x

Iklan

masunardi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ada yang salah dalam buku pelajaran sejarah di Indonesia?

Budaya kita adalah budaya lisan, sastra, filsafat, dan politik yang bisa dinikmati sambil minum kopi. Sains mungkin memang tidak menarik...

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sejak jaman sekolah saya suka pelajaran sejarah, dulu sampai hafal tahun-tahun penting baik dalam sejarah Indonesia maupun sejarah dunia. Foto di atas adalah gambaran penemuan mikroskop di Jepang pada tahun 1800-1900, beberapa penemuan sains dan teknologi di Jepang sejak tahun awal-awal masehi terpajang runtut di The National Museum of Nature and Science (Kokuritsu Kagaku Hakubutsukan), Ueno, Jepang. Dari satu diorama itu saya jadi tahu bahwa di tahun itu orang Jepang ada yang sudah meneliti NYAMUK dan menggambarkannya, meski sebagian lagi sibuk perang dan berebut kuasa.

Membaca sejarah Jepang sebenarnya kalah jauh dengan sejarah Indonesia yang sudah begitu hebat di tahun 1400 melalui Majapahit dengan Nusantaranya atau bahkan Sriwijaya di tahun 600-1000 Masehi. Saat itu Jepang masih berupa kerajaan-kerajaan kecil juga, dan mungkin bahkan belum ada istilah kekaisaran Jepang, yang baru muncul sejak Era Edo tahun 1600an dan Jepang Modern sejak Restorasi Meiji awal tahun 1900. Membanding itu sebenarnya awal sebagai sebuah negara adalah sama, bahkan Majapahit lebih dulu berjaya dibanding Jepang di era Edo dan Indonesia modern awal-awal pergerakan nasional juga tahun 1900.

Tetapi perbedaan yang nyata akan terlihat dari tahapan pencapaian teknologi dari masa ke masa. Pembahasan sains dan teknologi tak terlalu menarik dari dulu sampai sekarang, sedikit sekali catatan sejarah ilmu pengetahuan yang kita torehkan pada jaman-jaman itu dan bahkan mungkin sampai sekarang. Bahkan Soekarno yang seorang INSINYUR pun adalah menjadi politisi. Sayang sekali juga, buku-buku sejarah di sekolah pun hanya dipenuhi tulisan dan angka-angka pergantian kekuasaan, kudeta, perang dan nama-nama raja dan politikus yang berkuasa saat itu. Ken Arok jauh lebih terkenal dari kehebatan Empu Gandring mengolah teknologi keris yang luar biasa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mungkin budaya kita adalah budaya lisan, kesukaan kita adalah sastra, filsafat, dan politik yang bisa dinikmati hanya dengan minum kopi. Sains mungkin memang tidak menarik, karena tulisan di sains hanya berdasarkan fenomena yang terlihat  dan teramati, lebih lagi sains tidak memudahkan jalan ke kekuasaan dan uang.  Belajar sains berarti memang memulai jalan sepi, dan tak banyak yang sanggup konsisten di situ. Politik jauh lebih asyik, dengan sedikit membaca dan mendengar bisa berbicara ribuan kata. Sains?! Setelah membaca ratusan jurnal dan puluhan buku teks bahkan kita jarang bisa berbicara sepatah kata pun.

Itu mungkin yang membedakan Jepang dan kita sampai saat ini. Tak banyak orang Jepang yang mau bicara politik, apalagi berpolemik tentang kekuasaan. Mereka tak peduli siapa yang menjadi anggota dewan, menteri dan bahkan presiden karena itu tak penting. Asal pejabat-pejabat tersebut tak korupsi sudah cukup, kalaupun korupsi mereka punya malu sendiri, apalagi hal-hal sepele seperti baju adat atau celana olah raga. Mungkin itu yang selamanya akan membawa kita selalu kalah, ketika semua asyik dengan politik termasuk kita yang seharusnya mempelajari sains dan teknologi…Kadang saya merenung dengan sangat bingung ketika membaca jurnal yang terbit di tahun 1900an, mereka sudah menuliskan tentang produksi enzim dan pemanfataannya dan kita tahun 2016 masih hanya berbicara tentang baju adat Pak Jokowi di Toba, berdasarkan info tak jelas pula.

Jadi, di tahun 1900an adakah catatan penemuan sains dan teknologi bangsa kita yang tercatat sejarah??!!

Ikuti tulisan menarik masunardi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler