x

Penyidik KPK usai menggeledah ruang biro hukum Pemprov Sulawesi Tenggara di kantor Gubernur Nur Alam, di Kendari, 23 Agustus 2016. Hari ini, penyidik KPK menggeledah kantor dan rumah Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam terkait kasus dugaan korupsi i

Iklan

Redaksi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dugaan Korupsi Nur Alam

Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyalahgunakan wewenang dalam pemberian izin usaha pertambangan di wilayahnya pada 20092014.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Komisi Pemberantasan Korupsi semestinya memang tidak hanya berhenti mengusut kasus Nur Alam yang berkaitan dengan alih fungsi hutan lindung. Komisi harus menyelidiki pula kasus dugaan menerima suap Rp 60 miliar yang pernah ditelisik Kejaksaan Agung atas Gubernur Sulawesi Tenggara itu. Untuk kasus ini, karena kurang bukti, Nur lolos dari jerat hukum.

Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyalahgunakan wewenang dalam pemberian izin usaha pertambangan di wilayahnya pada 20092014. Ia diduga memberikan izin usaha pertambangan kepada PT Anugerah Harisman Barakah yang tidak hanya tumpangtindih dengan milik perusahaan lain, tapi juga menggerus kawasan hutan lindung.

Komisi menyatakan sudah memiliki dua alat bukti kuat untuk perkara rasuah ini. Di luar itu, KPK juga menyatakan mengendus adanya pertalian kasus yang tengah mereka periksa ini dengan kasus rekening gendut Nur Alam yang ditangani Kejaksaan Agung pada 2012.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kala itu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan transaksi mencurigakan Nur Alam ke Kejaksaan Agung dan lembaga penegakan hukum lainnya, termasuk KPK. Nur tercatat menerima US$ 4,5 juta atau sekitar Rp 60 miliar dana dari luar negeri. Asalnya dari sebuah perusahaan di Hong Kong yang terafiliasi ke perusahaan tambang nikel di Sulawesi Tenggara, Richcorp International Limited.

Awalnya, pengusutan transaksi oleh Kejaksaan Agung itu berjalan lancar. Bahkan, pada awal 2014, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Widyo Purnomo menyatakan kasus tersebut tidak akan menguap. Belakangan, Kejaksaan menghentikan kasus itu karena, menurut Kejaksaan, yang mengalir ke rekening Nur Alam diklaim pemiliknya sebagai utangan untuk membuka tambang. Nah, utangan itu juga sudah dikembalikan oleh Nur Alam.

Cara "berutang" ini terbilang aneh. Richcorp, yang memberi utangan untuk Nur Alam, mengirim dana dalam bentuk polis asuransi. Dalam dokumennya tertulis uang itu untuk pembayaran asuransi. Model transfer dana seperti ini, menurut PPATK, tak lazim dalam utangpiutang investasi dan cenderung merupakan upaya menyamarkan transaksi. Dugaan adanya upaya menyamarkan transaksi itu makin kuat karena setoran dan penarikannya menggunakan jalan berliku: berbentuk tunai, dipecahpecah ke dalam satuan kecil di bawah Rp 500 juta.

KPK memang harus bekerja keras untuk membongkar kasus ini, baik ihwal dugaan penyalahgunaan yang berkaitan dengan pengeluaran izin "pembabatan" hutan lindung maupun kasus rekening gendutnya tersebut.

Apalagi, seperti diatur UndangUndang Pemerintah Daerah, Nur tidak akan diberhentikan dari jabatannya selama belum menjadi terdakwa. Artinya, KPK harus secepatnya mengusut kasus ini, melengkapinya dengan saksisaksi kuat, dan segera menjadikan Nur sebagai terdakwa dengan mengajukannya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Ikuti tulisan menarik Redaksi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu