x

Sejumlah penggemar pembalap Rio Haryanto, berkumpul di depan kediamannya di Solo, Jawa Tengah, 11 Agustus 2016. Kredit/Indah Pennywati

Iklan

Tasroh

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menggalang Sumber Pembiayaan Olahraga

perlu langkah strategis dari pemerintah untuk mengembangkan model, sistem, dan sumber pembiayaan olahraga

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Akhirnya pembalab Formula Racing Manor asal Indonesia, Rio Haryanto berujung antiklimaks! Pembalap kelahiran Surakarta, Jateng itu, diberhentikan sebagai pembalap utama oleh tim Manor dan kini ia rela menjadi pembalap cadangan.
 
Padahal sebelumnya, publik dan pemerintah Indonesia sudah demikian heroik menyambut kedatangan sang pembalap yang sebelumnya dikenal jago di ring pendahuluan. Prestasi yang membanggakan bangsa itu bahkan mendapat dukungan berbagai bentuk dari berbagai lapisan masyarakat Indonesia.
 
Kita lihat F1 berbagai media baik online, offline hingga ultra digital, ramai-ramai memuja sang Rio dimana-mana. Respon dan simpati publik Indonesia yang tergolong "heboh" itu wajar adanya lantaran baru kali ini sejak kemerdekaan RI, terlahir pembalap asli Indonesia turut ambil bagian dalam kompetisi balapan nomor wahid di dunia.
 
Disamping itu, di kala rakyat Indonesia sedang "sial" lantaran banyak cabang olah raga unggulan nasional seperti Sepak Bola dan Bulu Tangkis, kini tak lagi mampu menghibur publik Indonesia karena sering "keok" bahkan oleh pesaing kelas teri, maka kehadiran sang Rio bak oase di tengah padang pasir yang gersang.
 
Sayang beribu sayang, nampaknya sang mega pembalap Indonesia itu justru dinilai tim Manor dari 9 kali masa balapan hanya 2 kali yang dinilai sukses. Itu pun konon masih dihiasi dengan kejadian "serempedan" berulang kali hingga hambatan yang selalu hadir di setiap sesi.
 
Namun sejatinya, seperti dugaan Menpora, disamping kualitas si pembalap yang dinilai rankinknya masih belum maksimal, (terlihat dari 5 kali balapan selalu rangking paling buncit-red,), ada persoalan serius yang masih menghadang sang pembalap Indonesia yakni kisruh sumber pembiayaan balapan. Sering dialami Rio, setidaknya untuk tiap sesi diperlukan sekitar 15 juta euro (setara Rp 233 miliar) yang selama ini dibantu oleh sponsor lokal Indonesia. Diketahui setiap mau balapan, dana operasional selalu dikeluhkan, mulai dari kekurangan jumlah duit hingga kesulitan mencari sponsorship yang kuat dan tanpa batas.
 
Galang Sumber Pendanaan
 
Harus diakui, belajar dari kasus Rio, sebenarnya publik dan pemerintah Indonesia belum benar-benar siap khususnya dari segi penguasaan teknologi balapan sekelad Formula dan segi pembiayaan apalagi jika mengandalkan dana negara.
 
Bahkan seperti disebutkan ketua Apindo, Sofjan Fanandy, teknologi automotif sekelas formula belum dikuasai putra-putri Indonesia karena belum berbasis pada kemampuan automotif nasional yang sesungguhnya. Derajat kemampuan teknologi Indonesia masih kelas dasar sehingga terlalu "ngoyoworo" (meminjam istilah budayawan Indra Trenggono--red), apabila dalam sekejap bermimpi mampu melahirkan pembalap sekelas Lorenso, Ray Connan, atau Rossi yang nota bene memang berasal dari "produsen" teknologi automotif dunia.
 
Sedangkan Rio, meskipun telah belajar ke berbagai kompetisi dunia, faktanya tak di back up dengan dari tim Indonesia. Terlihat dari 16 anggota tim teknik automotif Manor, tak satu pun teknisi Indonesia berkiprah disana.  Hsl ini menyebabkan pembalap Indonesia bak "wong ilang" (seperti orang hilang) yang tak tahu asal usulnya! Sungguh kasihannn!!!
 
Atas dasar hal tersebut, maka jika hendak menjadikan arena Formula sebagai ajang unjuk wibawa Indonesia, kisruh sumber pembiayaan, tak hanya untuk kebutuhan olah raga balapan terapi semua jenis dan cabang OR, ke depan harus ditatakbangkan lebih terintegrasi dan tuntas.
 
Hemat penulis perlu langkah strategis negara/pemerintah yang dikomandani oleh Kemenpora untuk mengembangkan model, sistem dan sumber pembiayaan OR agar menjamin keberlangsungan OR nasional kini dan nanti.
 
Setidaknya seperti pernah dilakukan negara-negara modern, Jepang, China atau Eropa, pemerintah selalu menggalang dana olah raga dari sponsorship baik sponsor dari kalangan instansi pemerintah ataupun dari swasta yakni kalangan pengusaha dan perusahaan secara simultan.
 
Sumber pembiayaan dari kalangan pengusaha dan perusahaan paling banyak dilakukan berbagai megara maju seperti Jepang dimana setiap tahun sebanyak 2.471 perusahaan " setor" dana advertising untuk membantu atlit dan tim OR negara Sakura sehingga Jepang selalu banjir sponsor OR dan juga China dengan pola "bapak asuh" dimana setiap tahun pemerintah Tiongkok di Beijing, memerintahkan tiap perusahaan dibebani mengasuh satu cabang OR, maka dana OR di negara tersebut tak pernah bermasalah;
 
Maka dalam konteks Indonesua, sebenarnya pola sponsorship dari kalangan pengusaha dan perusahaan sudah jamak dilakukan. Hanya sayangnya belum terintegrasi dan tuntas, masih bersifat ala kadarnya dan tanpa target melahirkan samg campioners sejati dari berbagai cabang OR.
 
Padahal sebagaimana data di Kemenpora (2014), setidaknya ada 7.473 sumber sponsorship yang telah bersedia menjadi sumber dana OR nasional. Sayangnya tak pernah ada audit profesional atas dana dari para pengusaha dan perusahaan itu sehingg kesulitan dalam perencanaan pembiayaan OR kita. 
 
Di sisi lain, harus diakui, dana-dana sponsorship dari berbagai kalangan dan sumber itu tak pernah terdengar pertanggungjawabannya, sehingga mudah diselewengkan oleh oknum pengurusnya. Kasus yang menimpa Ketum PSSI, La Nyala, dimana duit negara dan dana sponsorship justru dibisniskan untuk kepentingan pribadi, tak hanya mencerminkan bahwa dana - dana OR yang semestinya dimanfaatkan jujur untuk pembinaan dan pengembangan OR kita justru banyak masuk kantong gendurwo.
 
Oleh karena itu, kini saatnya mentakembangkan sumber pembiayaan OR kita dengan lebih tertib, disiplin dan akuntabel.  Inilah tugas pemerintah dan manajemen OR nasional untuk menggalang sumber pembiayaan dari berbagai pihak sekaligus bersama mengawal pengalokasian dan pemanfaatan dana tersebut agar dibelanjakan demgan jujur, disiplin dan dapat dipertanggungjawabkan untuk melahirkan campioners baru Indonesia yang lebih baik! **
 
Oleh Tasroh *)

 

(Tasroh, SS.,MPA.,MSc: PNS di Pemkab Banyumas dan Alumnus Ritsu APU, Japan)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik Tasroh lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu