x

Ilustrasi menulis. shutterstock.com

Iklan

DAMANG AVERROES AL-KHAWARIZMI

MAHASISWA PPS HUKUM UMI
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Nanda Dyani Amilla; Janganlah Plagiat Lagi!

Posisi saya dalam menyikapi kasus plagiat Nanda, tidak mau lagi mengutuknya, sudah cukup celaan yang diberikan oleh berbagai teman-teman di kompasiana, har

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sudah dikecam, dibuli habis-habisan di berbagai media sosial, namun anak yang bernama Nanda Dyani Amilla (Nanda) ini juga belum insaf. Lagi-lagi ia mengulang kebiasaan buruknya, tulisan beliau dimuat di Tribun Bone (Sulawesi Selatan) hari ini “Rasulullah Sebenar-benarnya Idola” yang diplagiat dari blog pribadi Ibnu Hibban “The Real Idol, The Real Uswah.” Buktinya akan saya tunjukan di akhir postingan tulisan ini.

Saya juga termasuk salah satu penulis yang sering mengirim artikel (opini) ke harian tribun Bone. Namun yang menjadi prioritas saya, justru dengan harian yang terkesan gampang memuat artikel/opini dari beberapa penulis, saya amat teliti dalam mengirim tulisan ke harian tersebut.

Jangankan soal tulisan yang plagiat atau bukan, yang paling saya takutkan kalau kebiasaan media cetak, langsung saja memuatnya, biasa ada yang salah ketik, editor dari harian tersebut tidak pernah memperbaikinya. Jadinya apa? Yang disalahkan pasti penulisnya, bukan korannya. Saya tidak mengerti dimana rasional berpikirnya Nanda, anak muda populer, sudah banyak menang lomba menulis, sudah punya karya yang bernama buku, tetapi masih saja hobi mencomot di sana-sini tulisan orang lain, diubah beberapa kata dan kalimatnya, dimodifikasi, jadilah lagi tulisan yang seolah-olah hasil pikirannya sendiri.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Soal amat benci pada perilaku “plagiat” yah…! Saya juga amat risih dan terkadang jengkel dengan mereka yang hobinya mengambil tulisan orang lain, tanpa mencantumkan sumber dan nama tempat ia mengutip. Sudah banyak artikel saya diplagiat, jangankan mereka yang mengatasnamakan individu, lembaga sekelas KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) saja sudah pernah memposting artikel saya di webnya, yang dikopas dari web: damang.web.id. Namun bersamaan dengan waktu, saya merasa tidak ada gunanya lagi berkoar-koar, melampiaskan kekesalan di berbagai laman media sosial, orang dan lembaga yang saya marah-marahi juga tidak menindaklanjutinya. Karena itu, kadang saya lebih memilih, diam dan membiarkan perilaku mereka.

Diam tapi tetap saya mengutuknya dalam hati. Siapalah penulis yang tak marah, kalau karyanya yang dengan seenaknya orang lain kutip, padahal ia sudah berdarah-darah dalam menyelesaikan tulisannya? Siapalah yang tidak marah kalau karya milik pribadinya sendiri, dicaplok oleh orang lain, padahal ia sudah menghabiskan banyak waktu dan biaya,  membaca sejumlah refrensi? Bahkan bagi perokok berat, harus habis beberapa bungkus, lalu tulisannya bisa selesai. Bagaimana dengan kasus nanda? Mungkin juga dia harus menghabiskan banyak kuota online, lalu bisa menyelesaikan tulisannya.

Semua penulis senior tidak dapat menimpali, bahwa awalnya untuk menjadi penulis itu bukan hal yang gampang. Jangankan mengisi kertas kosong hingga dapat cukup satu pragraf, bikin satu kalimat aja repotnya minta ampun. Makanya saya secara pribadi, kalau mengajari orang yang pertama kali mau menulis, saya membolehkan melihat gaya setiap orang dalam menulis. Silahkan melihat gaya tulisan orang lain, contoh atau tiru gaya mereka menulis, tapi jangan jiplak. Dan untuk selanjutnya kalau anda memang mau benar-benar jadi penulis, lempar semua buku yang ada dihadapan anda, jauhkan dari meja belajar anda, tutup jaringan internet di laptop anda, dan mulailah menulis. Pasti sulit! Di situlah anda akan merasakan bahwa menulis itu kadang butuh yang namanya “inspirasi.” Ingat! inspirasi itu akan hadir ketika anda peka terhadap situasi yang anda amati, kepekaan akan situasi juga sangat ditentukan  oleh kemampuan anda menganalisis, dan kemampuan anda menganalisis juga lebih banyak ditentukan dari refrensi bacaan anda. Omong kosong mau jadi penulis tetapi malas membaca.

Posisi saya dalam menyikapi kasus plagiat Nanda, tidak mau lagi mengutuknya, sudah cukup celaan yang diberikan oleh berbagai teman-teman di kompasiana, harapan saya: Janganlah Plagiat Lagi! Nanda seharusnya mengubah tujuannya dalam menulis. Kalau dulunya ingin menjadi populer, terpandang di hadapan teman-teman, sekarang harus memulai menulis, memang karena ingin menjadi penulis.

Seorang yang ingin menjadi penulis dia tak pernah buruh ketenaran, tetapi itu soal keresahan, kegelisahan yang mengguncang batin dan pikirannya. Resah dan gelisah itu terus mengaum di pikirannya, sehingga hanya dengan menuliskannya ia lalu menjadi bahagia. Maka tak heran, kalau kadang kita membaca sebuah artikel cukup menarik, kata perkata, kalimat perkalimat ibarat air yang tumpah, sang pembaca merasuk ke dalam batinnya seorang penulis. Anda bisa mengujinya dengan membaca beberapa artikel Yusran Darmawan.

Bukan sombong, bukan pongah, bertahun-tahun saya menekuni dunia menulis, awalnya saya belajar menulis fiksi (cerpen), kemudian saya memutar haluan belajar menulis “opini.” Sampai saat ini, saya tetap mengakuinya kalau menulis itu memang sulit, terkadang saya mengecap diri sendiri, saya ini mustahil bisa menjadi penulis. Di saat belajar menulis “opini” justeru saya tertarik dengan isu-isu politik, jadilah beberapa artikel saya yang bertemakan politik. Namun menulis opini dengan bertemakan politik, kemudian saya sadar diri, itu bukan bidang dan lahan keilmuan saya.  Malu pastinya kalau ada yang mencap saya, pengamat segala ilmu. Karena saya sarjana hukum, saya harus menuliskan opini yang bertemakan isu dan beberapa kasus-kasus hukum, di sinilah saya menemukan diri saya yang sebenarnya.

Jika Nanda consent di jurusan “Sastra Indonesia” mengapa tak memlilih jalan, menulis untuk bidang sastra saja: cerpen, puisi, essai, resensi novel, asal jangan lagi plagiat yah! Bacalah sebanyak-banyaknya buku sastra, di situlah anda belajar membangun kerangka pikir menulis, kalau ada yang tidak sesuai dengan keilmuan yang ditekuni saat ini, bantahlah keadaan itu. Tidak perlu lagi mengurusi isu politik, seperti salah satu tulisan plagiatnya yang pernah mendapatkan juara satu “Menguliti Bakal Capres 2014.”

Bagi saya, kunci utama dalam menulis, anda memliki kemampuan menganalisis, tidak perlu risauh akan tenar atau tidak. biarkan saja ketenaran itu akan datang dengan sendirinya. Tak ada penulis yang sukses dengan cara-cara instan, semua butuh proses, ibarat menaiki tangga anda tidak boleh melangkahi satupun dari tiap tangga kesuksesan itu.

Beranilah menulis dalam keadaan kosong, susunlah kata perkata, kalimat perkalimat yang saling berangkai, pragraf yang saling bertaut satu sama lain, sehingga pembaca tidak akan mengabaikan karyamu. Peringatan keras ini selalu saya utarakan juga kepada perempuan pujaanku (Erna Davaris Law).

 

 

 

Tulisan yang diplagiat

The Real Idol, The Real Uswah

Oleh: Ibn ‘Hibban

Ikhwan sekalian, semoga Alloh Subhaanahu Wa Ta’aala merahmati Antum, Salah satu fenomena anak muda yang paling menonjol dan paling menarik untuk diamati mungkin fenomena “idola”. Bener ‘gak, Coy? Siapa sih anak muda zaman sekarang yang ‘gak kenal kata ini? Remaja-remaja modern pada umumnya mempunyai tokoh-tokoh idola yang mereka kagumi, panuti, cintai, dan mereka gilai. Jujur aja, deh, pasti ada satu bahkan lebih tokoh yang Antum idolakan, dan itu biasanya dari kalangan selebriti, ya ‘kan? Gambar dan foto-foto mereka mungkin menghiasi dinding kamar kita, atribut-atribut mereka kita tiru dan kita kenakan, berita-berita tentang mereka kita buru, bahkan tingkah laku mereka kita ikuti.

Memangnya siapa, sih, tokoh yang biasanya diidolakan anak-anak muda masa kini? K’lo kita survey tentang idola, barangkali bisa dipastikan bahwa lebih dari 80% orang yang diidolakan anak-anak muda berasal dari orang-orang yang berprofesi sebagai penghibur, entah artis film, penyanyi, pemain sepak bola (olahragawan), etc. ‘Gak percaya? Coba aja cek sendiri!

Sebetulnya apa, sih, yang dikagumi anak-anak muda dari para artis dan selebritis? Apa yang membuat mereka menjadi begitu digandrungi dan diidolakan banyak orang? Kayaknya, sih, karena mereka itu cakep dan ganteng atau cantik danseksi. Sebagian yang lain suka pada aktor dan artis karena mereka itu kaya raya dan gaya hidupnya glamour. Ada juga yang mengidolakan penyanyi karena suara mereka apik dan lagunya enak. Al-Muhim, para selebritis itu digandrungi karena popularitas. Iya ‘gak?

Di era reformasi kayak sekarang ini, yang namanya popularitas seolah memang segalanya. Biar jelek, kusut, dan berantakan ‘gak apa-apa asal populer. Popularitas seolah dilihat sebagai bukti keberadaan kita. Karena popularitas itu juga, banyak anak-anak muda yang tergila-gila dan kebelet pingin jadi idola. Banyak yang ikut audisi inilah, itulah, pokoke macem-macem deh. Akhirnya ‘kan cuma jadi bahan tertawaan tim penguji dan pemirsa di televisi. Jangan gitu dong, Akhi! Ukur dulu kemampuan diri. Pilihan profesi ‘kan bejibun, ‘gak cuma jadi artis dan tukang hibur. Malu atuh, malu!

Barangkali, yang membuat banyak anak muda zaman sekarang kepingin jadi artis dan idola adalah karena profesi ini dianggap enak dan menguntungkan. Kita bisa dapet duit banyak dalam waktu yang relatif singkat. Kita bisa jadi orang ngetop dan dikenal luas dalam waktu yang sangat cepat. Dengan kata lain, itu semua merupakan cara yang instan untuk menjadi orang sukses (ini zaman ‘kan emang serba instan). Siapa sih yang ‘gak mau jadi orang kaya dan orang terkenal dalam sekejap mata?

Jadi orang ngetop itu emang asyik. Jadi idola itu emang dambaan banyak orang. But …, pernah ‘gak sih kita mikir sungguh-sungguh soal ini? K’lo pun kita berhasil jadi orang sukses dan diidolakan banyak orang, apakah kita emang layak untuk diidolakan? Seorang idola so pasti bakal dicontoh dan diikutin banyak orang ‘kan? Bagaimana dengan prilaku kita, tutur kata kita, juga perbuatan kita sehari-hari? K’lo itu semua masih buruk dan morat-marit, bisa gawat dong k’lo diikutin jejaknya sama penggemar. Dosa si penggemar bisa ikut ditanggung tuh. Soalnya ‘kan kita juga yang ngasih example-nya.

K’lo begitu, gimana dong, siapa yang harus dijadikan idola? Sebenarnya, apa sih makna yang terkandung dalam kata “idola”? Kita harus tau apa makna “idola” itu. Jangan cuma sebatas ada dalam kosakata bahasa Indonesia aja, terus kita pake’. Kritis dong, Akhi! Untuk itu, coba kita bedah makna daripada “idola” itu sendiri.

Akan tetapi, sebelumnya perlu ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan kata “idola” dalam pembahasan ini adalah model ideal atau suri teladan. ‘Gak lebih dari itu. Ini penting, mengingat istilah “idola” yang berasal dari bahasa Inggris, “idol”, sarat dengan makna yang tidak islami. Untuk lebih memahaminya, kita perlu membahas arti kata ini dari segi bahasa. Jangan cuma pinter nyebutnya doang, Akhi, tapi pas ditanya apa artinya ‘gak tau!

Nah, k’lo merujuk ke Oxford Advanced Learner’s Dictionary, kata “idol” dalam bahasa Inggris ternyata punya dua arti: pertama, a person or thing that is greatly loved or admired. Bahasa Indonesianya kurang lebih, “Seseorang atau sesuatu yang sangat dicintai atau dihargai.” Dalam konteks ini, Akhi, orang tadi, terutama dicintai dan dipuja karena popularitas yang dimilikinya. Makanya, istilah a fallen idol diartikan sebagai seseorang (bintang) yang t’lah kehilangan popularitasnya … mantan selebritis yang udah ‘gak ngetop lagi.

Nah, tadi ‘kan baru disebutkan arti kata idol yang pertama! Truzz … arti katanya yang kedua apa, sih?

Kata Idol dalam pengertian yang kedua agak serem … an image of a god, often carved in stone or wood and used as an object of worship. Artinya kurang lebih begini nih, “Suatu citra Tuhan, seringkali dipahat di atas batu atau kayu dan digunakan sebagai obyek penyembahan.” Makanya, seorang pemuja atau dalam bahasa Inggisnya idolater, didefinisikan sebagai seseorang yang menyembah (atau mengibadahi) suatu idol (a person who worship an idol).

Wah, k’lo udah begini namanya musyrik, Akhi! Berat tuh hukumnya dalam agama. Inti dari ajaran kita ‘kan tauhid … pengesaan Alloh Subhaanahu Wa Ta’aala. Jadi, k’lo kita udah ampe memuja sesuatu seperti Tuhan dan menyembah-nyembahnya, berarti kita udah terjatuh dalam syirik dong. Hukumannya berat tuh, ‘gak ada ampunannya di sisi Alloh Subhaanahu Wa Ta’aala.

Eit…, nanti dulu, dong! Kok, ampe kesana-sana, sih, pembahasannya? Kita ’kan ‘gak memuja idola ampe kayak gitu. Kita cuma memuja dan mengagumi, kok, ‘gak ampe menyembah atau mengibadahi. Lagian juga, pengertian yang tadi ‘kan bukan buat orang, tapi buat benda-benda dari batu atau kayu yang dicitrakan sebagai Tuhan. Slow down, Man!

Mengapa, ya, bisa ada idola dan penggemar? Sebetulnya sih, sederhana aja. Semua itu ‘kan bersumber pada naluri untuk meniru dan mencontoh. Kita semua sebenarnya punya kecenderungan untuk meniru (to imitate). Kecenderungan meniru ini kelihatan banget pada waktu kita masih kecil. Anak kecil ‘kan hobinya meniru apa yang dilakukan orang-orang di sekitarnya. Makanya ada yang bilang anak kecil itu ya seperti … monkey see monkey do “Monyet liat monyet buat.” ‘Gak percaya …? Coba, deh, yang punya adik kecil, perhatikan tingkah lakunya.

Saking jagonya meniru, anak akan meniru apa aja yang dilihatnya tanpa mempertimbangkan mana yang baik dan mana yang buruk (namanya juga anak-anak). Makanya, repot tuh k’lo ortunya punya kebiasaan jelek dan cuek dengan pendidikan anaknya. Si anak pasti bakal jadi korban dari contoh-contoh negatif yang ada di sekitarnya. Abis…, apaan aja ditiru ama dia.

Jadi jelas ‘kan, mengapa setiap kita punya kecenderungan meniru. Meniru merupakan salah satu cara kita untuk belajar. Dengan proses meniru, mencontoh, dan mengikuti kita mewarisi pengetahuan dan suri teladan dari orang-orang yang lebih senior dan yang t’lah mendahului kita.

Islam mengajarkan konsep tauhid, pengesaan Alloh Subhaanahu Wa Ta’aala. Alloh ‘Azza Wa Jalla itu satu dan kita semua tau itu. Akan tetapi, masalahnya ternyata nggak semua dari kita mengesakan Alloh dalam ibadah dan sikap hidup kita. Kita diajari bahwa syirik, lawan dari tauhid, merupakan dosa yang paling besar dalam agama. Sebagai dosa yang paling besar, syirik bisa diketahui dengan mudah. Masalahnya, ‘gak semua perbuatan syirik itu mudah dikenali. Boleh jadi ada perbuatan syirik yang kita kerjakan, sementara kita sendiri nggak sadar!

Nah, maka dari itu, kita diajari sebuah do’a oleh Rosululloh Shollallaahu ‘alaihi wa Sallam, yaitu:

Ya Alloh, kami berlindung kepada-Mu dari amalan yang menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami ketahui, dan kami memohon ampun kepada-Mu atas apa-apa yang tidak kami ketahui.

The idol is the measure of the worshiper,” kata James Rusell Lowell. “Idol merupakan parameter bagi si penyembah.” Ana ‘gak tau apakah si James memaksudkan idol di sini hanya sebagai berhala (patung yang terbuat dari batu atau kayu) atau juga termasuk kaum selebritis yang diidolakan. Namun, k’lo dipikir-pikir, pemujaan yang dilakukan anak–anak muda modern terhadap kaum selebritis ada juga kemiripannya dengan pemujaan kaum primitif terhadap patung-patung mereka. Orang dulu memuja patung mati, sementara orang sekarang memuja “patung” hdup.

Lho, kita ‘kan ‘gak pernah ngasih sesajen dan ‘gak pernah nyembah kaum selebritis. Akan tetapi, Akhi, setidaknya pemujaan anak-anak muda sekarang bisa dibilang persis dengan ritual agama. Ah …, yang bener? OK deh, coba kita liat, ya!

Setiap agama biasanya punya nabi yang membawa ajaran dan diikuti ‘kan? Nah, dalam budaya modern ini, para selebritis hampir berfungsi seperti nabi-nabi. Para selebritis tampil dengan membawa nilai-nilai, bahkan mungkin ajaran-ajaran tertentu. Emang sih, mereka ‘gak membawa nilai atau ajaran yang lengkap. Namun, yang mereka bawa itu diikuti oleh para penggemarnya, iya ‘gak?

Diantara para selebritis itu ada yang ngajarin gaya hidup bebas dan semaunya. Ada yang ngajarin gonta-ganti pasangan, bahkan free sex. Ada yang ngajarin cara berpakaian anggun dan rapi, tapi ada juga yang ngajarin cara berpakaian seksi dan seronok. Al-Muhim, apa yang mereka tampilkan atau ajarkan akan diikuti oleh anak-anak muda. Dengan kata lain, bukan Sunnah Nabi Shollallaahu ‘alaihi wa Sallam lagi yang diikuti oleh anak-anak muda masa kini, melainkan “Sunnah” para selebritis. Banyak anak muda modern ‘gak lagi ittiba’urrasuul, tetapi mereka lebih memilih untuk ittiba’ al-artis.

Wah, gawat, dong! K’lo gitu, nanti di akhirat minta syafa’atnya sama para selebritis aja, deh!

Ya, Akhi! Pernah ‘gak sih kita mikirin secara serius mengapa kita suka pada tokoh idola tertentu? Mengapa kita mengidolakan seorang selebritis? Ada apa dengan sang selebritis sehingga layak untuk kita idolakan? What is the reason behind our admiration?

Mengapa sih kita harus bertanya-tanya seperti ini? Soalnya, Akhi, din (agama) itu akal dan masa muda merupakan puncak kemampuan akal kita. Jadi, k’lo kita merasa punya agama … ya digunakan dong akal sehatnya, supaya langkah kita dalam ngejalanin agama menjadi mantap dan perfect.

Nah, sekarang coba direnungkan baik-baik, deh, kira-kira idola-idola yang kita kagumi dan kita contoh itu semakin mendekatkan diri kepada Alloh ‘Azza Wa Jalla atau malah membuat kita makin banyak maksiat dan menjauh dari-Nya? Alloh Subhaanahu Wa Ta’aala menginginkan kebaikan dari diri kita, apakah para tokoh yang kita idolakan juga kepingin diri kita jadi lebih baik? Wah, jangan-jangan banyak yang masih belum ngerti esensi kebaikan dan kebenaran itu sendiri.

K’lo begitu, kita mesti selektif banget, dong, dalam memilih tokoh idola? That’s right, Man! Pasalnya, itu semua untuk kebaikan kita. Hidup ini cuma sekali, segala sesuatunya harus direncanakan dan dipikirkan masak-masak. Gunakan, dong, pikiran kita dengan optimal. Jangan asal pilih dan jangan cuma ikut-ikutan! Kita aja k’lo mau beli sesuatu pasti milih dulu ‘kan, mana yang terbaik untuk diri kita? Yang paling penting dari itu semua, jangan cuma lihat luarnya doang, dalamnya lebih penting, Akhi! Maksudnya yaitu kualitas hati atau bathin.

Masalahnya, zaman sekarang ini, yang namanya kualitas hati atau bathin udah ‘gak laku, tuh. Pada zaman yang katanya modern ini, yang didewa-dewakan dan lebih diutamakan adalah penampilan fisik. “Bathin ente boleh berantakan dan kacau, Man, yang penting penampilan ente mulus dan trendi.” Barangkali begitu moto masyarakat modern yang materialistis.

Ada ‘gak sih yang menonjolkan kualitas hati dan bathin? Kalau hatimu bersih, kamu adalah orang yang hebat. Kalau jiwa kamu kaya dan kamu banyak berbuat baik, itu luar biasa. Kalau akhlak kamu bagus, berarti kamu sukses!

Nah, Akhi, seharusnya kita jangan mudah terpengaruh dengan adanya berbagai teknologi pencitraan yang ada sekarang. Jangan terbuai dengan citra dan penampilan luar. Isi jauh lebih penting, Akhi!

Begitu pula dalam memilih idola serta tokoh yang dikagumi dan diikuti. Pertimbangkan masak-masak dalam memilih idola. Mengapa ana suka sama dia? Apakah dia layak untuk dijadikan idola? Bagaimana kenyataan diri sang idola yang sebenarnya? Apa manfaat yang ana dapat k’lo ana mengidolakan dia?

OK, deh, k’lo begitu, mulai sekarang kita harus menimbang-nimbang dan menyeleksi para idola. K’lo si A ngajarin buka-buka aurat, dia ‘gak lulus jadi idola ana. K’lo si B ternyata suka berzina, buang jauh-jauh. But, how about Rosululloh Shollallaahu ‘alaihi wa Sallam? Wah, jujur aja, ya …, k’lo beliau, sih, sama sekali ‘gak usah diseleksi. K’lo orang yang luar biasa seperti beliau dianggap ‘gak layak atau ‘gak menarik untuk dijadikan idola, who else?

Kita harus selektif dalam memilih calon-calon tokoh idola. K’lo kira-kira banyak ngasih contoh negatif dan ‘gak ideal untuk diidolakan, ngapain juga kita kagumi dan ikuti! K’lo dengan mengidolakan tokoh itu kita malah jadi menyimpang dari ajaran Alloh Subhaanahu Wa Ta’aala dan mencampuradukkan antara yang haq dan yang bathil, mending ‘gak usah deh!

Kita semua yang Muslim tentunya sudah terdoktrin bahwa Nabi Muhammad Shollallaahu ‘alaihi wa Sallam adalah manusia terbaik pilihan Alloh ‘Azza Wa Jalla yang paling layak dijadikan suri teladan. Namun, sekarang yang penting adalah sejauh mana kita mengerti dan merasakan keagungan sosok manusia bernama Muhammad Shollallaahu ‘alaihi wa Sallam. Sejauh mana kita bisa merasakan besarnya cinta beliau, tingginya keluhuran budi beliau, dalamnya kesabaran beliau dalam menghadapi penderitaan, serta dahsyatnya keagungan akhlak beliau yang Alloh sendiri memberikan pujian-Nya kepada beliau. Alloh berfirman:

“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(Al-Qalam: 4)

Pada ke mana aja, sih, hari gini belum kenal Rosululloh Shollallaahu ‘alaihi wa Sallam? Padahal, banyak, lho, intelektual nonmuslim yang terkagum-kagum pada beliau. Antum ‘kan udah tau bagaimana sejarah hidup beliau yang penuh hikmah dan perjuangan hingga agama Islam ini bisa berdiri kokoh sampai saat ini. Masa, sih, Antum ‘gak merasa kagum kepada orang yang menyelamatkan kita dari zaman kegelapan ke zaman yang terang-benderang ini? We must be proud with him!

Nah, kita perlu merenungkan kembali pilihan-pilihan kita selama ini. Gunakan akal sehat, Akhi! Jangan melakukan sesuatu semata karena ikut-ikutan teman atau tren. Teman dan tren boleh jadi malah menyeret kita ke jurang kenistaan, baik di dunia maupun di akhirat. Jangan juga mengagumi para artis dan selebritis secara membuta. Para selebritis kayaknya ‘gak pernah membimbing kita ke surga, deh! Emang sih, adanya idola-idola itu membuat kita asyik banget, tapi apakah ia seterusnya bakal asyik? Apa itu bakal asyik selamanya? Gimana k’lo pada akhirnya kita malah jadi rugi dan hancur lebur?

Alloh ‘kan udah berfirman: ” …Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Alloh mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(Al-Baqoroh: 216)

Makanya, k’lo memilih itu jangan pakai pertimbangan enak atau ’gaknya, Akhi. Ini, sih, kayak anak kecil yang memutuskan segala sesuatunya berdasarkan enak atau ‘gaknya aja. Hmm, emang enak, sih, mengidolakan selebritis fulan atau fulanah, tapi, apa untungnya, ya? Apa faedahnya? Apa ana bisa dapat kebaikan dengan mengidolakan dia … atau jangan-jangan nantinya malah ketimpa yang buruk-buruk? Hiii…, ‘gak banget deh!

Mending juga mengagumi Rosululloh Shollallaahu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabatnya Ridhwaanullohi ‘alaihim Ajma’in. Alasannya udah jelas ‘kan? Pertama, beliau memang layak untuk dicintai. Kedua, Rosululloh Shollallaahu ‘alaihi wa Sallam adalah sosok pribadi yang lengkap dan paripurna. ‘Gak ada yang bisa menguasai banyak hal seperti beliau. Beliau adalah yang the best diantara para nabi, apalagi diantara semua manusia. Ketiga, mencintai dan mengikuti jejak langkah beliau banyak manfaatnya. Di dunia dan di akhirat kita bakal jadi orang yang berhasil dan selamat. Keempat, Alloh aja memuji beliau dan memerintahkan kita untuk mentaati beliau, kita kok malah memuji selebritis dan menuruti gaya hidup mereka. Gimana, dong? He is the best, Man, And no one can be compared with him.

Makanya, Akhi, ‘gak ada alasan lagi untuk tidak mencintai dan mengikuti jejak beliau Shollallaahu ‘alaihi wa Sallam. Beliau adalah orang yang sesungguhnya layak dikagumi dan dihargai … The Real Idol. Beliau juga merupakan orang yang layak untuk dicontoh dan diikuti … The Real Uswah (suri teladan). Ya Alloh, ajari kami untuk mengenali dan mencintai rasul-Mu lebih dalam lagi, dan bimbing kami untuk mengagumi dan mengikuti beliau sekuat kemampuan kami. Semoga kita termasuk orang-orang yang mengikuti teladan-teladan beliau Shollallaahu ‘alaihi wa Sallam dan menjadi hamba-Nya yang beruntung. Amin. Allohu A’lam.*

 

 

Tulisan Nanda (Hasil Plagiatnya di Tribun Bone, 24 Agustus 2016)

Rasulullah, Sebenar-Benarnya Idola

                Salah satu fenomena anak muda yang paling menarik untuk diamati mungkin fenomena “idola”. Remaja-remaja modern pada umumnya mempunyai tokoh-tokoh idola yang mereka kagumi, panuti, cintai, dan mereka gilai. Gambar dan foto-foto mereka mungkin menghiasi dinding kamar sebagian remaja, atribut-atribut mereka ditiru dan dikenakan. Berita-berita soal mereka selalu diburu, bahkan tingkah laku mereka juga kerap diikuti. Biasanya idola para remaja berasal dari kalangan selebritis.

                Kalau saja ingin dibuat survey tentang idola, barangkali bisa dipastikan bahwa lebih dari 80% orang yang diidolakan anak muda dari orang-orang yang berprofesi sebagai penghibur, entah itu artis dilm, penyanyi, pemain sepak bola, olahragawan, dan lain sebagainya. Jarang sekali ada yang mengidolakan tokoh-tokoh seperti Albert Einstein, Isaac Newton, Mahatma Gandhi, Lao Tsu, Nelson Mandela, ata pun Luqman Al-Hakim.

                Anak muda jaman sekarang ini lebih banyak mengidolakan Avril lavigne, Brad Pitt, Lionel Messi, Justin Bieber, atau tokoh-tokoh dunia hiburan lainnya. Memang ada juga anak muda yang mengagumi tokoh-tokoh agama, politik, dan budaya, tapi jumlahnya tentu tidak sebanding dengan yang telah penulis sebutkan di atas. Jika ditelaah lebih dalam, apa sih yang diidolakan dari orang-orang seperti itu? Dari yang penulis tanyai kepada beberapa remaja, mereka mengidolakan selebritis tersebut karena tampilan fisik yang enak dipandang mata, entah itu ganteng, cantik, keren, dan lain sebagainya.

                Sebagian lain mengatakan mereka tertarik dan suka denga artis yang kaya raya dan mempunyai gaya hidup mewah. Ada pula yang mengidolakan penyanyi karena suaranya bagus dan jenis lagunya enak didengarkan. Penulis menarik kesimpulan, bahwa para remaja ini mengidolakan sesuatu karena sebuah popularitas. Di era informasi seperti ini, yang namanya popularitas memang segalanya. Biar jelek, kusut, dan berantakan, tidak menjadi sebuah masalah asalkan populer. Popularitas itu seolah dilihat sebagai bukti keberadaan seseorang.

                Jika kita membedah makna dari kata idola itu sendiri, barangkali kita semua tahu bahwa kata idola itu berasal dari bahasa inggris “idol”. Jika dirujuk ke Oxford Advanced Learner’s Dictionary, kata “idol” dalam bahasa Inggris ternyata memiliki dua arti: Pertama, a person or thing that is greatly loved or admirer. Yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah “seseorang atau sesuatu yang sangat dicintai dan dikagumi. “Dalam konteks ini, para remaja mencintai dan memuja seseorang itu karena popularitasnya. Oleh sebab itu, muncul istilah a fallen idol atau berarti seseorang (bintang) yang telah kehilangan popularitasnya. Seperti mantan selebritis yang sudah tidak ngetop lagi.

                Kata “idol” yang dalam pengertian kedua lumayan menakutkan; an image of a God, often carved in stone or wood and used as an object of worship. Yang artinya “Suatu citra Tuhan, seringkali dipahat di atas batu atau kayu dan digunakan sebagai objek penyembahan. “Oleh karena itu, seorang pemuja atau dalam bahasa Inggrisnya idolater, didefinisikan sebagai seseorang yang menyembah (mengibadahi) suatu idol (a person who worship an idol).

                Menurut hemat penulis, jika sudah sampai sejauh ini bisa dinamakan musyrik atau menyekutukan (menduakan) Allah SWT. Bukankah inti dari ajaran adalah tauhid, yang berarti pengesaan Allah. Rukun Islam yang pertama yaitu syahadat juga terkait dengan persoalan ini, yakni Laa Ilaaha Illallah, tiada Tuhan yang disembah selain Allah. Jadi, kalau para remaja sampai memuja sesuatu seperti Tuhan dan menyembah-nyembahnya, berarti mereka telah syirik atau menyekutukan Allah. Syirik sendiri merupakan salah satu dosa besar yang tiada ampunannya di sisi Allah.

                Islam mengajarkan konsep tauhid, pengesaan Allah. Allah itu satu dan kita semua mengakui itu. Akan tetapi, masalahnya ternyata tidak semua dari kita mengesakan Allah dalam ibadah dan sikap hidup kita. Sebagai dosa yang paling besar, seharusnya kita mengetahui bahwa syirik itu mudah dikenali. Boleh jadi ada perbuatan syirik yang kita kerjakan namun kita tidak menyadarinya. Itulah sebabnya diajari sebuah doa oleh Rasulullah SAW.: Allahumma inna na’udzubika min annusyrika bika syaian na’lamuh, wa nastaghfiruka lima laa na’lamuh (Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari amalan yang menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami ketahui, dan kami meminta ampun kepada-Mu atas apa-apa yang tidak kami ketahui).

                Perlu ditegaskan bahwa pengertian kata idola yang penulis maksud di sini adalah seseorang yang sangat dicintai dan dihargai. Rasulullah SAW adalah seorang yang sudah seharusnya dicintai dan dipuja karena kemuliaan yang dimilikinya. Namun jangan sampai kita (para remaja) membayangkan bahwa mengidolakan Rasul itu sama seperti mengidolakan para selebritis yang bisa dimintai tanda tangan, foto, atau film dan lagu terbarunya. Rasulullah tidak sama dengan artis atau selebritas.

                Oleh karena itu, dalam Islam ada istilah yang lebih pas, yaitu uswatun hasanah atau suri tauladan. Dari survey yang penulis lakukan kepada beberapa teman, mereka mengaku tidak begitu mengenal dalam tentang Rasul. Itulah sebabnya mereka tidak ada perasaan kagum dan cinta kepada Rasulullah. Untuk bisa sayang dan jatuh cinta kepada Rasul, sudah sepantasnya kita sebagai umat Islam mengetahui jalan kehidupan Rasul.

                Jika kita mempelajari perjalanan hidup beliau dengan saksama, kita sebagai remaja pasti akan merasa sangat takjub. Manusia seideal beliau adalah pertama dan terakhir di dunia ini. Tidak ada yang menyamai beliau baik pada masa-masa sebelumnya maupun masa-masa setelahnya, tidak juga pada masa-masa yang akan datang. Jika saja para remaja tahu dan rajin membaca jejak-jejak langkah beliau maka tidak sedikit dari kita yang akan jatuh hati, mata akan berkaca-kaca dan meneteskan air mata, dan bungan-bunga akan bermekaran dalam jiwa.

                Rasulullah SAW. Adalah kekuatan cinta Ilahi yang dipancarkan ke relung-relung kemanusiaan yang paling dalam. Begitu besarnya kekuatan cinta itu hingga mampu membalikkan sebagian besar pembencinya menjadi pencintanya yang sangat tulus. Beliau adalah orang buta huruf, miskin, dan yatim piatu. Beliau berasal dari suatu negeri yang gersang, penduduknya adalah manusia-manusia yang sulit di atur, dan konflik antar suku kerap terjadi. Namun, beliau mampu membalikkan sejarah dalam kurun waktu 23 tahun saja. Dua peradaban adidaya pada masa itu, yaitu Persia dan Romawi, porak-poranda dan takluk oleh peradaban baru yang beliau bawa.

                Adakah manusia yang seagung beliau? Seluruh dunia, bukan Cuma negeri Arab, sedang berada dalam kegelapan yang sangat pekat pada saat itu. Kemudian beliau muncul dan membawa obor baru peradaban dunia. Kegelapan itu serta merta berbalik menjadi terang oleh cahaya kenabian yang merembet cepat ke segenap penjuru. Berangkat dari kesedihan atas kondisi masyarakat yang begitu buruk, manusia jujur yang tidak pernah dipertimbangkan sebagai pemimpin oleh kaumnya itu mampu membalikkan logika semua orang. Kebatilan yang sudah bertumpuk-tumpuk membusuk di jasad peradaban yang sekarat itu ternyata mampu dipulihkan oleh seorang Muhammad SAW dengan nilai-nilai kebenaran yang diletakkan oleh Allah di pundak beliau.

                Untuk itu, kita sebagai remaja perlu kembali mempertimbangkan apa yang telah kita pilih selama ini. Mari gunakan akal sehat. Jangan melakukan sesuatu karena ikut-ikutan teman atau tren semata. Teman dan tren boleh jadi malah menyeret kita ke jurnang kenistaan. Jangan mengagumi sesuatu secara berlebihan dan membabi buta. Jangan mengidolakan sesuatu yang tidak bisa membawa kita ke syurga-Nya. Jangan!

                Bukankah Al-Quran sudah bilang kepada kita: “...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. “(Q.S.Al-Baqarah;216). Oleh sebab itu, tidak ada alasan lagi untuk tidak mencintai dan mengikuti jejak langkah beliau. Beliau adalah ornag yang sesungguhnya layak dikagumi dan dihargai. Rasulullah adalah sebenar-benarnya idola. Beliau juga adalah orang yang paling layak dicontoh dan diikuti, the real uswah (suri teladan). Semoga kita termasuk orang-orang yang pandai mengikuti teladan-teladan Nabi dan menjadi hamba-Nya yang beruntung. Aamin.

 

 

Ikuti tulisan menarik DAMANG AVERROES AL-KHAWARIZMI lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

2 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB