x

Iklan

jefri hidayat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

PDIP Akan Pilih Opsi Kedua, Djarot-Teguh Santosa.

Kemenangan Djarot-Teguh akan mengukuhkan PDIP sebagai partai yang handal dalam melahirkan pemimpin muda di Indonesia

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Klaim Ahok bakal didukung PDIP dalam perebutan kursi panas Gubernur DKI Jakarta dibantah sejumlah elite partai berlambang moncong putih itu. Tidak hanya menyatakan ketidaksetujuan, tapi pengurus teras PDIP juga meminta Ahok untuk tidak serampangan mengumbar pernyataan di depan public.

Dinamika tersebut memberi pesan bahwa PDIP belum mendukung dan kecil kemungkinan mengusung Ahok pada Pilkada yang bakal dilangsungkan pada tahun depan. Lalu siapa calon yang bakal diajukan partai berlambang moncong putih itu ke KPU Provinsi DKI Jakarta.?

Kita yakin calon tersebut bukanlah orang yang ada dalam fikiran banyak orang. Sebab kita tahu bahwa Megawati punya insting tajam dalam mengalisa situasi politik dan juga ahli melahirkan kader dan pemimpin baru.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Keahlian Megawati dan PDIP dalam melahirkan anak muda untuk menjadi kepala daerah telah terbukti diberbagai daerah. Anak muda yang diusung PDIP tersebut sukses meraih kemenangan. Bahkan Bupati termuda Indonesia merupakan kader partai tersebut.

Pada Pilkada DKI Jakarta lima tahun lalu, PDIP juga mengusung kader muda yaitu Joko Widodo-Basuki Tjahaya. Saat itu nama Jokowi belum begitu popular, apalagi Ahok yang notabene berasal dari etnis minoritas yang tentunya tidak punya nilai jual. Lembaga survey pun tidak satupun memihak mereka.

Namun berkat tangan dingin PDIP pasangan Jokowi-Basuki sukses menaklukan pasangan petahana, Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. Kesuksesan tersebut membuktikan tajamnya intuisi politik Megawati dalam melihat keinginan masyarakat dalam menentukan pemimpin Jakarta lima tahun kedepan. 

Aspirasi masyarakat pada Pilkada lima tahun lalu itu bukan sengaja dibuat-buat. Pada masa Foke tumbang, belum ada buzzer atau akun palsu yang memang dikelola oleh tim sukses calon tertentu.

Saat ini tentunya keinginan warga Jakarta sudah didengar Megawati untuk dijadikan bahan rujukan dalam menentukan pilihan partai. Selain itu, Megawati sangat memperhatikan loyalitas bakal calon pemimpin yang akan diusung.

Nah, disini Ahok mendapat nilai minus. Sebab, sebagaimana diketahui, Ahok dikenal kutu loncat, pindah dari satu partai ke partai lain. Sedangkan Megawati dalam setiap kesempatan selalu memuji kader yang punya loyalitas terhadap dirinya dan tentunya juga kepada partai.

Sedangkan Ahok menganut falsafah habis manis sepah dibuang. Apalagi, kampanye Ahok beberapa bulan terakhir seolah-olah tidak butuh pertolongan partai. Dengan memakai Teman Ahok, mantan Bupati Babeltim itu memproklamirkan akan maju lewat independent. Namun, dalam perjalanannya Ahok tidak berdaya tanpa partai politik yang akhirnya membuat Ahok memburu partai politik.

Track record Ahok ini akan membuat Megawati berfikir seribu kali untuk mengusung Ahok. Apalagi, pertemuan Ahok dengan Megawati beberapa hari lalu dimanfaatkan Ahok sebagai alat propaganda yang mengklaim bahwa dia diberi restu (bakal diusung) oleh Mega dengan Djarot Saiful Hidayat sebagai wakil.

Opini yang berkembang saat ini membuat beberapa petinggi PDIP angkat bicara dan membantah semua berita beredar di media masa. Bantahan elite PDIP merupakan sebuah sinyal bahwa partai pemenang pemilu 2014 itu tidak bakal mengusung Ahok. Andaikan Ahok yang diusung tentunya elite PDIP membiarkan isu itu berkembang dan membesar.

Lalu, Jika tidak Ahok, dan Risma juga tidak, siapakah yang akan diusung PDIP? Apakah tetap melebur kedalam koalisi kekeluargaan dengan Sandiaga Uno sebagai wakil Djarot Saiful Hidayat.

Sepertinya PDIP akan memisahkan diri dari koalisi kekeluargaan dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya yaitu mengingat partai tersebut merupakan partai pememang pemilu. Ada eksistensi dan gengsi. Dan sepertinya biasanya Megawati akan membuat kejutan. Yang namanya kejutan tentunya yang tidak pernah terfikirkan oleh banyak orang.

Sebelumnya, Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto memaparkan bahwa PDIP bahwa PDIP menyiapkan tiga opsi  menghadapi Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Pertama, melanjutkan pasangan Basuki T. Purnama dan Djarot Saiful Hidayat. Hasto menyampaikan jika opsi ini merupakan aspirasi dari arus bawah, pihaknya akan mempertimbangkan.

 

Kedua, PDIP mempertimbangkan nama-nama yang lolos penjaringan bakal cagub-cawagub. Proses penjaringan yang dilakukan PDIP itu, kata Hasto, melalui pertimbangan objektif dan politik.

 "Skenario ketiga adalah melahirkan pemimpin yang menghasilkan jawaban dari hasil pemetaan politik," ujar Hasto yang dikutip dari berbagai media online.

Dari paparan Hasto adapat disimpulkan bahwa apabila PDIP batal mengusung pasangan petahana Basuki-Djarot maka PDIP beralih ke opsi kedua. Nah, pada opsi keduanya dari enam nama yang lolos, nama Teguh Santosa layak diperhitungkan karena punya sederet pengalaman berorganisasi juga pemilik jaringan kantor berita Rakyat Merdeka Online.

Selain itu Teguh merupakan wakil Rektor Universitas Bung Karno yang notabene satu ideology dengan PDIP meskipun berbeda wilayah perjuangan. Apabila PDIP memiliki konsep ideology Bung Karno di bidang politik. UBK memasyarakat ajaran pahlawan proklamator itu di bidang pendidikan.

Banyak pertimbangan apabila PDIP memilih Teguh Santosa untuk diusung sebagai calon kepala daerah DKI Jakarta. Profesinya sebagai pengajar dan dosen tentunya sangat berguna meraup suara pemilih muda Jakarta dan kalangan intelektual serta kaum akademisi.

Tapi PDIP akan berfikir dua kali apabila mengusung Teguh sebagai Calon Gubernur. Namun setidaknya menjadi calon wakil Gubernur DKI Jakarta sangat layak dipertimbangkan. Karena ketua bidang Persatuan Wartawan Indonesia itu punya potensi untuk menjadi pemimpin Jakarta.

Jika Teguh dipasang untuk calon wakil, siapa tokoh yang layak di plot untuk menjadi calon Gubernur DKI Jakarta. Jawabnya, yaitu Djarot Saiful Hidayat. Karena, selain saat ini sebagai Wakil Gubernur, secara latar belakang etnis dan kedaerahan cukup pas mengingat etnis Jawa merupakan penduduk mayoritas DKI Jakarta. Sangat berisiko apabila PDIP mengusung calon Gubernur non-Jawa.

Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulannya, pasangan Djarot Saiful Hidayat-Teguh Santosa akan menuai sukses pada Pilakda tahun depan. Kemenangan tersebut akan mengukuhkan PDIP sebagai partai yang handal dalam melahirkan pemimpin Indonesia. Dan tidak tertutup kemungkinan nanti muncul anekdot "Jika jadi pemimpin hebat, bergabunglah ke PDIP."

Ikuti tulisan menarik jefri hidayat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler