x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Apa Kata Sains tentang Kepemimpinan

Ukuran tertinggi keberhasilan seorang pemimpin ialah apakah kinerja timnya sangat baik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Kajian ilmiah mengenai kepemimpinan sudah lama dilakukan, tapi temuan-temuannya mungkin masih kurang akrab di telinga banyak orang. Sebagian orang beranggapan bahwa kepemimpinan bergantung kepada situasi. Sebagian lainnya berpendapat, sukar untuk memprediksi apakah seseorang akan menjadi pemimpin yang baik atau buruk. Orang juga berdebat, apakah siapakah yang bisa jadi pemimpin?

Kenyataannya, menurut hasil studi, sebagian orang punya probabilitas yang  jauh lebih tinggi untuk menjadi pemimpin, tidak tergantung konteks maupun situasinya. Bahkan, yang menarik, seperti dikatakan Tomas Chamorro-Premuzic, guru besar psikologi bisnis di University College London, probabilitas ini dapat dikuantifikasi secara ilmiah.

Apa saja temuan penting tapi kurang diakrabi, yang disebutkan oleh Chamorro-Premuzic itu? Ada delapan isu yang patut dicermati pemimpin (bisnis maupun non-bisnis).

Pertama, tentang siapa yang akan jadi pemimpin. Ciri kepribadian tertentu secara konsisten dapat menjadi petunjuk apakah seseorang akan muncul sebagai pemimpin. Sebuah meta-analisis mengenai hal ini memperlihatkan bahwa orang-orang yang lebih mudah menyesuaikan diri, bergaul, ambisius, dan penuh rasa ingin tahun jauh lebih mungkin menjadi pemimpin. Walaupun, patut dicatat, belum tentu efektif.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kedua, apa kualitas kunci bagi pemimpin efektif? Ukuran tertinggi efektivitas seorang pemimpin ialah kinerja tim atau organisasi yang ia pimpin, khususnya dibandingkan dengan kompetitor. Kepemimpinan merupakan sumberdaya bagi kelompok, dan pemimpin efektif memberdayakan kelompok agar kinerjanya lebih baik. Pemimpin efektif pada umumnya cerdas secara emosional, mereka mampu bersikap tenang menghadapi tekanan. Sebaliknya, pemimpin narsistik cenderung berperilaku tidak etis, seperti menyalahkan timnya.

Ketiga, bagaimana seseorang memimpin? Gaya kepemimpinan sangat bergantung kepada kepribadian. Pemimpin ambisius lebih cenderung bersikap entrepreneurial, sehingga fokus pada pertumbuhan dan inovasi. Pemimpin yang penuh rasa ingin tahu, mudah bergaul, maupun sensitif cenderung lebih karismatik, meskipun karisma seringkali mencerminkan sisi gelap watak seseorang—narsistik, misalnya. Kajian lain menggarisbawahi perbedaan gender dalam gaya kepemimpinan, dengan lelaki lebih transaksional sedangkan perempuan lebih transformasional.

Keempat, apakah pemimpin dilahirkan atau dibentuk? Pola perilaku manusia yang dapat diamati pada dasarnya merupakan produk dari pengaruh genetika dan lingkungan, jadi jawabannya adalah ‘keduanya’. Diperkirakan, sekitar 30-60 persen unsur kepemimpinan diwariskan secara genetik, karena karakter yang membentuk kepemimpinan—yakni kepribadian dan kecerdasan—dapat diwariskan secara genetik. Meskipun demikian, pengaruh lingkungan tidak bisa disepelekan. Dalam situasi tertentu, lingkungan lebih berpengaruh karena intervensi melalui pelatihan dan magang—yang diperkirakan dapat mendorong kompetensi kepemimpinan hingga 20-30 persen.

Kelima, bagaimana peran kultur? Budaya sangat penting sebab menjadi pendorong keterlibatan dan kinerja karyawan. Menjadi tugas pemimpin untuk menciptakan aturan-aturan eksplisit maupun implisit mengenai interaksi bagi anggota organisasi, dan aturan-aturan ini memengaruhi moral dan tingkat produktivitas. Ketika nilai-nilai yang dipegang orang-orang sangat seiring dengan nilai-nilai organisasi (dan kepemimpinan), mereka akan merasakan kecocokan.

Keenam, seberapa dini kita dapat memprediksi potensi kepemimpinan? Prediksi tentang apapun adalah ukuran mengenai potensi atau probabilitas terjadinya sesuatu. Karena kepemimpinan bergantung sebagian pada genetik dan pengalaman masa kanak-kanak, maka memprediksi sejak usia dini dimungkingkan. Apakah melakukan hal itu etis atau legal, itu soal yang berbeda.

Ketujuh, apakah gender penting? Tidak sepenting yang kita pikirkan. Fakta bahwa begitu banyak pemimpin laki-laki, ini lebih berkaitan dengan faktor sosial (ekspektasi orang, norma kultural, maupun peluang) ketimbang perbedaan gender. Sejumlah studi menunjukkan bahwa pemimpin perempuan sedikit lebih efektif, tapi ini mungkin disebabkan oleh standar penunjukan perempuan untuk posisi kepemimpinan lebih tinggi dibandingkan pria, sehingga menciptakan surplus pria yang tidak berkompeten.

Kedelapan, mengapa pemimpin tergelincir saat menjalankan kepemimpinannya? Kita tidak dapat mengabaikan banyaknya racun yang mengganggu kepemimpinan. Ini bukan karena tidak ada pemimpin yang bagus, melainkan karena yang bagus itu berdampingan dengan sisi gelapnya, dan ini yang membuat pemimpin tergelincir.

Banyak pemimpin brilian melakukan tindakan yang merusak diri. Untuk menjaga pemimpin agar tetap di jalan yang benar, diperlukan intervensi. (sumber ilustrasi: yourstory.com) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

3 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB