x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menjangkau Spiritualitas di Balik Sains

Banyak ilmuwan yang akhirnya mampu memasuki wilayah yang melampaui sains.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Di usia 24 tahun, pada 1925, fisikawan Werner Heisenberg merumuskan apa yang disebut sebagai Teori Ketidakpastian. Sebagai orang muda dengan semangat dan antusiasme yang besar terhadap fisika, Heisenberg ketika itu belum membayangkan konsekuensi dari apa yang ia pikirkan—konsekuensi yang bahkan melampaui batas-batas ilmiah.

Teori yang kemudian menyertakan namanya, menjadi Teori Ketidakpastian Heisenberg, menyatakan bahwa (hampir) tidak mungkin untuk mengukur dua besaran secara bersamaan, yakni posisi dan momentum suatu partikel atau zarah. Bila kita mengetahui posisinya secara persis, kita tidak tahu momentumnya. Begitu pula sebaliknya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Gagasan Heisenberg ini menggegerkan. Para fisikawan yang lebih ‘senior’ merasakan sesuatu yang aneh pada implikasinya. Teori Ketidakpastian menyiratkan sejenis paradoks yang menunjukkan ketidaksanggupan manusia untuk memahami partikel secara tepat. Para ilmuwan mulai menyadari berbagai keanehan ketika memasuki wilayah partikel yang amat-sangat kecil.

Memahami implikasi dari gagasan Heisenberg ini, Albert Einstein—yang ketika itu telah melahirkan teori relativitas khusus dan teori relativitas umum—geleng-geleng kepala. “Bagaimana mungkin Tuhan bermain dadu?” Heisenberg, ketika itu, mungkin belum menyadari ‘sentuhan mistis’ pada pandangannya mengenai realitas, hingga kemudian kunjungannya ke India, 1929, meninggalkan kesan mendalam pada dirinya.

Lama setelah itu, saat menjelang maut menjemputnya, Heisenberg dikabarkan berkata, “Ini sangat mudah, saya tidak tahu hal ini sebelumnya.” Di kala lain, ia berkata, “Saya kini melihat, fisika tidaklah penting, bahwa dunia ini ilusi.” Ia berpulang dalam damai.

Seperti halnya Einstein dan kemudian Heisenberg, banyak ilmuwan yang langkah-langkahnya melampaui sains yang mereka tekuni dan memasuki wilayah kesadaran spiritualitas. Astronom Carl Sagan, yang mengarungi dunia sains selama puluhan tahun, sampai kepada kesimpulan bahwa “sains bukan hanya sesuai dengan spiritualitas, tapi sains merupakan sumber mendalam spiritualitas.”

Bagi banyak ilmuwan Muslim yang membuka jalan bagi penemuan sains Barat di masa Renaisans, spiritualitas telah mendasari sains sejak awal mulanya. Karena itu, di kalangan Muslim, tidak ada pandangan yang mempertentangkan sains dan spiritualitas dan agama, sebab pencarian kebenaran melalui sains dilandasi oleh keyakinan spiritual. Sedari awal disadari bahwa sains adalah jalan untuk memahami misteri kekuatan yang melampaui semesta ini.

Begitu panjang jalan yang ditempuh ilmuwan untuk sampai pada jenjang yang lebih tinggi dalam memahami  realitas—sebagian berhenti pada pengertian yang kasat mata, sebagian lainnya menjangkau wilayah di baliknya. Para ilmuwan belum sampai pada pemahaman penghujung, bahkan mungkin tak akan pernah sampai. Seperti dikatakan fisikawan Max Planck (1858-1947): “Sains tidak mampu memecahkan the ultimate mystery of nature. Sebab, ... kita sendiri adalah bagian dari alam semesta dan karena itu bagian dari misteri yang tengah kita coba pecahkan.” (foto: tempo.co) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler