x

Iklan

Tri Suharman

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Karena Merokok itu Kere(n)

Saking adiktifnya saya, pernah deteksi asap sebuah hotel berdering karena pengen banget melahap asap di pagi buta.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Siapa yang tidak kenal Slash, pria berambut kriwil dengan kepala ditimpa topi pesulap. Gitaris Gun's N Roses ini idola saya waktu abege, dan mungkin sebagian besar remaja terbitan 90-an.

Posternya menenteng gitar, dengan rokok yang nyempil di bibir, menghiasi dinding kamar saya yang mungil di kampung halaman. Bicara ukuran poster, mungkin lebih gede dari poto presiden di kantor Kelurahan, eh presiden saat itu siapa ya?  #maaffaktorusia

Saban pagi, sebelum ke sekolah, saya kerap memelototi gayanya yang superkeren itu. Dan tak lupa belajar keras memainkan gitar, meski PR sekolah masih saja belum terjamah. Yang di kepala, pengen banget jadi gitaris sehebat dia. Cita-cita saat kecil lainnya pun bodoh amat!

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Rupanya, menjadi gitaris mungkin bukan nasib saya (menyalahkan nasib hehe), saya gagal meniru kehebatan sang idola kawan-kawan. Pun band yang saya rintis, hanya bertahan seumur jagung bakar, masih panas udah ludes kulahap. Namun, setidaknya saya bisa menirunya tiga hal ; jadi bekas anak band (cie cie..), berambut gondrong, dan perokok! Itu saja sudah bikin saya gede kepala kala itu heheh..Berasa nama saya jadi Tri Slashharman lah, bro.

Memasuki dunia kerja seusai kuliah, rambut gondrong terpaksa ditebas. Gaya bekas anak band pun berangsur punah (Benerin kopiah). Namun yang satu itu masih bertahan hingga 15 tahun kemudian!! Apakah ituu? rokok! Ya saya akhirnya jadi perokok berat dengan minimal dua bungkus perhari!! Duh.

Dulu sih alasannya supaya keren, kayak Slash itu, tapi lama-lama saya ragu juga itu keren (karena menguras isi dompet dan bikin dada kadang nyeri). Namun, tetap saja, saya tetap menunaikan kebiasaan ini karena "Gak bisa mikir bro kalau tak merokok!" Hufft.

Saking adiktifnya saya, pernah deteksi asap sebuah hotel berdering karena pengen banget melahap asap di pagi buta. Pernah pula nekat menyusuri gang gelap di Geylang untuk mencari rokok merk Indonesia saat menginap di distrik merah itu. Bodoh amatlah ditangkap imigrasi, yang penting rokok bekal yang sudah habis bisa segera tergantikan! Beruntung saya lolos dari nasib sial.

Belakangan ini, muncul kabar mengenai kenaikan cukai rokok yang cukup signifikan. Sebuah kabar yang menyita perhatian dan emosi separuh penduduk Indonesia yang menurut Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LDUI) adalah perokok aktif.

Pro dan kontra bermunculan lantaran komunitas antirokok menjadi kompor atas isu tersebut ; Mereka merilis survei yang menyebut 46 persen perokok mengaku berhenti merokok jika harganya lebih dari Rp50 ribu per bungkus. Survei yang tersebar dari mulut ke mulut, telinga ke telinga, kemudian dengan cepat berubah makna menjadi Pemerintah akan mengerek harga rokok senilai tersebut.

Beruntung isu ini segera disetop oleh pemerintah dengan membantahnya. Kalau tidak, mungkin bisa berujung kudeta (kalimat yang ini lebay sodara-sodara). Isu ini mungkin bikin para perokok syok atau yang tidak merokok bersuka cita sehingga dianggap bisa bikin gaduh. Namun di balik itu, saya kembali bertanya, apakah para perokok akan berhenti menghisap candu bila harganya naik Rp 50 ribu?

Saya sendiri kurang percaya. Karena saya yakin mereka kebanyakan hanya mengaku-ngaku (ini berdasarkan pengalaman sendiri saat lonjakan harga S********a M**d yang menguras kantong di jaman dulu).

Mengapa? Bung, persoalan candu ini tutup mata pada harga. Selama ini kita tahu lah, orang yang gak kepikiran punya duit malah lebih banyak jadi perokok berat. Buktinya, survei terbaru menyebut 70 persen dari jumlah perokok itu adalah masyarakat kalangan menengah ke bawah. Sebaliknya yang isi dompetnya tebal malah sedikit yang merokok. "Saya mending gak makan daripada tidak merokok." Saya kira anda pernah mendengar kalimat ini.

Survei yang sama juga menyebut bahwa mereka yang paling banyak merokok adalah anak usia remaja seperti saya jaman dulu. Saya menduga, remaja jadi sasaran karena paling mudah tergoda dengan rokok yang dikemas keren, sesuatu yang maskulin, dan simbol pergaulan.. "Sebat dulu lah broo," kata temanku yang ngajak bolos sekolah jaman dulu hehe.

Nah, di sinilah negara dituntut punya gerakan besar kalau mau rakyatnya setop jadi juara perokok sejagad. Saya usul yang utama diselamatin para remaja dulu (yang miskin belakangan haa sori ini bercanda), karena mereka generasi penerus bangsa kita. Apa jadinya bila mereka harus berlomba dengan anak muda negeri seberang yang lebih maju dan antirokok, sementara generasi kita masih hamba candu.

Ini bukan persaingan gaya baru lho, perokok di negeri maju terus menipis jumlahnya. Bahkan sejak jaman kolonial, mereka menggunakan candu untuk menginvasi negara berkembang. Nah, generasi kita jangan sampai mengulang kekalahan hanya karena baru mulai kerja malah "Sebat dulu ya bro."

Menciptakan generasi baru antirokok bisa dimulai sejak usia dini. Selain didikan dari rumah, pemerintah juga harus mencegah pengenalan rokok terselubung pada anak kecil. Jangan salah, banyak permen bentuk rokok yang beredar di daerah lho. Jadi tolong, jangan hanya mi bikini yang diributkan.

Cara lainnya adalah, setop kemas rokok jadi keren bagi abege! Setop jadikan rokok simbol pergaulan anak muda. Untuk hal ini perlu inovasi. Saya kira bungkus rokok yang kini gambarnya  menjijikkan itu upaya yang mengarah ke sana, tapi masih kurang karena tetap terlihat keren.

Coba deh, bungkus rokoknya dibikin lebih norak dan ababil, misalnya dilapis gambar kartun Frozen atau Teletubbies. Bisa juga gambar tikus mati atau kecoak kawin supaya cewek perokok jijik. Kalau masih kurang, papir atau kertas rokoknya dikasih warna pink atau gambar Hello Kitty.

Bukan bermaksud seksis. Tapi, coba bayangkan seorang perokok ngapel ke rumah gebetan, kausnya seperti yang dipakai Andrew Garfield di film Spiderman, sepatunya mentereng mirip yang menempel di kaki Robert Downey di Iron Man. Namun, kala merogoh kantong jins mahalnya, tedeeng, yang keluar rokok berkemasan Tinky Winky. Pas mau dibakar, eh, warna papirnya pink bergambar hello kitty. Apa masih keren?

Ciptakan pula tokoh-tokoh ikonik anak muda yang lebih care terhadap gerakan antirokok. Sehingga jadi panutan seperti halnya aksi film Catatan Si Boy,  gaya tren anak muda DI JAMANMU. Jangan biarin tuh, muncul sejenis cewek berambut pirang yang curhat mulu di IG sambil ngebulin asap mirip knalpot itu. Dibiayain sih ya, jadi ngelunjak.

Pemerintah juga sebaiknya menyediakan rontgen gratis di mal-mal. Agar para perokok itu mau mengecek kesehatannya tanpa harus merasa rugi duit jatah rokok berkurang. Ini penting, agar tahu betapa parahnya paru-paru mereka terpapar asap. Serem bro, lihat paru-paru kita totol-totol kayak kesambet knalpot panas.

Seperti penyebab saya menyerah jadi keren, mengikuti gaya sang idola, Slash.

trie_suharman

 sumber foto : http://www.wishingbaby.com/

Ikuti tulisan menarik Tri Suharman lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu