhenti.
Salamsalaman
TD
Ikuti tulisan menarik TD Tempino lainnya di sini.