x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Memanjakan Koruptor

Korupsi mengurangi peluang masyarakat untuk hidup lebih baik, layakkah remisi dipermudah?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

"The corruption of the best things gives rise to the worst."

--David Hume (Filosof, 1711-1776)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Niat untuk memudahkan pemberian remisi kepada koruptor menunjukkan dua kemungkinan: tidak memahami kerusakan luar biasa yang ditimbulkan oleh aksi korupsi terhadap masyarakat atau yang punya niat tersebut tidak mempedulikan besarnya kerusakan dan lebih memerhatikan hak-hak koruptor. Sebelumnya, untuk mendapat remisi, pelaku korupsi harus bersedia menjadi justice collaborator—persyaratan ini diperlukan untuk membongkar jejaring korupsi. Dalam aturan baru, persyaratan ini dihapus.

Sukar diterima akal sehat bahwa alasan mempermudah pemberian remisi kepada narapidana korupsi ialah karena penjara sudah terlalu padat penghuni. Lewat pemberian remisi yang berulang-ulang, narapidana korupsi dapat segera keluar dari penjara dan menurunkan kepadatan penghuni penjara. Padahal, seperti dikatakan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, populasi koruptor dalam penjara hanya 1% dari keseluruhan populasi narapidana.

Koruptor jelas berbeda dengan pencuri. Orang yang mencuri di rumah-rumah umumnya dilatari oleh tekanan kehidupan: menganggur, miskin, atau memenuhi kebutuhan mendesak—anak sekolah, sakit, atau butuh makanan. Memang mungkin ada yang kambuhan lantaran hobi. Tapi korupsi dilakukan oleh orang-orang yang sudah relatif terpenuhi kebutuhannya: punya rumah, mobil mewah, tabungan dan deposito, maupun jabatan penting. Koruptor melakukan korupsi karena dorongan hasrat ingin bertambah kaya dengan cara cepat.

Dibandingkan aksi pencuri rumahan, korupsi sangat berbeda dalam hal skala dan dampak yang ditimbulkan. Kerugian yang ditimbulkan aksi korupsi bukan hanya dirasakan individu atau keluarga seperti korban pencurian, tapi masyarakat luas. Kerusakan yang ditimbulkan korupsi berakar dalam. Pencuri bisa dihakimi langsung oleh masyarakat hingga berdarah-darah, sedangkan para koruptor masih melenggang sambil tersenyum di hadapan kamera.

Para koruptor telah menyelewengkan sumber daya yang seharusnya disalurkan kepada masyarakat ke dalam kantongnya sendiri. Karena korupsi, anggaran yang semestinya dipakai untuk membangun jembatan, jalan-jalan, gedung sekolah, laboratorium, rumah sakit, listrik untuk perdesaan, hingga bantuan sosial. Lapangan pekerjaan baru sukar tercipta. Berapa juta warga Indonesia yang berpotensi menikmati perbaikan kualitas hidup terpaksa menanggungkan kesusahan hingga waktu yang lebih lama lantaran anggaran negara dimasukkan ke dalam kantong pribadi?

Ketika korupsi memikat para penegak hukum, teramat sukar bagi masyarakat untuk memperoleh keadilan. Ketika para penegak hukum silau oleh timbunan materi, keadilan hanya angan-angan yang sukar terwujud. Kerusakan yang ditimbulkan oleh korupsi dan suap sangat luar biasa—negeri ini sudah mengalaminya ketika seorang ketua Mahkamah Konstitusi terperangkap di dalamnya. Mahkamah Agung pun tak mampu mempertahankan bentengnya 100% dari urusan pengaturan perkara.

Demokrasi kitapun terancam oleh aksi sebagian politikus yang menjual kepercayaan rakyat untuk membela kepentingan kelompok-kelompok tertentu dengan imbalan kekayaan. Karena fungsinya dalam membentuk atau menyetujui aturan tertentu, mereka berani menampung kepentingan bisnis dan mengabaikan perlindungan terhadap kepentingan masyarakat luas. Tindakan mereka bukan saja menyalahgunakan kekuasaan, tapi juga merusak kepercayaan rakyat dan merusak landasan demokrasi yang sehat.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh korupsi jauh lebih parah karena menggerogoti sendi-sendi kehidupan masyarakat. Mempertimbangkan kerusakan-kerusakan yang demikian luas itu, yang untuk memperbaikinya memerlukan upaya keras hingga berpuluh tahun, maka tidak ada alasan kuat untuk mempermudah pemberian remisi kepada para koruptor. Ini bukan tindakan diskriminatif, melainkan setimpal dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan korupsi. (sumber foto ilustrasi: bridgehousecollege.com) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

19 menit lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB