x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jejaring Buku yang Saling Menguatkan

Buku yang menyita minat jutaan pembaca mula-mula memang hasil renungan penulisnya, tapi di dalam penyebarannya ada jejaring yang bekerja.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Kearifan Paulo Coelho menembus batas-batas geografis Brasil, menerabas sekat-sekat beragam budaya, menyerap ke dalam psikososial yang sangat beraneka, namun menembus jantung yang sama: nurani manusia. Coelho berbicara bukan kepada otak, melainkan kepada hati; dan oleh sebab itu, karya-karyanya dibaca berjuta-juta orang.

Jejak-jejak yang sampai kepada jutaan pembaca di berbagai belahan bumi ini bukan hanya ditapakkan oleh Coelho sendiri, melainkan di dalamnya ada kontribusi editor, desainer dan ilustrator, penata letak, pembaca akhir, pengalih bahasa, penerbit, pencetak, distributor, maupun toko penjual. Dengan cara masing-masing, mereka menopang Coelho dalam meraih tujuannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebuah karya yang kuat ialah yang sanggup menggetarkan nurani manusia, dan karya-karya Coelho sudah membuktikannya. Bahasa bukan lagi perkara. Penerjemahan berlangsung di mana-mana oleh karena pembaca semakin menyukai keragaman karya yang berasal dari beraneka latar budaya. Karya fiksi penulis Indonesia pun semakin diminati pembaca internasional.

Sebuah karya yang mempesona mengundang pembaca untuk memiliki karya itu—tentu, ini berita bagus bagi penulis maupun penerbit. Akan banyak buku terjual. Penerbit mencetak lebih banyak. Bila royalti bagus, beruntunglah penulis: kesejahteraannya membaik. Bila sangat beruntung, ia akan melepas kerja yang lain dan berkonsentrasi penuh menjadi penulis. Kian besar peluang bagi terciptanya kembali karya yang bagus. Pembaca memperoleh asupan yang mengayakan pikiran dan hatinya.

Siklus yang menggerakkan roda produksi pengetahuan, kearifan, dongeng, khayalan, dan renungan memang tidak senantiasa berputar mulus. Tapi, kuncinya nyaris selalu serupa: karya yang menyita psyche masyarakatnya. Suatu ketika, The Secret meledak tepat waktu ketika masyarakat tengah berayun ke sisi negativitas dan menemukan pada karya Rhonda Byrne itu satu kekuatan positif yang cenderung mengayunkan-balik pendulum. Optimisme, keyakinan pada kebaikan, itulah yang ditularkan The Secret; dan masyarakat menyambutnya—lepas dari kontroversi yang menyertainya dan sebagian penulis menjadikannya lahan lain untuk menelurkan buku.

Mereka yang merintis jalan seringkali lebih mungkin meraih kejayaan lebih dulu. The Secret pun begitu. Ketika penulis lain berlomba-lomba menapaki jalan yang dibuka oleh karya ini, mereka hanya berbagi yang tersisa. Gairah yang menyala dibakar oleh The Secret secara perlahan menyusut tatkala karya-karya lain menyusul di belakangnya. Itu pula yang terjadi ketika Harry Potter terbit. Karya-karya sejenis lantas bermunculan, bersirebut tempat di hati pembaca, menciptakan musim fiksi Potterian. Tak ada yang sanggup menyaingi Harry Potter, hanya berbagi yang tersisa. Pembaca selalu terpesona oleh kebaruan yang dilambari antusiasme penulisnya.

Cerita dramatis Rowling, dari seorang orangtua tunggal tanpa pekerjaan menjadi pengkhayal yang mencetak uang dari jutaan eksemplar Harry Potter yang terjual dalam puluhan bahasa, memang mengundang decak kagum. Tapi berapa banyak orang yang bernasib baik seperti Rowling atau Byrne yang dianggap sukses menemukan momen tepat disertai kepiawaian penerbit dalam memasarkannya, atau Coelho yang menemukan-kembali kearifan lama dan mendongengkannya kembali dengan gaya Sambanya.

Di balik semua kekaguman dan keheranan, kerja keras tetap menjadi andalan. Penciptaan dunia ‘middle earth’ dalam trilogi The Lord of the Ring pastilah memeras benak, mengucurkan banyak keringat, dan mengenyampingkan sebagian kesenangan lain Tolkin.

Begitu pula, Rowling pastilah mencuri banyak waktu bagi anaknya untuk mereka-reka karakter dementor, menemukan nama-nama—termasuk “ia yang tak disebut namanya”, menciptakan nama mantra Specialis revelio dan Avada Kedavra (walaupun mirip Abakadabra), dan mengulik aturan permainan Quidditch. Seorang jenius bernama Isaac Newton saja memerlukan waktu bertahun-tahun untuk merumuskan argumen yang andal bagi gagasan ‘gaya tarik-menarik di antara benda-benda berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya.’

Penghargaan yang layak membuat Rowling, Pamuk, dan Coelho dapat terus menghidupkan khayalan, renungan, dan dongengan yang bukan hanya memutar roda industri buku, tapi—terlebih lagi—meluaskan horison, menebarkan kearifan, berbagi sudut pandang. Penghargaan yang layak berasal, mula-mula, dari penerbit (dengan memberi royalti yang pantas), ditributor dan toko buku (dengan mengurangi marjin keuntungannya), dan masyarakat pembaca (dengan membeli dalam harga yang layak).

Tentu saja, ini bukan relasi yang linier, melainkan lebih sebagai jejaring yang saling memberi manfaat. Penerbit tidak mampu meneruskan bisnisnya bila tak ada karya bagus yang mendatangkan profit. Penulis tak sanggup sering-sering menciptakan karya yang mempesona pembaca bila rolyati tak bisa menopang hidupnya sehari-hari. Toko buku akan merugi bila tak banyak buku terjual. Penerbit dan penulis akan kebagian terlampau sedikit bila toko buku dan distributor mengambil porsi paling banyak. Semua simpul jejaring akan hidup bersama bila saling menopang—inilah prinsip ekosistem perbukuan yang layak disemaikan. (sumber foto ilustrasi: tempo.co) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB